Cerita Dewasa

Nafsu Melihat Tubuh Tante Telanjang

Saat aku maen ke vilaa pamanku , aku masuk keruangan tante yang ternyata di dalamnya banyak foto telanjangnya tanteku, walupun usianya sudah tidak bisa dikatakan muda namun tante tanteku ini ahli dalam menampilan tubuh yang indahnya, setelah melihatnya aku mulai terangsang rasanya ingin sekali memeluknya.

Nafsu Melihat Tubuh Tante Telanjang

Hingga ada ide gila untuk memperalat mereka melalui foto-foto tersebut. Mulai kususun rencana siapa yang pertama aku kerjain, lalu kupilih Tante Tante Irma (45 tahun) dan Tante Nita (37 tahun).

Aku telepon rumah Tante Irma dan Tante Nita. Aku minta mereka untuk menemuiku di villa keluarga. Aku sendiri lalu bersiap untuk pergi ke sana. Sampai disana kuminta penjaga villa untuk pulang kampung. Tak lama kemudian Tante Irma dan Tante Nita sampai. Kuminta mereka masuk ke ruang tamu.

“Ada apa sih Anto?” tanya Tante Irma yang mengenakan kaos lengan panjang dengan celana jeans.
“Duduk dulu Tante,” jawabku.

“Iya ada apa sih?” tanya Tante Nita yang mengenakan Kemeja you can see dengan rok panjang.

“Saya mau tanya sama Tante berdua, ini milik siapa?”, kataku sambil mengeluarkan sebuah bungkusan yang di dalamnya berisi setumpuk foto. Tante Irma lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya.

“Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?” tanya Tante Irma panik mendapatkan foto-foto telanjang dirinya.

“Anto.. apa-apaan ini, darimana barang ini?” tanya Tante Nita dengan tegang.

“Hhhmm.. begini Tante Irma, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan dikamar Tante Yani saya lihat kok ada foto-foto telanjang tubuh Tante-Tante yang aduhai itu,” jawabku sambil tersenyum.

“Baik.. kalau gitu serahkan klisenya?” Kata Tante Nita.

“Baik tapi ada syaratnya lho,” jawabku.

“Katakan apa syaratnya dan kita selesaikan ini baik-baik,” kata Tante Irma dengan ketus.

“Iya Anto, tolong katakan apa yang kamu minta, asal kamu kembalikan klisenya,” tambah Tante Nita memohon.

“Ooo.. nggak, nggak, saya nggak minta apa-apa, Cuma saya ingin melihat langsung Tante telanjang,” kataku.

“Jangan kurang ajar kamu!” kata Tante Irma dan Tante Nita dengan marah dan menundingnya. “Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Tante, saya kan nggak sengaja, justru Tante-Tante sendiri yang ceroboh kan,” jawabku sambil menggeser dudukku lebih dekat lagi.

“Bagaimana Tante?”

“Hei.. jangan kurang ajar, keterlaluan!!” bentak Tante Nita sambil menepis tanganku.

“Bangsat.. berani sekali, kamu kira siapa kami hah.. dasar orang kampung!!” Tante Irma menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke wajahku.

“Hehehe.. ayolah Tante, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima paman di kantor, wah bisa- bisa Tante semua jadi terkenal deh!!” kataku lagi.

Kulihat kananku Tante Irma tertegun diam, kurasa dia merasakan hal yang kuucapkan tadi. Kenapa harus kami yang tanggung jawab,

“Tante-Tantemu yang lain kok tidak?” tanya Tante Irma lemas.

“Oh, nanti juga mereka akan dapat giliran,” jawabku.

“Bagaimana Tante? Apa ssudah berubah pikiran?”

“Baiklah, tapi kamu hanya melihat saja kan?” tanya Tante Nita.

“Iya, dan kalau boleh sekalian memegangnya?” jawabku.

“Kamu jangan macam-macam Anto, hardik Tante Irma.”

“Biarlah Mbakyu, daripada ketahuan,” jawab Tante Nita sambil berdiri dan mulai melepas pakaiannya, diikuti Tante Irma sambil merengut marah.

Hingga tampak kedua Tanteku itu telanjang bulat dihadapanku. Tante Irma walau ssudah berusia 45 tahun tapi tubuhnya masih montok, dengan kulit kuning langsat dan sedikit gemuk dengan kedua payudaranya yang besar menggantung bergoyang-goyang dengan puting susunya juga besar.

Turun kebawah tampak pinggulnya yang lebar serta bulu hitam di selangkangan amat lebat. Tidak kalah dengan tubuh Tante Nita yang berusia 37 tahun dengan tubuh langsing berwarna kuning langsat, serta payudaranya yang tidak begitu besar tapi nampak kenyal dengan puting yang sedkit naik keatas.
Pinggulnya juga kecil serta bulu kemaluannya di selangkangan baru dipotong pendek.

“Ssudah Anto?” tanya Tante Irma sambil mulai memakai bajunya kembali.

“Eh, belum Tante, kan tadi boleh pegang sekalian, lagian saya belum lihat vagina Tante berdua dengan jelas,” jawabku.

“Kurang ajar kamu,” kata Tante Nita setengah berteriak.

“Ya sudah kalo nggak boleh kukirim foto Tante berdua nih?” jawabku.

“Baiklah,” balas Tante Irma ketus,

“Apalagi yang mesti kami lakukan?”

“Coba Tante berdua duduk di sofa ini,” kataku.

“Dan buka lebar-lebar paha Tante berdua,” kataku ketika mereka mulai duduk.

“Begini Anto, Cepat ya,” balas Tante Nita sambil membuka lebar kedua pahanya.

Hingga tampak vaginanya yang berwarna kemerahan.

“Tante Irma juga dong, rambutnya lebat sih, nggak kelihatan nih,” kataku sambil jongkok diantara mereka berdua.

“Beginikan,” jawab Tante Irma yang juga mulai membuka lebar kedua pahanya dan tangannya menyibakkan rambut kemaluannya kesamping hingga tampak vaginanya yang kecoklatan.

“Anto pegang sebentar ya?” kataku sambil tangan kananku coba meraba selangkangan Tante Irma sementara tangan kiriku meraba selangkangan Tante Nita. Kumainkan jari-jari kedua tanganku di vagina Tante Irma dan Tante Nita.

“Sudah belum, Anto.. Ess..,” kata Tante Irma sedikit mendesah.

“Eeemmhh.. uuhh.. jangan Anto, tolong hentikan.. eemmhh!” desah Tante Nita juga ketika tanganku sampai ke belahan kemaluannya.

“Sebentar lagi kok Tante, memang kenapa?” tanyaku pura-pura sambil terus memainkan kedua tanganku di vagina Tante Irma dan Tante Nita yang mulai membasah.

“Eh, ini apa Tante?” tanyaku pura-pura sambil mengelus-selus klitoris mereka.

“Ohh.. Itu klitoris namanya Anto, jangan kamu pegang ya..,” desis Tante Irma menahan geli.
“Iya

jangan kamu gituin klitoris Tante dong,” dasah Tante Nita.

“Memang kenapa Tante, tadi katanya boleh,” kataku sambil terus memainkan klitoris mereka. “Sshh.., oohh.., geliss.., To,” rintih Tante Irma dan Tante Nita.

“Ini lubang vaginanya ya Tante?” tanyaku sambil memainkan tanganku didepan lubang vagina mereka yang semakin basah.

“Boleh dimasukin jari nggak Tante?”

Kembali jariku membuka belahan vagina mereka dan memasukkan jariku, slep.. slep.. bunyi jariku keluar masuk di lubang vagina Tante Nita dan Tante Irma yang makin mendesah-desah tidak karuan,
“Jangan Anto, jangan kamu masukin jari kamu.. Oohh..,” rintih Tante Nita.

“Jangan lho Anto.. sshh..,” desah Tante Irma sambil tangannya meremasi sofa.

“Kenapa? Sebentar saja kok, dimasukkin ya,” kataku sambil memasukkan jari tengahku ke vagina mereka masing-masing.

“Aaahh.., Anto..,” desah Tante Irma dan Tante Nita bersama-sama mersakan jari Anto menelusur masuk ke lubang vagina mereka.

“Ssshh.. eemmhh..!!” Tante Irma dan Tante Nita mulai meracau tidak karuan saat jari-jariku memasuki vagina dan memainkan klitoris mereka.

“Bagaimana Tante Irma,” tanyaku mulai memainkan jariku keluar masuk di vagina mereka.

“Saya cium ya vagina Tante Irma ya?” tanyaku sambil mulai memainkan lidahku di vaginanya.
“Sebentar ya Tante Nita,” kataku.

“Jangan.., sshh.. Anto.. ena.., rintih Tante Irma sambil tangannya meremasi rambutku menahan geli.

“Gimana Tante Irma, geli tidak..,” tanya Anto.

“Ssshh.. Anto.. Geli ss..,” rintihnya merasakan daerah sensitifnya terus kumainkan sambil tangannya meremasi sendiri kedua payudaranya.

“Teruss.. Anto,” desis Tante Irma tak kuat lagi menahan nafsunya.

Sementara Tante Nita memainkan vaginanya sendiri dengan jari tanganku yang ia gerakkan keluar masuk. Dan Tante Irma kian mendesah ketika mendekati orgasmenya dan

“Aaahh ss.., Tante sudah nggak kuat lagi,” rintih Tante Irma merasakan lidahku keluar masuk dilubang vaginanya.

“Tante Irma keluar Anto..,” desah lemas Tante Irma dengan kedua kakinya menjepit kepalaku di selangkangannya. Tahu Tante Irma sudah keluar aku bangkit lalu pindah ke vagina Tante Nita dan kubuka kedua pahanya lebar-lebar. Sama seperti Tante Irma Tante Nita juga merintih tidak karuan ketika lidahku mengocok lubang vaginanya.

“Aah ss.., Antoo,.., enak ss..,” rintih Tante Nita sambil menekan kepalaku ke selangkangannya.

Tante Nita di sofa dan kubuka lebar-lebar pahanya. Kubenamkan lidahku liang vagina Tante Nita, ku sedot-sedot klitoris vagina Tante Nita yang ssudah basah itu,

“Teruss.., Antoo.., Tante.., mau kelu.. Aah ss..,” rintih Tante Nita merasakan orgasme pertamanya. Anto lalu duduk diantara Tante Irma dan Tante Nita.

“Gantian dong Tante, punyaku sudah tegang nih,” menunjukkan sarung yang aku pakai tampak menonjol dibagian kemaluanku pada Tante Irma dan Bullik Nita. Kuminta mereka untuk menjilati kemaluanku.

“Kamu nakal Anto, ngerjain kami,” kata Tante Irma sambil tangannya membuka sarungku hingga tampak penisku yang mengacung tegang keatas.

“Iya.., awas kamu Anto.. Tante hisap punya kamu nanti..,” balas Tante Nita sambil memasukkan penisku kemulutnya.

“Ssshh.. Tante.. terus..,” rintih Anto sambil menekan kepala Tante Nita yang naik turun di penisnya. Tante Irma terus menjilati penisku gantian dengan Tante Nita yang lidahnya dengan liar menjilati penisku, dan sesekali memasukkannya kedalam mulunya serta menghisap kuat-kuat penisku didalam mulutnya. Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp.. demikian bunyinya ketika dia menghisap.

“Sudah.. Tante, Anto nggak kuat lagi..,” rintih Tante Nita sambil mengangkat kepalaku dari vaginanya.
“Tunggu dulu ya Tante Irma, biar saya dengan Tante Nita dulu,” kataku sambil menarik kepala Tante Irma yang sedang memasukkan penisku kemulutnya.

“Tante Tina sudah nggak tahan nih,” kataku sambil membuka lebar-lebar kedua paha Tante Nita dan berlutut diantaranya.

“Cepatss.. Anto,” desah Tante Nita sambil tangannya mengarahkan penisku ke vaginanya. “Asshhss..,” rintih Tante Nita panjang merasakan penisku meluncur mulus sampai menyentuh rahimnya. Tante Nita mengerang setiap kali aku menyodokkan penisnya.

Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati “perkosaan” ini, aku tidak peduli lagi orang ini sesungguhnya adalah Tanteku sendiri. Kuminta Tante Nita untuk menjilati vagina Tante Irma yang jongkok diatas mulutnya.

“Ushhss.. Geli dik,” desis Tante Irma setiap kali lidah Tante Nita memasuki vaginanya. Sementara aku sambil menyetubuhi Tante Nita tanganku meremas-remas kedua payudara Tante Irma. Tiba-tiba Tante Nita mengangkat pinggulnya sambil mengerang panjang keluar dari mulutnya. “Ahhss.. Anto Tante keluar.. ”

“Sudah keluar ya Tante Nita, sekarang gilran Bu Irma ya,” kataku sambil menarik Tante Irma untuk naik kepangkuanku.

Tante Irma hanya pasrah saja menerima perlakuannya. Kuarahkan penisku ke vagina Tante Irma Lalu Aaahh.. desah Tante Irma merasakan lubang vaginanya dimasuki penisku sambil pinggulnya mulai naik turun. Kunikmati goyangan Tante Irma sambil ‘menyusu’ kedua payudaranya yang tepat di depan wajahku, payudaranya kukulum dan kugigit kecil.

“Teruss.. Tante, vagina Tante enak..,” rintihku sambil terus dalam mulutku menghisap-hisap puting susunya.

“Penis kamu juga sshh..” rintih Tante Irma sambil melakukan gerakan pinggulnya yang memutar sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat.

“Sebentar Tante, coba Tante balik badan,” kataku sambil meminta Tante Irma untuk menungging.
Kusetubuhi Tante Irma dari belakang, sambil tanganku tangannya bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya. Harus kuakui sungguh hebat wanita seumur Tante Irma mempunyai vagina lebih enak dari Tante Nita yang berusia lebih muda. Sudah lebih dari setengah jam aku menggarap Tante Irma, yang makin sering merintih tidak karuan merasakan penisku menusuk-nusuk vaginanya dan tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang-goyang akibat hentakan penisku di vaginanya.

“Ssshh.. Anto, Tante mau keluar..” rintih Tante Irma.

“Sabarr.. Tante, sama-sama,” kataku sambil terus memainkan pinggulku maju-mundur.

“Aaahh ss.., Tante Irma keluar..,” melenguh panjang.

“Saya belum, Tante,” kataku kecewa.

“Pake susu Tante aja ya,” jawab Tante Irma jongkok didepanku sambil menjepitkan penisku yang ssudah licin mengkilap itu di antara kedua payudaranya yag besar, lalu dikocoknya.

“Terus, Tante enak ss..,” rintihku.

Melihat hal itu Tante Nita bangun sambil membuka mulutnya dan memasukkan penisku ke mulutnya sambil dihisap-hisap. Tak lama setelah mereka memainkan penisku, mengeluarkan maninya menyempot dengan deras membasahi wajah dan dadaTante Irma dan Tante Nita.

“Terima kasih ya Tante,” jawabku sambil meremas payudara mereka masing-masing.

Cerita Dewasa Cairan Cinta

Menurutku, penampilanku sendiri hanya tergolong biasa saja, ukuran bra 34B, tinggiku 165 cm dengan berat badan 51 kg. secara penampilan fisik tergolong biasa saja bukan? Mungkin yang menjadi daya tarikku adalah kelakuanku yang centil, apalagi aku termasuk aktif di ekstrakurikuler cheerleader (dimana di ekstrakurikuler inilah aku kehilangan keperawananku, tapi itu akan kuceritakan nanti).

Cerita-Sex-Cairan-Cinta

Kali ini aku akan menceritakan pengalaman seksku dengan guruku sendiri yaitu saat ujian kenaikan kelas. Ya, waktu itu adalah ujian kenaikan kelas dari kelas XI menuju kelas XII, aku sendiri mengambil jurusan IPA.

Sebenarnya aku merasa cukup memiliki kemampuan dalam mayoritas pelajaran, hanya saja yang menjadi momokku adalah pelajaran sejarah. Aneh bukan? Aku ada di jurusan IPA tapi masih mendapat pelajaran sejarah. Ya itulah kebijakan kurikulum di sekolahku. Mau tak mau aku tetap harus belajar sejarah

Yang menjadi momok utama dalam pelajaran sejarah adalah hafalannya. Bayangkan saja aku harus menghafalkan tahun perang-perang kemerdekaan, tokoh-tokohnya serta prosesnya. Oh My God ! itu adalah momok buatku.

Walaupun sebenarnya guru sejarah di sekolahku cukup kece. Namanya Pak Ahmad, baru berumur 27 tahun dan baru saja diangkat menjadi PNS. Orangnya mengajar sejarah dengan metode yang tepat, tapi karena memang aku sendiri dari awal tidak suka sejarah, tetap saja aku ngeblank.

Kembali ke topik utama, saat itu adalah hari Sabtu, hari terakhir ujian kenaikan kelas, dan tentunya menunya adalah mata pelajaran sejarah. Ujian sendiri dimulai pukul 10.00, bergantian dengan adik-adik kelas X, sementara kakak kelas XII sudah menyelesaikan UNAS nya.

Sejak awal aku sudah merasa pasrah dengan ujian ini karena seberapa keras pun aku belajar, tetap saja semua materi tidak ada yang bisa kupahami, seakan ada tembok besar di otakku. Merasa sudah tidak bisa berkompromi lagi dengan otakku, aku pun akhirnya punya pikiran licik.

Bagaimana jika menggunakan metode “gratifikasi seks”. Aku merasa metode ini memang beresiko, bagaimana jika ternyata Pak Ahmad bukan tipe yang mudah tergoda dan malah melaporkan aku ke kepala sekolah, bisa-bisa aku ditendang dari sekolah ini. Tapi jika aku tetap mengandalkan “otak dengan tembok besar” milikku, aku pun terancam tidak naik kelas yang menurutku tidak jauh beda artinya dengan drop out.

Akhirnya berbekal sebuah alamat, jam 7 pagi aku meluncur dengan mobilku menuju rumah Pak Ahmad. Sesampainya disana, aku pun segera mengetuk pintu rumahnya.

“selamat pagi” sahutku sambil mengetuk pintu rumahnya.

“ya, siapa disana?” terdengar suara Pak Ahmad menjawab.

“ini Nindy pak, saya ingin berkonsultasi sejenak masalah materi sejarah” sahutku dengan alasan yang kubuat-buat dan penuh dengan strategi.

“oh ya, silakan masuk Nindy” Pak Ahmad berkata sambil membuka pintu. Kulihat Pak Ahmad sudah memakai seragam warna krem khas PNS.

“mohon maaf Pak, saya pagi-pagi kesini, saya ingin bertanya sedikit tentang materi sejarah, saya masih bingung”

“oh ya silakan duduk dulu Nindy, materi mana yang masih bingung?”

“ini pak, materi tentang peristiwa kembalinya Belanda ke Indonesia sesudah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, sebenarnya apa maksud Belanda kembali ke Indonesia itu pak” aku pun mulai berbasa-basi menjelaskan kebingunganku yang sebenarnya kubuat-buat sembari aku mulai agak menaikkan rok seragam pramukaku sehingga menampakkan tato lumba-lumba di bagian pahaku.
“wah kamu punya tato lumba-lumba ya, mirip Luna Maya aja” Pak Ahmad nyeletuk ketika melihat tatoku.

“Pak Ahmad doyan bokep juga ya, kok bisa tahu kalo Luna Maya punya tato lumba-lumba pak, hehehe” Aku berkata sambil nyengir, ternyata Pak Ahmad sudah hampir terperangkap dalam strategiku.

“ah kamu bisa-bisa aja nin, cowok mana sih yang ga suka bokep Luna Maya, dia cantik lagi kan”

“kalo sama nindy cantik mana pak? Pasti cantik Nindy kan? Hehehe”

“emang apa untungnya bilang kamu cantik?”

“bapak maunya apa dong? Apa maunya bapak pasti Nindy turuti, tapi Nindy juga pengen bonusnya ya pak”

“bonus apaan Nin? Kalo kamu minta bonus saya juga minta bonus dong”

“hmm, Pak Ahmad gak mau kalah ya, kalo saya sih cuma minta nilai Sejarah saya bagus pak, saya sebenarnya masih tidak paham masalah Sejarah”

“ooh, gampang kalo masalah itu, sudah kamu pulang saja dulu sekarang, nanti sehabis ujian kamu ke ruang guru ya temui saya”

“oke pak”

Setelah itu, aku pun langsung pulang karena waktu masih menunjukkan pukul 07.30, masih terlalu pagi jika ke sekolah. Sebenarnya dalam hatiku masih bertanya-tanya apa maksud Pak Ahmad memanggilku setelah selesai ujian. Tapi ah biarlah, yang penting ujian sejarahku bisa dapat nilai bagus.

Waktu pun dengan cepat berlalu, ujian sejarah yang amat sangat susah itu pun selesai. Jam menunjukkan pukul 11.30 ketika aku beranjak keluar dari ruang ujian. Tanpa menunggu lama, aku pun menuju ke ruang guru dan mencari Pak Ahmad.

Pak Ahmad waktu itu terlihat sedang membaca koran di ruang guru karena peraturan di sekolahku guru mata pelajaran yang bersangkutan dilarang menjaga saat ujian. Mungkin dikhawatirkan terjadi “main empat mata”, misalnya dengan memberi kunci jawaban pada anak didik kesayangannya. Akhirnya tanpa basa-basi aku pun menghampiri Pak Ahmad.

“maaf Pak Ahmad, ada apa memanggil saya kesini setelah ujian”

“oh kamu Nindy, lebih baik kita menyelesaikan masalah ini di ruang BP saja biar enak tanpa gangguan” kata Pak Ahmad sembari beranjak dari kursinya dan berjalan menuju ruang BP di sebelah ruang guru. Kebetulan saat itu semua guru BP sudah pulang karena lagi-lagi peraturan di sekolahku tidak mengizinkan guru BP untuk menjaga saat ujian.

Guru yang tersisa di ruang guru pun hanya sekitar 5 orang selain Pak Ahmad dan mereka pun juga terlihat sedang berkemas-kemas untuk segera pulang. Maklum hari ini adalah hari Sabtu dan sudah menjelang siang.

Pak Ahmad tampak bergegas memasuki ruang BP dan aku pun segera memasuki ruangan tersebut. Dalam hatiku aku masih bingung, apakah Pak Ahmad benar-benar sudah memasuki perangkapku atau Pak Ahmad berniat memberikan “wejangan khusus” kepadaku karena perlakuanku yang “agak tidak sopan” ketika aku berkunjung ke rumahnya tadi.

Tapi pikiran yang terbelah itu pun seakan semakin mengerucut ke satu hal ketika aku melihat Pak Ahmad celingukan di luar kemudian mengunci pintu. Yess, aku yakin Pak Ahmad sudah masuk ke dalam perangkapku.

Sebagai gambaran, ruang BP di sekolahku ini merupakan ruang tertutup tanpa jendela dengan dua buah ruang khusus yang sepertinya kedap suara di dalam ruang BP ini. Tentunya dua ruangan khusus itu digunakan para guru BP ketika memberikan “wejangan khusus” terhadap anak didik yang perlu diberikan pembinaan.

Dengan tidak sabar Pak Ahmad segera menarikku menuju salah satu ruangan kedap suara tersebut hingga aku merasa tanganku sedikit sakit.

“aduh pak, sakit pak, ada apa bapak kok tergesa-gesa begini?” aku berkata sambil agak meringis kesakitan. Pak Ahmad terlihat mengunci pintu ruangan ini dari dalam tanpa menjawab pertanyaanku ini. Seketika kemudian, Pak Ahmad segera meremas payudaraku.

“pak, ada apa ini?” aku berkata agak jual mahal.

“sudahlah Nindy jangan sok jual mahal, kamu mau nilai sejarah kamu bagus kan? Gampang, bisa aku kasih nilai sepuluh asalkan kamu menemani saya tidur 3x. Yang pertama tentu sekarang, oke sayang?”

Aku pun hanya terdiam saja membiarkan tangannya mulai bergerilya. Satu tangannya meremas payudaraku dan satu tangan lainnya meremas kemaluanku dari luar. Aku rasa Pak Ahmad ini orangnya sangat berpengalaman dalam urusan seks karena gerilya tangannya amat terampil dalam merangsang hingga aku pun mulai melenguh merasakan kenikmatan.

“ouuuchhh, pak teruskan pak, aku milikmu sekarang”

“hehe tenang saja nin, aku pasti memuaskanmu hari ini” Pak Ahmad berkata sambil sesaat kemudian mencium bibirku dengan buas. Tangan Pak Ahmad pun mulai bergerilya mencopoti kancing seragam pramukaku sementara aku pun tak tinggal diam, aku juga melepas kancing kemeja seragam PNS nya.

Ketika semua kancing bajuku sudah terlepas semua, Pak Ahmad tidak melepaskannya, tetapi ia justru kembali merangsang kemaluanku dari luar dengan agresif sehingga aku pun mulai melenguh lagi.

“aaaaah paaaaaak” aku pun berteriak ketika merasakan kenikmatan luar biasa itu. Pak Ahmad sungguh sangat terampil memancing nafsu seksku. Tak terasa vaginaku pun mulai basah oleh cairan cintaku.

Melihat aku yang mulai terangsang hebat, Pak Ahmad mengarahkan tanganku untuk meremas kemaluannya yang terasa sudah tegang. Sepertinya kemaluannya cukup besar jika kuraba.

“gimana sayang, sudah gak sabar pengen dimasukin kontol kan?”

Melihat aku hanya diam saja ketika ia bertanya seperti itu, ia pun memberikan sinyal agar aku berbaring di meja. Meja di ruangan khusus itu cukup besar sehingga ketika aku berbaring disitu pun kakiku masih bisa selonjor dengan nyaman.

Ketika aku sudah berbaring, Pak Ahmad pun mulai menyibakkan rokku ke atas dan mulai melepas celana dalamku yang basah oleh cairan cintaku.

“wow sayang, vaginamu sudah memanggil-manggil kontol papa untuk segera dimasukkan” Pak Ahmad berkata sambil melepas ikat pinggang, memelorotkan celanan kremnya hingga lutut dan mengeluarkan sang burung dari sangkarnya. Dan benar saja, kontol Pak Ahmad tampak cukup besar.

kemudian Pak Ahmad menyodorkan kontolnya di depan mukaku, sepertinya berharap aku akan melakukan blow job di kontolnya.

“ayo sayang dikulum dulu dong kontol papa, biar gampang masuk goanya”

“ih papa, Nindy gak pernah blow job, kontol kan sarang bakteri, nanti kalo masuk mulut Nindy jadi penyakit dong, Nindy ludahin aja ya terus dikocok.” Aku berkata dengan sehormat mungkin agar Pak Ahmad tetap merasa nyaman.

Aku memang belum pernah melakukan blow job selama aku ML, baik itu dengan Ricky cowokku maupun dengan Anton, kakakku (cerita seks dengan mereka berdua akan aku ceritakan di bagian lain).

“iya deh sayang, tp harus sampe keluar precum ya sayang”

Aku pun mulai meludahi kontol Pak Ahmad dan mulai mengocoknya. Aku memang tak pernah blow job, tapi masalah mengocok kontol, aku cukup ahli. Ricky pun pernah sampai orgasme hanya dengan kukocok dengan metode meludahi ini.

Terbukti tak berapa lama Pak Ahmad mulai melenguh dan keluarlah cairan precum itu. Merasa kontolnya sudah terlayani dengan baik oleh tanganku dan sudah keluar precum, Pak Ahmad mulai mengarahkan kontolnya menuju guaku.

“sayang, papa masukin ke gua ya”

Aku pun hanya diam saja sambil memejamkan mata hingga mulai terasa kontol Pak Ahmad mulai berpenetrasi memasuki liang kenikmatanku. Memang aku sudah tidak perawan dan sudah sekitar 5x ML, tapi vaginaku masih cukup seret sehingga kontol Pak Ahmad masih cukup kesulitan untuk memasuki liang kenikmatanku.

“uh sempit banget lubang guanya sayang, papa suka ini”

Dengan beberapa kali percobaan, mulailah kontol Pak Ahmad masuk ke dalam gua milikku.

“uuggghh pak, pelan-pelan pak, terasa agak sakit”

“iya sayang, sabar ya, gua milikmu sempit banget sayang, kontol papa terasa diperes”

Dengan penuh kesabaran, Pak Ahmad melakukan penetrasi hingga semua batang kejantanannya masuk ke dalam vaginaku. Setelah semua batang penisnya masuk, Pak Ahmad diam sejenak.

“sayang, masih terasa sakit nggak? Kalo sudah nggak papa mulai goyang nih”

“uuugh, udah gak begitu sakit pak, cuma terasa penuh aja vaginaku”

“ya udah, papa genjot sekarang ya”

Tanpa menunggu jawaban dariku, Pak Ahmad mulai menggoyang pantatnya naik turun hingga batang penisnya keluar masuk dari liang kenikmatanku. Sungguh saat itu rasanya seperti terbang ke langit ketujuh. Apalagi Pak Ahmad menggoyang dengan sangat lembut, membuat aku merasakan kenikmatan berlapis.

“uuugghh, paaak, enaak bangeeet”

“sayaaang, memekmuu sereet bangeeet, kontol papaa kayaaak dipijaaat” Pak Ahmad berkata sambil terbata-bata, sepertinya ia juga merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Sekitar sepuluh menit Pak Ahmad menggoyang, aku pun mulai merasakan orgasme pertamaku dan berteriak dengan keras.

“aaaaaah paaaak, aku sampeeeeek”

“keluarkaan ajaa sayaaang”

Sejurus kemudian aku merasakan pipis, bukan sekedar pipis biasa, tapi disertai dengan rasa nikmat yang luar biasa.

Melihat aku mencapai orgasme pertamaku, Pak Ahmad pun berhenti dan mencabut kontolnya dari vaginaku.

“lho kok udahan pak?”

“sebentar sayang, papa mulai kegerahan meladeni kebinalan kamu, papa nyalakan AC dulu ya”

Terlihat Pak Ahmad memang berkeringat, sampai kemeja kremnya agak sedikit basah. Aku pun heran melihat Pak Ahmad melakukan aktivitas seks tanpa telanjang. Hanya membuka kancing kemeja dan memelorotkan celana panjangnya hingga selutut. Bahkan ia masih memakai sepatunya.

“pak, kok bajunya gak dilepas aja sih? Kan lebih enak kalo telanjang”

“papa habis ini buru-buru pulang sayang, ditunggu teman”

Setelah menyalakan AC, Pak Ahmad pun mulai melanjutkan aktivitas seksnya. Kali ini ia mulai dengan membuka braku dan melemparkannya. Dari tadi memang braku masih berada di tempatnya, hanya kancing kemejaku terbuka dan rokku tersingkap ke atas. Celana dalamku memang daritadi sudah dilepas oleh Pak Ahmad.

Setelah membuka braku, Pak Ahmad mulai menyusu dengan tak sabar di payudara kiriku, sementara payudara kananku diremas-remas oleh tangannya. Hal ini membuat aku kembali terangsang hebat.

“aaaaah paaaaak” aku hanya berteriak. Aku tak tahan dengan rangsangannya. Memang patut kuacungi jempol. Ia mampu membuat nafsu seksku bangkit dengan segera.

“paaaak, buruaaan masukiiin lagiii paaak”

Melihat aku merengek, Pak Ahmad pun segera memegang penisnya dan mulai mengarahkan ke vaginaku. Kali ini cukup lancar masuk karena vaginaku sangat basah oleh cairan orgasme pertamaku.

“aaah, paaak, goyaaang teruuuuss”

Pak Ahmad pun di ronde kedua ini tampak bersemangat sekali. Sepertinya tak sabar ingin segera menuntaskan permainan cinta ini. Aku pun merem melek merasakan kenikmatan. Kontol Pak Ahmad yang besar membuat gesekan antara batangnya dengan klitorisku terasa sangat sensasional. Hingga sekitar lima menit kemudian, aku pun mulai merasakan akan orgasme untuk kedua kalinya.

“paaaak, Nindy keluar lagiiiiii” aku berteriak diiringi keluarnya cairan cintaku untuk yang kedua kalinya.

Tapi kali ini Pak Ahmad tidak menghentikan goyangannya, justru ia makin agresif menggoyang hingga beberapa saat kemudian vaginaku terasa disiram oleh cairan hangat.

“aaaaah papaaa keluaaaaaar” Pak Ahmad berteriak sambil meremas-remas payudaraku. Terasa penisnya berkedut-kedut dan menyemprotkan cairan hangat berkali-kali.

Aku pun segera tersadar. Pak Ahmad rupanya mengeluarkan spermanya di dalam vaginaku.

“paaak, kok dikeluarin di dalem siiih? Kalo Nindy hamil gimana?” aku berteriak protes kepada Pak Ahmad yang ambruk di atasku. Aku sendiri tidak yakin apakah sekarang adalah masa suburku. Tetapi tetap saja sperma yang dikeluarkan di dalam vaginaku berpotensi membuahi sel telur.

“maaf sayang, papa hilang kesadaran, habisnya memek kamu seret banget” Pak Ahmad berkata dengan lembut dan dengan segera melumat bibirku. Aku pun tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya berharap spermanya mati semua sebelum bisa membuahi sel telur.

Setelah beberapa saat, Pak Ahmad beranjak sambil mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Ketika aku melongok ke bawah, terlihat cairan putih keluar dari vaginaku dengan lumayan deras. Rupanya itulah kombinasi cairan cinta kami berdua. Melihat itu, Pak Ahmad segera mengambil celana dalamku dan mengusapkannya di lelehan cairan itu.

“paak, kok CD nya Nindy yang dipake bersihin?”

“gak papa sayang, buat kenang-kenangan aja, CD kamu papa ambil ya. Kamu pake CD papa aja nih, daripada memek kamu kedinginan” Pak Ahmad berkata sambil memelorotkan sepenuhnya CD nya dan melemparkannya ke arahku. CD ku ia pakai untuk mengelap kontolnya hingga bersih, kemudian ia pun memakai kembali celana panjangnya sambil merapikan kemejanya.

“lho pak, gak pake CD?”

“iya sayang, gakpapa kok, habis ini dipakai tempur lagi kontol papa. Untuk seks yang bagian kedua dan ketiga, nanti papa hubungi kamu lewat HP ya”

Aku masih agak tidak tersadar dengan ucapan Pak Ahmad. Aku pun segera bangun, memakai CD Pak Ahmad yang tentu saja kebesaran dan merapikan seragamku. Tak apalah CD nya agak kebesaran, yang penting vaginaku tidak kedinginan, hehehe.

Setelah merapikan diri masing-masing, kami pun segera keluar dari ruang BP, tentu saja dengan hati-hati agar tidak ketahuan. Untungnya sekolah sudah sepi. Kami pun berpisah di gerbang sekolah. Aku beranjak menuju parkir di samping gedung dan Pak Ahmad keluar dari gerbang menuju jalan raya. Sepintas aku lihat sesosok wanita berseragam PNS dihampiri oleh Pak Ahmad.

Ah rupanya itu Bu Vonny. Aku pun mulai tersadar akan ucapan Pak Ahmad tadi. Sepertinya Pak Ahmad akan melanjutkan kegiatan percintaannya dengan Bu Vonny. Ah sudahlah, yang penting aku dapat bagian yang pertama.

Diri-Ku Terlena

Sudah lama aku tidak ngborol mesra dengan dia, mungkin waktu waktu tertentu jika pulang kantor datau kita janjian terlebih dahulu, kalau suamiku sedang acara dia yang menjemputku soalnya kita satu komplek.

Diri-Ku Terlena

Walau Papi pergi untuk 4 s/d 7 hari, tidak tiap hari aku dijemputnya di rumah, kadang dia berangkat duluan pagi-pagi atau paling banter kami konvoy. Dan dia paling suka mengemudi di belakang mobil Papi. Katanya,”Secara psikologis lebih enak mengejarmu dari belakang jadi ada motivasi nih..”

Kemarin siang dia bilang kalau istrinya telpon, tidak bisa pulang, sehingga dia diminta datang ke Semarang. Ibu adalah manager personalia di sebuah bank, sementara GM-ku sebelum ke Yogya adalah GM di Semarang. Wah dia regret. Soalnya hotel lagi penuh. Jadilah mereka tidak bertemu akhir pekan itu. Dia langsung mengajakku,

“Mami.. Yuk kita main!?” ujarnya mengingat malam berikutnya Papi akan pulang.

“Di tempatmu aja ya?” aku mengangguk setuju.

Jadi malam itu aku masih di hotel. Maklum besok Sabtu, cuma sampai jam 12. Aku keasyikkan dengan notebookku, sampai tiba-tiba mendapat SMS dari GM menanyakan aku di mana. Dia sendiri baru pulang dari sebuah acara undangan dan kelihatan lelah sekali.

Belum sempat menjawab SMSnya dia sudah berdiri di pintu kantorku. Sosok gagah tinggi besar 185 cm dan agak kekar diusianya ke 42 berdiri dengan senyum khasnya dan..

“Eeehh. Belum pulang?” sapanya mesra

“.. Khan nungguin Papa,” sahutku sekenanya langsung log-off dari pusatceritadewasa.

“Ayo deh. Aku kawal di belakang..” jawabnya seperti biasa”In five minutes. Okay?”

“Yes sir” jawabku dan langsung aku ‘rusuh’ melipat notebookku dan seterusnya.

Pagi hari dia SMS kalau akan mampir menjemputku. Hari itu aku sengaja berbusana kesukaannya blus berkerah shanghai biru muda satin dengan kancing-kancing putih yang berbaris rapih dan lurus dari leher ke bawah. Kupilih rok abu-abuku. Dan sepatu pemberiannya padaku, haknya tidak terlalu tinggi karena untuk dipakai kerja. Ketika Grand Corollanya berhenti di depan rumahku. Aku segera keluar dan mengunci rumah dari luar.

“Suit, shiuu.. Waduh waduh my honey cantiknya.. dari atas sampai bawah..” sapanya kagum.

“Idiih Papa, ini khan semua Papa yang beliin khan,” jawabku manja sambil masuk ke dalam mobilnya.

Hari itu kami sibuk masing-masing. Tiba di rumahku. Aku bikinkan Papa, Nescafe kesukaannya lalu aku gorengkan pisang goreng kesukaannya. Belum sempat kami berganti baju. Bahkan masih bersepatu.

Kami duduk nonton DVD, di lantai di atas bantal besar dan di peluknya dari belakang. Hangat.. Sampai kira-kira jam 18.30, kemudian aku beranjak hendak membuatkan makan malam. Diikutinya aku ke dapur.. tahu-tahu Papa melilitkan tali temalinya dengan tali pramuka yang warna putih, ke payudaraku. Mulai atas dan bawah. 4-5 kali lilitan.

“Paa. Sabar dulu, khan mau masak nih..”

“Biar Papa yang masakin buat Mami juga yaa,” lembutnya dia berbisik hingga telingaku mulai terasa geli, sambil sementara dia simpulkan ikatan di tubuhku kemudian menarik kedua pergelangan tanganku kebelakang, menekuknya agak ke atas lalu disambungkan dengan tali yang sudah mengikat di dada dan lengkaplah tanganku terikat erat oleh Papa.

Dibiarkannya aku berdiri sambil menyaksikan Papa yang sedang menyalakan kompor. Menuangkan minyak. Kemudian membuat campuran bumbu, menyiapkan nasi yang sudah ada lalu dituangkan semua ke dalam wajan.

“Nasi Goreng ya Paa.??”

“Betul Mami. sudah lapar khan?” aku hanya tersenyum sambil menunggui Papa masak dengan tangan terikat di punggung.

“Kklikk.!” Papa mengambil gambar dengan Nokia 3650 satu kali, dengan Nokia 6600nya sekali.
“Ah. Paapaa.” sergahku malu di photo dalam keadaan terikat.

“Mami tunggu dulu di ruang makan deh” Aku beranjak tinggalkan dia (memang kakiku tidak diikat) dan berjalanlah aku dengan tangan terikat. Menuju ruang makan.

Papa segera menyelesaikan masaknya. Membersihkan dapur rumahku, tidak lama dia mengajakku masuk ke dalam kamar. Kami duduk di ranjang. Lalu sendok demi sendok aku disuapinya sambil sesekali di sela dengan tawa candanya serta ciumannya yang hangat dikeningku.

Di biarkannya aku di ranjang usai makan. Namun kakiku yang masih bersepatu dia ikatkan jadi satu mulai atas lututku. Lalu ada lagi ikatan di pergelangan kakiku.

“Sebentar ya sayang. Nikmati dulu kesendirianmu. Nanti kalau sudah beres di dapur, pasti Papa segera memelukmu,” sambil menghidupkan AC di kamarku. Tinggallah aku sendirian di kamarku.

Dengan tangan dan kaki terikat erat dalam kemesraan dan rasa ketergantungan yang tinggi dalam ketidak berdayaan kepada Papa yang mengikatku. Berusaha aku mengatur dudukku. Kemudian merebahkan kepalaku pada bantal serta mengatur posisi tubuhku enggak memiring ke kanan, agar tanganku yang terikat kebelakang tidak perlu tertimpa oleh tubuhku.

Karena itu akan membuat tangan ini cepat kaku atau kesemutan.. Saking lelahnya badan ini maka akupun akhirnya terlelap..

Sesaat aku terjaga. Aku menoleh kesebelahku. Ternyata Papa tertidur di sisiku. Bertelanjang dada hanya memakai celana pendek tertidur dengan tangan yang memeluki diriku.

“Paa..?” Aku berusaha menyapanya tapi yang terdengar ditelingaku adalah, “Mmphh?” oh.. rupanya Papa telah menyumbat mulutku dengan lakban peraknya.

“Papaa.. Papa..” dalam hatiku menyadari mulut tersumbat yang menumbuhkan rangsangan sendiri serta ketergantungan padanya, “cepat-cepatlah bangun. Biar aku nggak ‘terlantar’ begini Pa”

Aku terlena dan kembali terlelap saat aku sadari rupanya Papa sudah terbangun sedang membelai-belai aku. Kemudian dengan ‘ganas’nya Papa mulai menciumi leherku, telingaku wah pokoknya seluruh wajahku tidak ada yang luput dari ciumannya. Diiringi desah suara dan emosi jiwanya yang meluncurkan kata,

“Yamo.. (ti amo = cinta) Mami.. Ahh..” berulang-ulang saat dirinya menciumiku habis.

“Mami.. Mmm Maammii.!” desahnya sambil membuka kancing blus shanghaiku pemberiannya saat ulang tahunku dari bawah lalu ke atas dan menyibaknya pelan-pelan supaya tidak rusak. Dengan cekatan dia lepaskan kancing braku yang ada di depan lalu diremas-remas payudaraku dengan lembut, lambat laun lebih kencang. Puting susuku dimainkan dengan lidahnya, diisap-isap mesra.

“Mmh.. Mmmh..!” desahku nikmat dan tenggelam dalam kehangatan dan rasa sayang Papa hingga rasanya aku melayang dengan rangsangannya yang membuat aku semakin dekat dengan orgasme saking sekian lamanya tidak merasakan kehangatan laki-laki, karena seringnya ditinggal suamiku terbang.

Papa kemudian menjelajahi tubuhku dengan ciuman dan lidahnya hingga keujung kakiku yang masih dia biarkan bersepatu model tali melintang di pergelangan, yang dia sebut ‘sepatu sexy’ itu sementara naluri birahiku semakin meninggi dan kelihatannya Papa tahu gelagatku.

Masih di ujung pergelangan kaki, Papa membuka tali-tali yang menyatukan kedua kakiku yang masih terikat pada pergelangan, ditariknya dengan mesra celana dalamku hingga lepas dari kakiku, kemudian mengikatkan kedua kakiku ke ujung kiri dan kanan tempat tidurku.

Tidak dilepasnya rok abu-abuku olehnya hanya diangkat hingga pinggang dan kembali ujung lidahnya bermain dari lutut hingga selangkangan, serta merta rangsangannya yang kuat dan oh. Nikmatnya! Membuat vaginaku mulai basah..

Tanpa malu-malu Papa yang seakan tahu kebutuhanku detik itu melepas celananya, dan terlihat penisnya yang sudah sangat menegang itu. Tubuh Papa yang lumayan kekar itu mulai menghimpit tubuhku yang tak berdaya dalam puncak kenikmatan.. “Ccrreett..” lakban peraknya yang menyumbat mulutku dilepasnya,

“Auuwww.!!” teriakku manja lalu Papa mencumbui bibirku, mengulum dengan lidahnya yang menjelajah di dalam mulutku.

“Aaarrgghh.. Papaa.. Jantanku..!” tanpa sadar aku bersuara nikmat saat vaginaku menyambut penis Papa.

Bergoyang keluar masuk dengan kerasnya memberikan kenikmatan yang tidak dapat aku lukiskan dengan kata-kata. Mas. Aku memang dalam keadaan terikat erat tak berdaya. Oleh kebanyakan wanita mungkin dirasakan sebagai penderitaan, namun bagiku, ini adalah ‘penderitaan yang sangat nikmat’

“Aaawwhh..” kurasakan cairan menyembur deras di vaginaku.

Papa sudah sampai pada ejakulasi dan telah memberi aku kenikmatan puncak. Memang dengan masalah penyakit kistaku yang belum dioperasi ini, aku tahu persis hubungan kami tidak meninggalkan resiko apa-apa.

Maka meluncur deraslah cairan sperma Papa memenuhi vaginaku..

“Aaarrgghh!” Kurasakan kenikmatan puncak dari seseorang yang aku cintai karena perhatiannya dan kehangatannya yang tiada tara. Sungguh aku lupa keadaanku kini, meski ku terikat erat, tali-tali yang mengikatku ini kurasakan sebagai sebuah pelukan yang sangat erat dari Papa, yang seolah enggan melepaskan diriku kembali ke pemilikku yang sesungguhnya.

Lelah kami bercengkrama, lalu akhirnya kami tertidur.. Beberapa jam kemudian

“Paa. Bukain dong tanganku. Saakiitt ni..!”

“Paa.” aku berusaha berbisik di telinganya.

Keadaan tubuhku yang belum berubah. Masih terikat tanganku kebelakang. Mulutku sudah tidak di plester lagi namun kakiku masih terikat erat ke masing-masing sudut tempat tidurku

“Saayaang. Lepasin ikatanku dong. Mmhh mm aahh!” kucium mesra telinganya.

“Eeerrgghh..!” erang Papa berusaha bangun dari pulasnya.

“Paa.” aku berbisik lagi di telinganya.

“Apa Mamii.!?” jawaban saja yang terdengar dan mata masih terpejam.

“Bukain dong. Kesemutan nich..!’

“Oohh..!” Papa akhirnya terbangun.

Duduk semenit. Lalu mulai melepaskan ikatan di tanganku. Kakiku. Tak lupa dia menciumku hangat sebelum semua ikatan ditubuhku dilepasnya. Jam menunjukkan pukul 4 pagi.. Papa kembali tertidur, sementara aku masih berbaring berpelukan di dada Papa yang bidang itu.

Setengah jam kemudian aku bangun, langsung mandi keramas membersihkan sekujur tubuhku.. Sementara mandi aku perhatikan bekas ikatan di pergelangan tanganku.. Tersenyum sendiri..

Tahu tahu Papa masuk langsung memeluki aku dengan hangatnya.

“Eh Papa sudah bangun?” kemudian lagi-lagi tanganku diikatnya ke belakang dengan tali pakaian bathrobeku yang berbahan handuk. Lalu aku digosoki sabun. Shampoo.. Suatu rasa yang sangat sensual dalam sentuhan tangannya, aahh..!!

Papa sudah berangkat kembali ke hotel sekitar jam 10, lalu rencana dia akan pergi ke Semarang untuk menemui istri dan anak-anaknya selama satu malam. Papi (suamiku) memang kembali hari ini semalam, transit dari Jakarta.

Besok dia akan terbang ke Bali, langsung terbang ke Sydney dan Melbourne Australia. Mungkin dia akan tiba sekitar jam 7 malam dengan pesawat terakhir dari Jakarta.

Segera aku beranjak, oh.. sudah jam 1 siang. Tidak terasa setelah tadi malam. Hari berlalu cepat. Aku meluncur ke Alfa, rencananya memang mau isi stok lemari es ku dengan makanan biar nanti kalau Papi mau makan, stok tetap ada. Pikirku. Sempat aku melewati hotelku, hotel kami (dengan Papa) dari kejauhan aku lihat mobil Papa segera meluncur keluar..

“Miillaa..!” handphoneku berbunyi, itu adalah telpon Papa yang memang ringtonenya adalah suaranya memanggil..

“Hi honey.!” Jawabku

“Mau kemana Mamii.!?” suara diseberang.

“Cuma ke Alfa aja kog. Belanja!”

“Aku pulang dulu ke Semarang yaa..”

“Uu.. uuhh!” ungkapku kesal dan manja.

“Kukembalikan dirimu pada pemiliknya hehe hee!” goda Papa.

“Ya sudah hati-hati di jalan ya sayang..!”

“Yamo.. (maksudnya Ti amo)” kataku.

“Miss u sweety. Mmuuaahh!”

“Mmuuahh Papaa..!” telponpun terputus.

Tibalah aku di parkiran Alfa Gudang Rabat. Segera aku masuk ke dalamnya dan larut dalam keramaian belanja. Saat aku mengendarai Suzuki Escudoku bergegas kembali ke rumah. Jam digital di mobilku menunjukkan 17.30. Hemmh.. Empat jam lagi Papi pulang. Pikirku. Keasyikkan belanja membuat aku lupa akan kejadian semalam.

“Toh semua sudah ku bersihkan.. Sprei sudah kukirim ke laundry. Dan aku telah mampir untuk mengambilnya.. Dan sprei baru sudah kupasang.. Hemm!” pikirku dalam perjalanan pulang. Memasuki pekarangan rumahku, kuparkirkan mobilku.. Lampu rumah dalam keadaan menyala.. Wah Papi sudah landing nih. Hatiku bersorak. Kumasuk ke dalam rumahku.

“Paapii..” riangku.

“Ehh Mami. Dari mana aja? Tadi Papi telpon nggak di angkat..”

“Ah masa..?” buru-buru aku keluarkan hapeku dari tasku.

“Oh. Aku dari Alfa tadi sama mampir laundry.. Sorry sayang, nggak kedengeran. Rame soalnya di Alfa” jawabku lalu mencumbunya.

“Kog cepat mendaratnya. Bilangnya kemarin last flight?” tanyaku.

“Last flight cancel. Jadi aku nebeng aja sama si Tomo, pas dia bawa Boeing 737 jadi banyak seat,” jelas Papi yang dari wajahnya terlihat letih.

“Ya sudah. sudah lapar khan. Aku masakin dulu yaa!”

“He eh deh!” Papi assyik memasang DVD terbarunya.

Hariku dengan Papi berlangsung biasa saja tetap dalam kemesraan. Aku nimbrung ikut nonton dvd dengannya sambil bersandar di perutnya yang besar dan empuk he.. he.. hee.. Menjelang malam tiba, aku tinggalkan Papi di ruang tengah karena ngantuk mau tidur.. Segera aku melepaskan bajuku berniat mengganti dengan dasterku, saat aku melepas BHku..

“Cccreett.. Cccreett..” belum sadar apa yang terjadi tanganku sudah terikat dengan lakban perak.
“Cccreett..” lalu mulutku diplester lakban yang sama.

“Mmmpphh.. Mmmpphh..!” protesku membutuhkan penjelasan Papi.. Dia mendorong tubuhku terduduk di ranjang kami lalu..

“Cccreett.. Cccreett.. Cccreett..” kakiku yang belum sempat melepaskan sepatunya sejak dari Alfa tadi sudah terikat jadi satu degan lakban perak itu..

“Wah sejak kapan Papi punya lakban itu??” tak habis aku bertanya.

“Dari mana barang begini?” tanya Papi menunjukkan lakban penemuannya.

“Siapa itu Pa.. Siapa Papa itu? Haahh?” tanya Papi lagi.

“Tadi kamu ketiduran.. Memanggil Papa.. Siapa itu?” (padahal mulutku diplesternya, bagaimana mau jawab??)

“Mmmpphh. Mmmpphh.!” mataku membelalak memprotes hak jawabku yang tersumbat ini.

“Cccreett.!!”

“Aaauuwwhh!!” sergahku kesakitan karena lakban dimulutku dibukanya dengan kasar!

“Papi. Lakban ini aku minta dari engineeringku untuk menempel dus baju yang sudah robek itu? Kenapa sih Papi ini??” aku menghardik balik..

“Siapa itu Papa..?” Papi seolah tidak menggubris jawabanku.

“Siapa mertuamu Papi??” aku nggak mau kalah, masih banyak akalku saat itu.

“Dia sempat menelponku dan memberi nasihat banyak disaat masa tuanya. Sebenarnya aku sedang mengingatnya.” mataku berkaca-kaca.

“Terseraahh!!” Papi kesal dan masih emosi lalu kembali menyumbat mulutku dengan lakban dan meninggalkan aku di kamar kami, dikuncinya dari luar sementara dia mungkin tidur di depan televisi di penuhi rasa cemburunya yang tidak beralasan (padahal sebenarnya beralasan) cuma dia nggak punya bukti.

Tinggallah aku sendiri di kamarku, terkunci dari luar dan diriku terikat dengan lakban dalam keadaan telanjang seperti ini, hanya panty yang tersisa. Bingung aku. Memang aku bisa saja menikmati keberadaan ini, tapi untuk sendiri di sebuah ruangan.

Terkunci. Tak ada ubahnya dengan penculikan di rumah sendiri. Ngerinya diri ini mengetahui terikat dalam kemarahan seseorang (meski suami sendiri).

Aku menyadari suatu hal, Papi, suamiku terdidik dalam keluarga yang mempunyai disiplin ketat. Bapaknya tidak segan menghukum dengan cambuk atau mengikatnya ke pohon atau kursi saat suamiku waktu itu ketahuan mencuri uang belanja untuk pergi main game.

Hemh inikah caranya. Dia marah sama aku lalu aku langsung diikatnya. Belum pernah aku diperlakukan begini sejak hampir 4 tahun kami menikah. Aku lihat Papi ada potensi untuk mengerti ‘kebutuhanku’ cuma entah bagaimana cara untuk bisa membuatnya tahu kalau aku sebenarnya senang dengan ke’terikat’an dalam arti sesungguhnya. Hanya tidak senang sama sekali dengan keadaan sekarang, diikat sendirian dan dikurung di kamar terkunci dari luar. Cerita Sex Terbaru 2016

Berusaha aku mengendalikan tubuhku yang terikat (atau terpaket) seperti ini serta merta mencari posisi agar tubuhku bisa naik semua ke tempat tidur sambil berharap lakban yang mengikatku bisa terlepas dengan sendirinya.

Oh ternyata erat juga si Papi mengikat dan menghukumku seperti ini. Dan karena sebenarnya sudah sangat mengantuk, akupun akhirnya tertidur dalam keadaan yang serupa dengan malam sebelumnya, namun dengan rasa khawatir yang mencekam..

Takut juga kalau tiba-tiba Papi pergi membiarkan aku di rumah sendiri, di kamar terkunci, dan terikat dengan mulut diplester lakban.. Zzz!

Malam semakin larut. Aku melihat jam di sisi tempat tidurku menunjukkan pukul 3.00 pagi. Sejenak aku tersadar, keadaanku masih seperti tadi, tanganku terikat oleh lakban kebelakang, dengan kaki yang masih bersepatu, terikat erat menyatu dan mulut yang tersumbat lakban.

Aku masih tertidur sendiri di ranjang pengantin kami, pelan-pelan aku berusaha bisa melepaskan diriku dari ikatan-ikatan yang membelengguku.

“Mmmpphh.” basah air liurku kelihatannya bisa membantuku melepaskan mulutku. Demikian peluh di tubuhku diharapkan bisa mengendurkan daya rekat lakban yang hebat ini. Di kamar yang agak panas hawanya karena AC-nya lupa dinyalakan.

Malam yang penuh perjuangan ini belum berpihak padaku sehingga saking capainya meronta-ronta melepas belenggu ini, aku tertidur.

Rasanya sudah jam 5 pagi. Agak ribut di kamar. Oh rupanya Papi baru habis mandi dan tengah berpakaian. Dapat kulihat amarah yang tidak mendasar itu masih menyelimutinya. Akupun pura-pura tetap tertidur.

Berharap dia melepaskan ikatanku. Namun rupanya cuma mimpi. Papi yang pagi ini melayani pesawat pertama dari Yogya ke Bali kemudian 5 jam setelah itu terbang ke Sydney dan Melbourne hanya melemparkan gunting di bagian lain tempat tidurku kemudian meninggalkan rumah kami ini di mana istrinya terikat, tersekap sendirian..

Serta merta kugulingkan badanku gulingkan mendekati gunting itu. Memutar tubuhku dalam ketidak berdayaan. Hingga dapat!!

“Tiitt.. Tiitt..” bunyi klakson mobil yang kukenal.

“Oh. Papa??” pikirku. Sukacita di hati ini.

Aku berusaha berdiri. Berusaha berjalan, meski langkahku hanya 10 cm menuju cermin besar yang 2 meter dari ranjangku. Tanganku yang terikat lakban kebelakang menggengam gunting. Aku berhasil sampai di depan cermin dengan selamat, tidak jatuh! Kemudian aku berusaha menggunting lakban itu, sambil menoleh ke cermin namun takut juga melukai tanganku.

“Tiitt.. Tiitt..” bunyi klakson Great Corolla Papa bunyi lagi.

Segera aku berusaha dulu melepas mulutku dengan menggerak-gerakkan bibir bawah dan bibir atasku dengan tenaga dari daguku.

“Paapaa..!” Oh aku bisa kembali bersuara. Lakban itu hanya menempel di bibir atasku.

“Klek.. Klek..!” pintu rumah terbuka.

“Hey Mami. Ada apa dengan kamu sayang?” Papa masuk, terkejut habis melihat keberadaanku, terikat nyaris telanjang semua. Mulut masih berkumis lakban.

“Papaa..” isak tangisku dan jatuh dalam pelukannya.

Papa menggendongku duduk di ranjang kemudian buru-buru melepas lakban dimulutku dengan tuntas, kemudian menggunting lakban di tanganku serta melepas rekatannya dengan pelan dan lembut. Aku langsung memeluknya, padahal Papa mau buka ikatan (rekatan) di kaki ini.

“Ada apa dengan kamu Sweety. Dibilang rampok nggak ada yang hilang, kunci jendela nggak rusak? What is going on darling..?” ciuman dan pelukan Papa membuat rasa takut semalaman pudar sudah.

“Siapa yang membuat kamu begini?” tanya Papa lagi.

“Bilang-bilang dong.. Papa rugi nich..!” seloroh Papa sambil memberikan aku segelas air di dekat tempat tidurku.

Setelah hati ini lebih tenang sedikit.

“Itu si Papi, marah nggak jelas juntrungannya Paa..” aku mengadu.

“Langsung dia ikat aku kaya begini, terus disekap aku di kamar ini, di kunci dari luar” aku masih terisak.

“Ooohh. Kok gitu yaa.. Ya sudah, nanti kamu cerita lagi kalau kamu mau dan sudah tenang, Papa kaget aja pagi-pagi masuk rumahmu.. Hemh.. Kamu sexy banget lho!” goda Papa. Aku yang masih dipangkuannya jadi tersipu malu. Eehh ada yang ‘mengeras’ pas aku duduki.

“Gih. Mandi dulu sana. Papa bikinin sarapan lalu kita berangkat yuk!” ujarnya seperti biasanya dalam kehangatan yang khas Papa.

Aku segera membuka sepatuku. Membungkus diriku dengan bathrobe lalu berlalu ke kamar mandi sementara Papa beranjak keluar kamar berjalan menuju dapur. Kupasang radio compo di kamarku, 120.36FM eh bisa pas banget.. Lagunya Ruth Sahanaya:

“Ingin kumilikii, dengan sepenuh hati..

Walauku harus setengah terluka mengharap cintamuu..

Ingin ku sayangii. Tanpa terbagi laagii

Apakah mungkiinn, menjalin kasih bila aku tak tahu bagaimanaa, ‘kan mencintai dirimu..

Suami Loyo Keponakanpun Jadi

Suamiku sudah uzur, kami beda usia hampir 15 tahun, sehingga dia tdk lagi dapat memberi kepuasan sex kepadaku. Dan bukan salahku pula kemudian aku mencari pelampiasan pada laki-laki muda di luar, untuk memenuhi hasrat sex-ku yg kian menggebu di usia 35 ini.

Cerita Sex Menikmati Kontol Keponakan

Dengan tinggi badanku 170cm berat badan 58kg Bra 38C aku merasa sangat seksi dan sintal dengan payudara yg membusung besar ke depan dengan pantat njedol ke belakang apalagi perut ramping dan pinggul besar membulat, menambahkan tubuhnya yg bongsor ini semakin bahenol dan montok.

Cerita sex terbaru, Tapi sepandai-pandainya aku berselingkuh akhirnya ketahuan juga. Suamiku marah bukan kepalang memergoki aku berpelukan dengan seorang pria muda sambil telanjang bulat di sebuah hotrl.

Dan ultimatum pun keluar dari suamiku. Aku dilarang oleh suamiku beraktivitas diluar rumah tanpa pengawalan. Entah itu dengan suamiku ataupun anakku. Tak sedikitpun aku lepas dari pengawasan mereka bertiga. Secara bergantian mengawasiku. Septian anak kakak sulungku yg baru masuk kuliah dapat giliran mengawasi di pagi hari karena dia masuk siang.

Siangnya giliran Leni anakku sendiri yg duduk di kelas 2 SMA, untuk mengawasiku. Dan malamnya suamiku kena giliran. Tentu saja aktivitas seks-ku pun terganggu total. Hasratku sering tak terlampiaskan, akibatnya aku sering uring-uringan. Memang sih aku bisa masturbasi, tapi kurang nikmat. Dua minggu berlalu aku masih bisa menahan diri.

Sebulan berlalu aku sudah stres berat. Bahkan frekuensi masturbasiku terus bertambah, sampai pernah sehari 10 kali kulakukan. Tapi tetap saja tak pernah mencapai kepuasan yg total. Aku masih butuh sodokan k0ntol keras laki-laki. Seperti pada pagi hari Senin, saat bangun pagi jam 8 rumah sudah sepi.

Suamiku dan Leni sudah pergi, dan tinggal Septian yg ada di bawah. Aku masih belum bangkit dari tempat tidurku, masih malas-malasan untuk bangun. Tiba-tiba aku tersentak karena merasa darahku mengalir dengan cepat. Ini memang kebiasaanku saat bangun pagi, nafsu sex-ku muncul. Sebisanya kutahan-tahan, tapi selangkanganku sudah basah kuyup.

Aku pun segera melorotkan CD-ku lalu BH didadaku sehingga susu montok besar mancung itu leluasa muntah keluar dan langsung aku menyusupkan 2 jari tangan kananku ke lubang memekku. memekku yg merekah kemerahan ditumbuhi rambut kemaluan yg hitam sangat lebat mulai dari bawah pusar sampai pada memekku yg seret ini membentuk segitiga hitam agak keriting.

Aku mendesis pelan saat kedua jari itu masuk, terus kukeluar-masukkan dengan pelan tapi pasti. Aku masih asyik bermasturbasi, tanpa menyadari ada sesosok tubuh yg sedang memperhatikan kelakuanku dari pintu kamar yg terbuka lebar. Dan saat mukaku menghadap ke pintu aku terkejut melihat Septian, anak kakak sulungku, sedang memperhatikanku bermasturbasi.

Tapi anehnya aku tdk kelihatan marah sama sekali, tangan kanan masih terus memainkan kemaluanku, dan aku malah mendesah keras sambil mengeluarkan lidahku. Dan Septian tampak tenang-tenang saja melihat kelakuanku. Aku jadi salah tingkah, tapi merasakan liang memek yg makin basah saja, aku turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah Septian.

Tubuh bongsorku yg sintal berjalan dengan buah dada menari-nari ke kanan ke kiri mengikuti langkahku, dengan sesekali kebelai bulu kemaluan memekku menambah rangsangan pada Septian kemenakanku itu. Anak kakak sulungku itu masih tenang-tenang saja, padahal saat turun dari tempat tidur aku sudah melepas pakaian dan kini telanjang bulat. Aku yg sudah terbuai oleh nafsu seks tak mempedulikan statusku lagi sebagai tantenya.

Saat kami berhadapan tangan kanan langsung meraba selangkangan anak itu.

“Bercintalah dengan Tante, Septian!” pintaku sambil mengelus-elus selangkangannya yg sudah tegang.

Septian tersenyum,

“Tante tahu, sejak Septian tinggal disini 6 bulan lalu, Septian sudah sering membayangkan bagaimana nikmatnya kalo Septian bercinta dengan Tante..” Aku terperangah mendengar omongannya.
“Dan sering kalo Tante tidur, Septian telanjangin bagian bawah Tante serta menjilatin kemaluan Tante.” Aku tak percaya mendengar perkataan kopanakanku ini.
“Dan kini dengan senang hati Septian akan ‘kerjai’ Tante sampai Tante puas!”.

Septian langsung memegang daguku dan mencium bibirku dan melumatnya dengan penuh nafsu. Lidahnya menyelusuri rongga mulutku dengan ganas. Sementara kedua tangannya bergerilya ke mana-mana, tangan kiri meremas-remas payudaraku dengan lembut sementara tangan kanannya mengelus permukaan kemaluanku. Aku langsung pasrah diperlakukan sedemikian rupa, hanya sanggup mendesahdan menjerit kecil. ROYALSEX

Puas berciuman, Septian melanjutkan sasarannya ke kedua payudaraku. Kedua puting susuku yg besar coklat kehitaman, dihisap anak itu dengan lembut. Kedua permukaan payudaraku dijilati sampai mengkilat, dan aku sedikit menjerit kecil saat putingku digigitnya pelan namun mesra. Aduh, tak henti-hentinya aku mendesah akibat perlakuan Septian. Ciuman Septian berlanjut ke perut, dan diapun berjongkok sementara aku tetap berdiri. Aku tahu apa yg akan Septian lakukan dan ini adalah bagian di mana aku sering orgasme.

Yah, aku paling tak tahan kalau kemaluanku di oral seks.

Septian tersenyum sebentar ke arahku, sebelum mulutnya mencium permukaan lubang memekku yg rimbun tertutup bulu kemaluan yg sangat lebat. Lidahnya pun menari-nari di liang memek, membuatku melonjak bagai tersetrum. Kedua tanganku terus memegangi kepalanya yg tenggelam di selangkanganku, saat lidahnya menjilati klitorisku dengan lembut. Dan benar saja, tak lama kemudian tubuhku mengejang dengan hebatnya dan desahanku semakin keras terdengar. Septian tak peduli, anak itu terus menjilati kemaluanku yg memuncratkan cairan-cairan kental saat aku berorgasme tadi.

Aku yg kelelahan langsung menuju tempat tidur dan tidur telentang. Septian tersenyum lagi. Dia kini melucuti pakaiannya sendiri dan siap untuk menyetubuhi Tantenya dengan k0ntolnya yg telah tegang.

“Aaahh besar banget k0ntolmu, keras berotot panjang lagi, tante suka k0ntol yg begini “ sahutku takjub keheranan dan gembira karena sebentar lagi memekku akan dikocok k0ntol yg gede dan panjang, kira-kira ukurannya panjang 20 cm diameter 4 cm coba bayangin hebat kan.

Septian bersiap memasukkan k0ntolnya ke lubang memekku, dan aku menahannya,

“Tunggu sayang, biar Tante kulum k0ntolmu itu sebentar.” Septian menurut, di sodorkannya k0ntol yg besar dan keras itu ke arah mulutku yg langsung mengulumnya dengan penuh semangat.

K0ntol itu kini kumasukkan seluruhnya ke dalam mulutku sementara dia membelai rambutku dengan rasa sayang. Batangnya yg keras kujilati hingga mengkilap.

“Sekarang kau boleh kocok dan genjot memek Tante, Tian..” kataku setelah puas mengulum k0ntolnya.

Diapun mengangguk, k0ntolnya segera dibimbing menuju lubang memek yg kemerahan merekah siap menerima tusukan k0ntol besar nikmat itu.

Memekku yg basah kuyup memudahkan k0ntol Septian untuk masuk ke dalam dengan mulus.

“Ahh.. Tian!” aku mendesah saat k0ntol Septian amblas dalam kemaluanku.

Septian lalu langsung menggenjot tubuhnya dengan cepat, lalu berubah lambat tapi pasti. Diperlakukan begitu kepalaku berputar-putar saking nikmatnya. Apalagi Septian seringkali membiarkan kepala k0ntolnya menggesek-gesek permukaan kemaluanku sehingga aku kegelian.

Berbagai macam posisi diperagakan oleh Septian, mulai dari gaya anjing sampai tradisional membuatku orgasme berkali-kali. Tapi dia belum juga ejakulasi membuatku penasaran dan bangga. Ini baru anak yg perkasa. Dan baru saat aku berada di atas tubuhnya, Septian mulai kewalahan. Goyangan pinggulku langsung memacunya untuk mencapai puncak kenikmatan. Dan saat Septian memeluk dengan erat, saat itu pula air mani membasahi kemaluanku dengan derasnya, membuatku kembali orgasme untuk yg kesekian kalinya.

Selangkanganku kini sudah banjir tdk karuan bercampur aduk antara mani Septian dengan cairanku sendiri. Septian masih memelukku dan mencium bibirku dengan lembut. Dan kami terus bermain cinta sampai siang dan baru berhenti saat Leni pulang dari sekolah. Sejak saat itu aku tak lagi stress karena sudah mendapat pelampiasan dari keponakanku. Setiap saat aku selalu dapat memuaskan nafsuku yg begitu besar. Dan tdk seorang pun mengetahui kecuali kami berdua.

Cerita Sex – Nyata Ayah Memuaskan Anaknya…

Nama saya BRYAN ( nama samaran ) , saya berumur 37 tahun dan kulit saya coklat , Saya sudah menikah ISTRI saya bernama MAIDEN dan anak saya ada 2 yang 1 nama nya FRISKA dan 1 nama nya BELLA kedua nya cewek dan masih gadis. Saya tinggal di PEKAN BARU sudah 25 tahun dan saya pun seorang SALESMAN.

cerita-sex-nyata-ayah-memuaskan-anaknya

Saya dan ISTRI saya sangat tidak rukun dalam sebuah hubungan yang rumit kami sering bertengkar, anak saya FRISKA sudah berumur 20 tahun dan BELLA sudah berumuran 17 tahun saya pun sangat sayang kepada kedua anak saya karena mereka sangat rajin membantu ISTRI saya dirumah.

Pada hari senin saya di tugas kan sama bos saya untuk berangkat ke medan untuk mencari oderan dan saya pun harus mengejar target saya supaya sentif yang saya dapat dalam 1bulan ini untuk membiayai kedua anak saya dan ISTRI saya. Hari minggu saya mempersiapkan pakaian saya dan berpamitan kepada kedua anak saya sekalian makan bersama karena saya mau berangkat luar kota selama 1 minggu.

BRYAN : FRISKA dan BELLA jaga rumah yah… jangan bertengkar dan jaga ibu mu

FRISKA dan BELLA : iyah… pa… PAPA pigi berapa hari??

BRYAN : bapak pigi cuma 1 minggu saja untuk kejar target bapak

FRISKA : Hati – hati yah pa dan jaga kesehatan

BELLA : iyah…. pa jaga kesehatan dan teratur makan nya

MAIDEN : jangan lirik cewek ( kesal )

BRYAN : iyah nak…

ISTRI saya sangat jutek dan cuek dengan saya karena saya tidak bisa kasih uang yang cukup untuk keperluan pribadi nya, istri saya tidak bisa hidup susah dan apa yang dia mau kalau tidak di berikan pasti jutek dan cuek. Setelah selesai makan dan saya duduk di ruang tamu dan anak – anak saya semua pada masuk kamar dan pada mau istirahat sedangkan istri saya di kamar tidur – tiduran. Saya mengintip anak saya di kamar saya pikir anak saya sudah tidur lupa nya anak saya sedang ganti pakaian tidur, tidak ku sangka badan anak saya santik mulus dan putih dan dada nya berukuran 30 nama nya FRISKA.

BRYAN : maaf nak… bapak ngak sengaja saya pikir sudah tidur, bapak cuma mau cium kening kalian saja. (sambil menutup mata dan ngintip”)

FRISKA : tidak apa apa pa. sebentar yah saya sudah mau siap berpakaian

BRYAN : bapak tunggu diluar saja yah…

FRISKA : sudah siap kok pa

BRYAN : Ooh…. Besok bapak sudah mau berangkat jadi jangan bandel yah jaga adik mu dan mama mu (cium kening)

FRISKA : iyah… pa

Saya pun masuk ke kamar saya dan tidur – tiduran memikir indah sekali badan anak ku sehingga pikiran ku aneh – aneh dan PENIS ku pun tegang, saya melihat istri saya sedang tidur dan PENIS ku pun tegang akhir nya napsu saya ku bangkit kan ke istri ku, istri ku memberontak dan tidak kasih aku jatah buat malam terakhir. Saya pun emosi dan akhir nya kami bertengkar sehingga anak saya bangun, saya keluar dari kamar dan duduk di ruang tamu sambil nonton tv tetapi dalam pikiran saya masih terbayang tentang badan anak saya.

Terakhir anak saya terbangun dan keluar dari kamar berpakaian tembus sehingga nampak BRA nya menanyakan kepada saya.

FRISKA : kenapa pa? kok malam – malam bertengkar sama ibu?

BRYAN : tidak apa apa kok nak, kenapa belum tidur?

FRISKA : Ooh…. belum ngantuk kok pa, FRISKA pun lagi baca majalah

BRYAN : jangan asik bergadang nak… tidak baik untuk kesehatan

FRISKA : iyah… pa… Ya sudah Friska masuk kamar dulu yah… kalau bapak mau tidur, tidur di kamar FRISKA saja pak biar ngak bertengkar sama ibu lagi

BRYAN : (tanda – tanda tetapi FRISKA anak saya) iyah… nak… bapak mau nonton dulu

FRISKA : jangan malam sekali tidur nya pa besok mau berangkat

BRYAN : iyah… nak

Setelah 30 menit saya berjalan ke kamar anak saya FRISKA dan mengintip lupa nya anak saya belum tidur sedang membaca majalah, Saya langsung masuk kamar nya dan majalah nya langsung di simpan di bawah kasur. Saya penasaran kenapa harus di simpan dan majalah apa yang sedang dia bca?

BRYAN : lagi baca majalah apa nak…? kok disimpan ada bapak?

FRISKA : tidak pak, lagi baca majalah cara membuat makanan

BRYAN : ooh…. boleh baca lihat?

FRISKA : ngak usah di lihat pa.. ngak apa – apa kok. Bapak sudah mau tidur??

BRYAN : iyah… nak… bapak numpang tidur di kamar FRISKA yah… ngak apa – apa kan?

FRISKA : ngak apa – apa pa silakan tidur saja, pada saat saya kecil bapak juga tidur sama FRISKA jadi ngak maslah kok pa

BRYAN : ya.. sudah bapak tidur dulu

FRISKA : iyah pa… malam pa

BRYAN : malam

saya mengintip tidur di lantai dan mengintip anak saya sedang baca apa, setelah saya berpura – pura tidur dan anak saya berpikir saya sudah tidur. dia lanjut membaca majalah nya sewaktu saya mengintip lupa nya anak saya lagi membaca majalah PORNO. uah…. saya lagi napsu di buat anak saya dan anak saya pun lagi napsu membaca majalah PORNO.

Sehingga PENIS saya tegang dan saya berpura – pura pegang PENIS saya dan elus – elus sambil mengintip anak saya. Lupa nya anak saya pun mengintip saya lagi pegang PENIS saya dan dan melihat PENIS saya tegang yang berukuran 20 cm. Tiba – tiba Friska jalan ke arah ku dan saya pikir dia mau ngapaian lupa nya dia memanggil saya.

FRISKA : pak… jangan tidur di lantai nanti masuk angin, tidur di kasur FRISKA saja sebelahan sama FRISKA

BRYAN : ngak apa apa nak… bapak tidur disini saja nanti ngak enak di lihat ibu mu pada pagi hari

FRISKA : ngak apa apa pak… tidur di kasur saja nanti pagi baru bapak pindah kan ngak ada yang tau

BRYAN : ya sudah bapak tidru di kasur sama FRISKA

FRISKA : ( mengunci pintu kamar )

BRYAN : kenapa di kunci nak? nanti ibu kamu cari bapak

FRISKA : ngak apa apa pak… biar nanti adik ngak bisa buka pintu ku dan nanti pagi FRISKA buka kembali, ya sudah bapak tidur dulu

BRYAN : ooh… ya sudah bapak tidur dulu

Saya pun lanjut pura – pura tidur dan anak saya pun lanjut membaca majalah sehingga dia bernapsu dan pegang dada nya sendiri dan MEMEK nya. Saya pun jadi bernapsu dan PENIS ku pun tegang jadi saya pura – pura balik badan saya dan peluk anak saya, sehingga anak saya tidak terkejut dan tidak marah malah melanjutkan membaca.

Tangan saya tidak bisa menahan napsu saya juga dan otak ku pun di kelilingi setan dan saya berani kan diri untuk pegang MEMEK nya dan elus – elus tetapi anak saya malah tidak marah dan biar kan saya elus – elus MEMEK nya. Sehingga saya beranikan lagi memasukan tangan saya ke lubang MEMEK nya dan membuat dia tambah napsu dan elus – elus krilolitas nya.

Malah anak saya menikmati terus dan pelan – pelan longgar kan celana nya dan celana dalam nya dan anak saya ambil tangan saya untuk memegang dada nya, saya tetap pura – pura tidur dan saya memijit dada nya yang sangat padat. Aaah….. Aaahhkkkk…. Aaaahhkkk……..

Anak saya mulai napsu tinggi dan buka celana nya semua sampai celana dalam nya di buka, sehingga anak saya mengambil tangan saya taruh di kasur dan dia berani kan diri membuka celana saya, saya tetap pura – pura tidur dan sambil mengintip apa yang dia lakukan. lupa nya dia membuka semua celana saya dan langsung emut penis saya sehingga saya menikmati emutan nya yang sangat enak Aaaaahhhkkk….. Aaaaahhhkk….. Aaaaahhhkkkk…. Saya terbangun dan melihat anak saya yang sedang emut PENIS saya. seksigo

Anak saya langsung melihat ke arah saya dan bertanya

FRISKA : pa… maaf kalau Friska melakukan yang tak sepantas nya, tetapi tadi bapak sama ibu bertengkar karena ibu tidak kasih jatah kan??

BRYAN : iyah… nak kok Friska tau?

FRISKA : tau kok pa. ya sudah FRISKA temani bapak malam ini yah… jangan bilang sama ibu

BRYAN : makasih yah nak… bisa mengerti bapak

Anak saya melanjutkan emutan nya dan saya pun membalikan badan nya sehingga melakukan 69 saya menjilati MEMEK nya dan membuat dia tambah bernapsu Aaaaahhhkkkk……. Aaaaaaahhkkk…. Aaaaaaaahhhhhh,,,,, Pelaaaannn pa emut nya Aaaaaaahhhhhhh……………. Aaaaaaaaaaahhhhhkkkkkk………

FRISKA : sudah lama yah pa tidak dapat jatah sama ibu?

BRYAN : iyah nak… sudah 2 bulan

FRISKA : ya sudah pak kalau lain x ibu tidak kasih jatah batah cari Friska aja yah

BRYAN : iyah nak…

Aaaaaahhhhhhhh…………. Aaaaaaahhhhcccccccc…………………………. Sampai saya tidak bisa menahan lagi napsu saya, saya menjatuh kan FRISKA ke kasur dan PENIS saya pelan – pelan masuk le lubang MEMEK nya. Aaaaaahahhhhhhhhhhh………………. aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhcccccccc………………… Saya pelan – pelan maju – mundur dan sambil emut puting susu nya sehingga dia menikmati dan terus menjerit Aaaaaaaa………… Aaaaa….. Aaaahhhhhhh………….

Saya mengoyang tambah cepat sehingga FRISKA pun Orgasme dan Crreeeeettt…… Crreeeeettttt……….. Aaaaahh…. Aaaaaahhhhhhh….. dan saya membungkuk kan badan nya melakukan DOGGY STYLE Aaaaahhh……. Aaaaaaaaa…………… Aaaaaaaccccccchhhh…… Sampai dia Orgaseme kembali dan Creeeettt………….. Creeeettttt……………….. Saya menganti gaya lagi, Saya suruh bediri dan sandar kan kedinding kaki nya saya buka lebar” dan angkt kaki nya 1 saya lanjut memasukan penis ku kembali Aaaaaaa……….. Aaaaaaahhhhhh……………… Aaaaaaaahhhhhhhhhhh……………. Akhir nya orgasme kembali sampai membasahi lantai – lantai dan kasur nya juga basah.

Saya melanjut kan ke kasur kembali dan memasukan penis ku dan melakukan enjotan yang sudah 2 bulan tidak pernah menikmati, plak…. plak…. plak…. Aaaaaaahhhhhhkkkk…. Aaaaaahhhh…………. Aahhhhhh………… sampai kelelahan saya suruh anak saya yang mengenjot dan saya berbaling di kasur. Aaahhhhh…. Aaaahhhhhh…. Aaaahhh…….. Saya pun merasakan kalau sperma saya sudah mau keluar dan akhir nya saya peluk anak saya dan balikan dia ke kasur dan saya mulai enjotan yang cepat dan pijit dada nya yang padat.

Aaaaaaahhhhh………… Aaaaaahhhhh………. Aaaaaaahhhhhhhhhhhhhh…. Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh… Aaaaaaaahhhhhkkk………….. Creeeeeetttttttttttttt……….. Crreeeeeeetttttttttttt……… Crreeettttttt………. Saya menembak kan sperma saya ke muka nya dan ke dada nya dan dia pun bangun dan emut penis saya sampai bersih dan sperma saya dia jilatin tidak ada sisa.

Setelah selesai melakukan anak saya membersihkan badan nya semua yang penuh dengan sperma saya dan saya membersihkan Penis saya. Selesai semua kami masing – masing tidur kembali dan sambil berpelukan, saya berpikir anak saya semacam istri saya yang pandai bergoyang dan membuat cowok – cowok bernapsu, setelah jam 6 pagi saya bangun dan anak saya pun sudah tidak di kamar dia menyiapkan sarapan untuk saya karena saya jam 7 sudah mau berangkat, dan akhir nya saya juga siap – siap dan pergi mandi, sedangkan istri saya belum bangun dan anak saya yang 1 nya belum bangun. FRISKA mendatangi kamar mandi saya dan berkata sarapan sudah siap yah pa….

Saya tidak berpikiran banyak dan saya membuka pintu kamar mandir dan membuka celana FRISKA sehingga dia tidak memakai COLOR, kurasa FRISKA pun tau kalau saya ingin melakukan SEKS dengan dia lagi sampai dia tidak memakai COLOR, Saya langsung membungkuk kan badan nya dan melakukan doggi style Aaaaahhkkk…. Aaaaaahhcccchhhh…. Aaaaaccccckkk….. kira – kira 10 menit Cretttt… Creeeetttttttt………. Crrrrrreeeeeeeeeeeeeeeettttttttt………. dan dengan cepat membersihkan MEMEK nya dan keluar dari kamar mandi supaya tidak ketahuan.

Saya pun melanjut mandi dan setelah selesai semua nya saya sarapan dengan anak saya FRISKA, ISTRI saya juga sudah bangun sehingga saya dengan anak pura – pura seperti biasa nya anak sama bapak, Selesai makan saya berpamitan sama keluarga saya dan saya pun pergi ke bandara.

Setelah seminggu saya pulang dari medan saya pun tidak bercakapan dengan istri saya dan selama ini saya melakukan SEKS dengan anak saya FRISKA terus menerus FRISKA menemani ku pada malam hari jam 01:00 semua orang sudah pada tidur, dalam 1 minggu kami melakukan seks 4x kadang – kadang 5x dalam 1 minggu. Selama 1 tahun melakukan hubungan tak pantas saya pun tidak pernah berhubungan intim dengan anak saya lagi dan anak saya pun tidak pernah minta kepada saya, dan akhir nya pun anak saya sudah mempunyai pacar.

Cerita Sex – Lelly Istri Kesepian…

Saya seorang pria berusia 40 tahun. Istri saya satu tahun lebih muda dari saya. Secara keseluruhan kami keluarga bahagia dengan dua anak yg manis-manis. Yg sulung, perempuan kelas II SMP (Lia) dan bungsu laki-laki kelas 3 SD. Saya bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi. Sedangkan istri saya seorang wanita karier yg sukses di bidang farmasi. Kini dia menjabat sebagai Distric Manager. Kami saling mencintai. Dia merupakan seorang istri yg setia.

cerita-sex-lelly-istri-kesepian

Saya sendiri pada dasarnya seorang suami yg setia pula. Paling tdk saya setia terhadap perasaan cinta saya kepada istri saya. Tapi tdk untuk soal sex. Saya seorang peselingkuh. Ini semua karena saya memiliki libido yg amat tinggi sementara istri saya tdk cukup punya minat di bidang sex.

Saya menginginkan hubungan seks paling tdk 2 kali dalam seminggu. Tetapi istri saya menganggap sekali dalam seminggu sudah berlebihan. Dia pernah bilang kepada saya, “Lebih enak hubungan sekali dalam sebulan.” Tiap kali hubungan kami mencapai orgasme bersama-sama. Jadi sebenarnya tdk ada masalah dengan saya.

Rendahnya minat istri saya itu dikarenakan dia terlalu terkuras tenaga dan pikirannya untuk urusan kantor. Dia berangkat ke kantor pukul 07.30 dan pulang lepas Maghrib. Sampai di rumah sudah lesu dan sekitar pukul 20.00 dia sudah terlelap, meninggalkan saya kekeringan. Kalau sudah begitu biasanya saya melakukan onani. Tentu tanpa sepengetahuan dia, karena malu kalau ketahuan.

Selama perkawinan kami sudah tak terhitung berapa kali saya berselingkuh. Kalau istri saya tahu, saya tak bisa membayangkan akan seperti apa neraka yg diciptakannya. Bukan apa-apa. Perempuan-perempuan yg saya tiduri adalah mereka yg sangat dekat dengan dia. Saya menyimpan rapat rahasia itu. Sampai kini. Itu karena saya melakukan persetubuhan hanya sekali terhadap seorang perempuan yg sama.

Saya tak mau mengulanginya. Saya khawatir, pengulangan bakal melibatkan perasaan. Padahal yg saya inginkan cuma persetubuhan fisik. Bukan hati dan perasaan. Saya berusaha mengindarinya sebisa mungkin, dan memberi kesan kepada si perempuan bahwa semua yg terjadi adalah kekeliruan. Memang ada beberapa perempuan sebagai perkecualian yg nanti akan saya ceritakan.

Perempuan pertama yg saya tiduri semenjak menikah tdk lain adalah kakak istri saya. Oh ya, istri saya merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Semuanya perempuan. Istri saya sebut saja bernama Yeni. Kedua kakak Yeni sudah menikah dan punya anak. Mereka keluarga bahagia semuanya, dan telah memiliki tempat tinggal masing-masing. Hanya saya dan istri yg ikut mertua dua tahun pertama perkawinan kami. Setiap minggu keluarga besar istri saya berkumpul. Mereka keluarga yg hangat dan saling menyaygi.

Mbak Lelly, kakak istri saya ini adalah seorang perempuan yg dominan. Dia terlihat sangat menguasai suaminya. Saya sering melihat Mbak Lelly menghardik suaminya yg berpenampilan culun. Suami Mbak Lelly sering berkeluh-kesah dengan saya tentang sikap istrinya. Tetapi kepada orang lain Mbak Lelly sangat ramah, termasuk kepada saya. Dia bahkan sangat baik. Mbak Lelly sering datang bersama kedua anaknya berkunjung ke rumah orang tuanya -yg artinya rumah saya juga- tanpa suaminya. Kadang-kadang sebagai basa-basi saya bertanya,

“Kenapa Mas Wid tdk diajak?”

“Ahh malas saya ngajak dia,” jawabnya. Saya tak pernah bertanya lebih jauh.

Seringkali saat Mbak Lelly datang dan menginap, pas istri saya sedang tugas luar kota. Istri saya dua minggu sekali keluar kota saat itu. Dia adalah seorang detailer yg gigih dan ambisius. Jika sudah demikian biasanya ibu mertua saya yg menyiapkan kopi buat saya, atau makan pagi dan makan malam. Tapi jika pas ada Mbak Lelly, ya si Mbak inilah yg menggantikan tugas ibu mertua. Tak jarang Mbak Lelly menemani saya makan.

Karena seringnya bertemu, maka saya pun mulai dirasuki pikiran kotor. Saya sering membayangkan bisa tidur dengan Mbak Lelly. Tapi mustahil. Mbak Lelly tdk menunjukkan tipe perempuan yg gampang diajak tidur. Karenanya saya hanya bisa membayangkannya. Apalagi kalau pas hasrat menggejolak sementara istri saya up country. Aduhh, tersiksa sekali rasanya. Dan sore itu, sehabis mandi keramas saya mengeringkan rambut dengan kipas angin di dalam kamar. Saya hanya bercelana dalam ketika Mbak Lelly mendadak membuka pintu.

“Kopinya Dik Andy.” Saya terkejut, dan Mbak Lelly buru-buru menutup pintu ketika melihat sebelah tangan saya berada di dalam celana dalam, sementara satu tangan lain mengibas-ibas rambut di depan kipas angin. Saya malu awalnya.

Tetapi kemudian berpikir, apa yg terjadi seandainya Mbak Lelly melihat saya bugil ketika k0ntol saya sedang tegang?

Pikiran itu terus mengusik saya. Peristiwa membuka pintu kamar dengan mendadak bukan hal yg tdk mungkin. Adik-adik dan kakak-kakak istri saya memang terbiasa begitu. Mereka sepertinya tdk menganggap masalah. Seolah kamar kami adalah kamar mereka juga. Adik istri saya yg bungsu (masih kelas II SMU, sebut saja Rosi) bahkan pernah menyerobot masuk begitu saja ketika saya sedang bergumul dengan istri saya. Untung saat itu kami tdk sedang bugil. Tapi dia sendiri yg malu, dan berhari-hari meledek kami.

Sejak peristiwa Mbak Lelly membuka pintu itu, saya jadi sering memasang diri, tiduran di dalam kamar dengan hanya bercelana dalam sambil coli (onani). Saya hanya ingin menjaga supaya k0ntol saya tegang, dan berharap saat itu Mbak Lelly masuk. Saya rebahan sambil membaca majalah. Sialnya, yg saya incar tdk pernah datang. Sekali waktu malah si Rosi yg masuk buat meminjam lipstik istri saya. Ini memang sudah biasa. Buru-buru saya tutupkan CD saya. Tapi rupanya mata Rosi keburu melihat.

“Woww, indahnya.” Dia tampak cengengesan sambil memolesi bibirnya dengan gincu.

“Mau kemana?” tanya saya.

“Nggak. Pengin makai lipstik aja.” Saya meneruskan membaca.

“Coli ya Mas?” katanya.

Gadis ini memang manja, dan sangat terbuka dengan saya. Ketika saya masih berpacaran dengan istri saya, kemanjaannya bahkan luar biasa. Tak jarang kalau saya datang dia menggelendot di punggung saya. Tentu saya tak punya pikiran apa-apa. Dia kan masih kecil waktu itu. Tapi sekarang. Ahh. Tiba-tiba saya memperhatikannya. Dia sudah dewasa. Sudah seksi. Teteknya 34. Pinggang ramping, kulit bersih. Dia yg paling cantik di antara saudara istri saya.

Pikiran saya mulai kotor. Menurut saya, akan lebih mudah sebenarnya menjebak Rosi daripada Mbak Lelly. Rosi lebih terbuka, lebih manja. Kalau cuma mencium pipi dan mengecup bibir sedikit, bukan hal yg sulit. Dulu saya sering mengecup pipinya. Tapi sejak dia kelihatan sudah dewasa, saya tak lagi melakukannya. Akhirnya sasaran jebakan saya beralih ke Rosi. Saya mencoba melupakan Mbak Lelly. seksigo

Sore selepas mandi saya rebahan di tempat tidur, dan kembali memasang jebakan untuk Rosi. Saya berbulat hati untuk memancing dia. Ini hari terakhir istri saya up country. Artinya besok di kamar ini sudah ada istri saya. Saya elus perlahan-lahan k0ntol saya hingga berdiri tegak. Saya tdk membaca majalah. Saya seolah sedang onani. Saya pejamkan mata saya.

Beberapa menit kemudian saya dengar pintu kamar berderit lembut. Ada yg membuka. Saya diam saja seolah sedang keasyikan onani. Tdk ada tanggapan. Saya melihat pintu dengan sudut mata yg terpicing. Sialan. Tak ada orang sama sekali. Mungkin si Rosi langsung kabur. Saya hampir saja menghentikan onani saya ketika dari mata yg hampir tertutup saya lihat bayangan. Segera saya mengelus-elus k0ntol saya dengan agak cepat dan badan bergerak-gerak kecil.

Saya mencoba mengerling di antara picingan mata. Astaga! Kepala Mbak Lelly di ambang pintu. Tapi kemudian bayangan itu lenyap. Lalu muncul lagi, hilang lagi, Kini tahulah saya, Mbak Lelly sembunyi-sembunyi melihat saya. Beberapa saat kemudian pintu ditutup, dan tak dibuka kembali sampai saya menghentikan onani saya. Tanpa mani keluar.

Malamnya, di meja makan kami makan bersama-sama. Saya, kedua mertua, Mbak Lelly, Rosi dan kakak Rosi, Lellyng. Berkali-kali saya merasakan Mbak Lelly memperhatikan saya. Saya berdebar-debar membayangkan apa yg ada di pikiran Mbak Lelly. Saya sengaja memperlambat makan saya. Dan ternyata Mbak Lelly pun demikian. Sehingga sampai semua beranjak dari meja makan, tinggal kami berdua. Selesai makan kami tdk segera berlalu. Piring-piring kotor dan makanan telah dibereskan Mak Jah, pembantu kami.

“Dik Andy kesepian ya? Suka begitu kalau kesepian?” Mbak Lelly mebuka suara.

Saya kaget. Dia duduk persis di kanan saya. Dia memandangi saya. Matanya seakan jatuh kasihan kepada saya. Sialan.

“Maksud Mbak Lelly apaan sih?” saya pura-pura tdk tahu.

“Tadi Mbak Lelly lihat Dik Andy ngapain di kamar. Sampai Dik Andy nggak liat. Kalau sedang gitu, kunci pintunya. Kalau Rosi atau Ibu lihat gimana?” “Apaan sih?” saya tetap pura-pura tdk mengerti.

“Tadi onani kan?”

“Ohh.” Saya berpura-pura malu.

Perasaan saya senang bercampur gugup, menunggu reaksi Mbak Lelly. Saya menghela nafas panjang. Sengaja.

“Yahh, Yeni sudah tiga hari keluar kota. Pikiran saya sedang kotor. Jadi..”

“Besok lagi kalau Yeni mau keluar kota, kamu minta jatah dulu.”

“Ahh Mbak Lelly ini. Susah Mbak nunggu moodnya si Yeni. Kadang pas saya lagi pengin dia sudah kecapekan.”

“Tapi itu kan kewajiban dia melayani kamu?”

“Saya tdk ingin dia melakukan dengan terpaksa.” Kami sama-sama diam. Saya terus menunggu. Menunggu. Jantung saya berdegup keras.

“Kamu sering swalayan gitu?”

“Yaa sering Mbak. Kalau pengin, terus Yeni nggak mau, ya saya swalayan. Ahh udah aahh. Kok ngomongin gitu?” Saya pura-pura ingin mengalihkan pembicaraan. Tapi Mbak Lelly tdk peduli.

“Gini lho Dik. Masalahnya, itu tdk sehat untuk perkawinan kalian. Kamu harus berbicara dengan Yeni. Masa sudah punya istri masih swalayan.” Mbak Lelly memegang punggung tangan saya.

“Maaf Mbak. Nafsu saya besar. Sebaliknya dengan Yeni. Jadi kayaknya saya yg mesti mengikuti kondisi dia.” Kali ini saya bicara jujur.

“Saya cukup puas bisa melayani diri sendiri kok.” “Kasihan kamu.”

Mbak Lelly menyentuh ujung rambut saya, dan disibakkannya ke belakang. Saya memberanikan diri menangkap tangan itu, dan menciumnya selintas. Mbak Lelly seperti kaget, dan buru-buru menariknya.

“Kapan kalian terakhir kumpul?”

“2 atau tiga minggu lalu,” jawab saya.

Bohong besar. Mbak Lelly mendesis kaget.

“Ya ampuun.”

“Mbak. Tapi Mbak jangan bilang apa-apa ke Yeni. Nanti salah pengertian. Dikira saya mengadu soal begituan.” Mbak Lelly kembali menggenggam tangan saya. Erat, dan meremasnya.

Isi celana saya mulai bergerak-gerak. Kali ini saya yg menarik tangan saya dari genggaman Mbak Lelly. Tapi Mbak Lelly menahannya. Saya menarik lagi. Bukan apa-apa. Kali ini saya takut nanti dilihat orang lain.

“Saya horny kalau Mbak pegang terus.” Mbak Lelly tertawa kecil dan melepaskan tangan saya.

Dia beranjak sambil mengucek-ucek rambut saya.

“Kaciaann ipar Mbak satu ini.” Mbak Lelly berlalu, menuju ruang keluarga.

“Liat TV aja yuk,” ajaknya.

Saya memaki dalam hati. Kurang ajar betul. Dibilang saya horny malah cengengesan, bukannya bilang,

“Saya juga nih, Dik.” Setengah jengkel saya mengikutinya. Di ruang keluarga semua kumpul kecuali Rosi. Hanya sebentar. Saya masuk ke kamar.

Sekitar pukul 23.00 pintu kamar saya berderit. Saya menoleh. Mbak Lelly. Dia menempelkan telunjuknya di bibirnya.

“Belum bobo?” tanyanya lirih. Jantung saya berdenyut keras.

“Belum.” Jawab saya.

“Kita ngobrol di luar yuk?”

“Di sini saja Mbak.” Saya seperti mendapat inspirasi.

“Ihh. Di teras aja. Udah ngantuk belum?” Mbak Lelly segera menghilang.

Dengan hanya bersarung telanjang dada dan CD saya mengikuti Mbak Lelly ke teras. Saya memang terbiasa tidur bertelanjang dada dan bersarung. Rumah telah senyap. TV telah dimatikan. Keluarga ini memang terbiasa tidur sebelum jam 22.00. Hanya aku yg betah melek.

Mbak Lelly mengenakan daster tanpa lengan. Ujung atas hanya berupa seutas tali tipis. Daster kuning yg agak ketat. Saya kini memperhatikan betul lekuk tubuh perempuan yg berjalan di depan saya itu. Pantat menonjol. Singset. Kulitnya paling putih di antara semua sadaranya. Umurnya berselisih tiga tahun dengan Yeni. Mbak Lelly duduk di bangku teras yg gelap. Bangku ini dulu sering saya gunakan bercumbu dengan Yeni. Wajah Mbak Lelly hanya terlihat samar-samar oleh cahaya lampu TL 10 watt milik tetangga sebelah. Itupun terhalang oleh daun-daun angsana yg rimbun.

Dia memberi tempat kepada saya. Kami duduk hampir berhimpitan. Saya memang sengaja. Ketika dia mencoba menggeser sedikit menjauh, perlahan-lahan saya mendekakan diri.

“Dik Andy” Mbak Lelly membuka percakapan.

“Nasib kamu itu sebenernya tak jauh beda dengan Mbak.” Saya mengernyitkan dahi. Menunggu Mbak Lelly menjelaskan.

Tapi perempuan itu diam saja. tangannya memilin-milin ujung rambut.

“Maksud Mbak apa sih?”

“Tdk bahagia dalam urusan tempat tidur. Ih. Gimana sih.” Mbak Lelly mencubit paha saya. Saya mengaduh. Memang sakit, Tapi saya senang. Perlahan-lahan k0ntol saya bergerak.

“Kok bisa?”

“Nggak tahu tuh. Mas Wib itu loyo abis.”

“Impoten?” Saya agak kaget.

“Ya enggak sih. Tapi susah diajakin. Banyak nolaknya. Malas saya. Perempuan kok dibegituin,”

“Hihihi.. Tadi kok kasih nasihat ke saya?” Saya tersenyum kecil.

Mbak Lelly mencoba mendaratkan lagi cubitannya. Tapi saya lebih sigap. Saya tangkap tangan itu, dan saya amankan dalam genggaman. Saya mulai berani. Saya remas tangan Mbak Lelly. K0ntol saya terasa menegang. Badan mulai panas dingin. Mungkinkan malam ini saya dan Mbak Lelly..

“Terus cara pelampiasan Mbak gimana? Swalayan juga?” Tanya saya.

Saya taruh sebelah tangan di atas pahanya. Mbak Lelly mencoba menghindar, tapi tak jadi.

“Enggak dong. Malu. Risih. Ya ditahan aja.”

“Kapan terakhir Mbak Lelly tidur sama Mas Wib?” Saya mencium punggung tangan Mbak Lelly.

Lalu tangan itu saya taruh perlahan-lahan di antara pahaku, sedikit menyentuh k0ntol.

“2 minggu lalu.”

“Heh?” Saya menatap matanya. Bener enggak sih. Kok jawabannya sama dengan saya? Ngeledek apa gimana nih.

“Bener.” Matanya mengerling ke bawah, melihat sesuatu di dekat tangannya yg kugenggam.

“Mbak..” Saya menyusun kekuatan untuk berbicara.

Tenggorokan terasa kering. Nafsu saya mulai naik. Perempuan ini bener-bener seperti merpati. Jangan-jangan hanya jinak ketika didekati. Saat dipegang dia kabur.

“Hmmm,” Mbak Lelly menatap mata saya.

“Mbak pengin?” Dia tak menjawab.

Wajahnya tertunduk. Saya raih pundaknya. Saya elus rambutnya. Saya sentuh pipinya. Dia diam saja. Sejurus kemudian mulut kami berpagutan. Lama. Ciuman yg bergairah. Saya remas bagian dadanya. Lalu tali sebelah dasternya saya tarik dan terlepas. Mbak Lelly merintih ketika jari saya menyentuh belahan dadanya. Secara spontan tangan kirinya yg sejak tadi di pangkuan saya menggapai apa saja. Dan yg tertangkap adalah k0ntol. Dia meremasnya. Saya menggesek-gesekkan jari saya di dadanya. Kami kembali berciuman.

“Di kamar aja yuk Mbak?” ajak saya.

Lalu kami beranjak. Setengah berjingkat-jingkat menuju kamar Mbak Lelly. Kamar ini terletak bersebarangan dengan kamar saya. Di sebelah kamar Mbak Lelly adalah kamar mertua saya.

Malam itu tumpahlah segalanya. Kami bermain dengan hebatnya. Berkali-kali. Ini adalah perselingkuhan saya yg pertama sejak saya kawin. Belakangan saya tahu, itu juga perselingkuhan pertama Mbak Lelly.

Bermacam gaya kami lakukan. Termasuk oral, dan sebuah sedotan kuat menjelang saya orgasme. Semprotan mani menerjang tenggorokan Mbak Lelly. Itulah pertama kali mani saya diminum perempuan.

Cerita Sex – Hasil Penelitianku Bersama Ida…

Cerita terbaru ini bermula ketika aku disodorkan sebuah judul skripsi atau thesis oleh seorang mahasiswi untuk dibantu penyusunannya dengan alasan ia sendiri punya keterbatasan untuk menyusunnya, baik karena kurang memiliki buku-buku rujukan maupun belum pengalaman menyusun, apalagi dengan ketikan komputer. Karenanya, lewat informasi dariteman-temannya, ia (sebut saja namanya Ida) datang ke rumahku menawarkan sebuah judul yg sudah diterima oleh ketua jurusannya untuk dibahas lebih lanjut.

cerita-sex-hasil-penelitianku-bersama-ida

Karena profesiku sehari-hari memang bergerak di bidang jasa pengetikan komputer dan penyusunan karya ilmiah, termasuk bimbingan penyusunan karya ilmiah, maka tentu aku berusaha untuk tdk menolak tawaran itu, meskipun waktu penyelesaian yg diberikan hanya seminggu. Tanpa pikir panjang, aku langsung menerima tawarannya dengan biaya yg tertera dalam formulir pesanan yg telah kusediakan.

Setelah selesai mengisi formulir pesanan yg kusodorkan, lalu kuamati identitas dan judul yg ditulisnya dalam formulir itu. Aku berpikir bahwa judul tersebut termasuk agak berat ringan, namun bisa diakali atau spekulasi, sebab menygkut problem yg banyak dibicarakan oleh masmedia dewasa ini. Redaksi judulnya adalah “Perselingkuhan dan Dampaknya terhadap Keharmonisan Rumah Tangga”. Buku-buku yg membahas tentang perselingkuhan, masih sangat terbatas di kota tempat tinggal kami (sebut saja kota Wp) yakni salah satu kota kabupaten di Sulsel.

“Wah berat sekali judulnya ini, bisa nggak mencari buku-buku rujukannya,” kataku setelah membaca isi formuliar pesanan yg telah ia isi itu.

“Nanti kuusahakan cari buku rujukannya kak,” janjinya.

“Tapi judul ini nampaknya perlu juga penelitian lapangan dik, karena menygkut problem rumah tangga yg nggak sulit ditemukan faktanya di daerah kita ini.

Lagi pula saya yakin buku rujukannya sangat terbatas, sehingga perlu ditunjang dengan hasil wawancara atau angket,” alasanku.

“Jadi bagaimana caranya kak? Apa aku harus wawancara dengan mereka yg selingkuh?” tanya Ida sambil ketawa seolah ia malu melaksanakannya.

Dan memang harus dimaklumi karena ia masih tergolong gadis pemalu. Ida merupakan sosok wanita yg sedikit kalem, sikap dan penampilannya cukup sederhana. Tubuhnya langsing dengan wajah berseri-seri.

“Apa adik nggak mampu melakukannya atau malu?” tanyaku singkat.

“Aku sangat malu kak, palagi bicara soal rumah tangga, tentang selingkuh lagi, khan nggak enak rasanya kak” katanya terus terang.

Setelah kupikir dan pertimbangkannya, aku lalu menawarkan jalan lain.

“Gimana kalau anda beri surat kuasa padaku, biar aku yg wawancara sama teman atau orang lain yg kuketahui selingkuh,” tawaranku padanya.

“Wah, malah itu jalan yg terbaik kak. Buat aja surat kuasanya kak, nanti kutandatangani. Soal biaya yg kakak keluarkan sehubungan dengan penelitian ini, aku siap tanggulangi semuanya asal bukan saya yg disuruh melakukannya,” katanya seolah gembira sekali menyambutnya.

“Tapi terus terang aja dik, mungkin aku hanya minta kepada mereka agar bersedia menandatangani surat keterangan penelitiannya. Soal kejadian dan dampaknya, biar aku yg rekayasa kalimatnya,” jelasku pada Ida.

“Nggak masalah kak. Yg penting karya ilmiahku bisa selesai dan ditandatangani oleh pembimbing serta aku bisa ikut ujian meja bersama teman-teman dalam waktu dekat ini,” katanya pasrah padaku.

Saat itu pula aku langsung ketik suarat kuasanya lalu ditandatangani oleh Ida, kemudian ia minta izin pulang setelah aku mencatat Nomor telepon rumahnya. Setelah lima hari kemudian, aku sudah menyusun dengan matang konsep yg akan aku jalankan lebih lanjut. Aku hubungi dan minta agar Ida datang ke rumah pada pukul 19.00 wita guna membicarakan soal penyelesaian karya ilmiahnya. Sementara aku makan malam bersama keluarga, terdengarlah ada orang yg mengetuk pintu. Aku yakin itu pasti Ida. Istriku segera keluar membukakan pintu, ternyata betul Ida datang sebelum jam 19.00 wita. Mungkin ia anggap panggilanku itu sangat penting, apalagi menygkut soal penyelesaian karya ilmiahnya.

“Silahkan duduk dik,” kata istriku setelah Ida masuk.

“Langsung aja gabung di sini dik, kita makan sama-sama,” teriakku dari dalam ruang makan.

Istriku tdk pernah curiga dan cemburu terhadap setiap wanita yg datang kerumah, karena tujuannya sangat jelas.

“Terima kasih kak. Teruskan aja makannya. Aku baru aja makan di rumah,” teriak Ida dari luar setelah ia duduk di kursi tamu yg tersedia.

“Begini Ida, aku sengaja memanggilmu ke sini untuk membicarakan soal kesimpulan penelitian yg akan saya muat dalam karya ilmiah anda. Aku takut kerja dua kali. Jadi sebelum aku muat, aku mau minta tanggapan dan keputusanmu dulu,” jelasku ketika aku selesai makan dan duduk berhadapan dengan Ida.

Sementara istriku masih sementara makan bersama dengan dua orang putraku. Kupikir mereka masih lama di ruang makan, sebab ia pasti meneruskannya dengan cuci piring, bikin air panas buat aku dan Ida. Masih banyak kesempatan yg bisa kami gunakan untuk bicara secara bebas tanpa mengundang kecurigaan dari istriku.

“Atur sajalah kak mana baiknya. Aku serahkan penuh keputusannya semua pada kak, karena kakaklah yg lebih tahu mengenai hal ini semua,” katanya pasrah, meskipun ia belum tahu niat dan spekulasiku memanggilnya.

“Ida, terus terang dik.. Ada sesuatu yg akan saya tawarkan padamu, tapi aku malu dan takut kamu tersinggung dan marah padaku,” kataku pada Ida dengan suara sedikit pelan karena takut kedengaran istri.

“Katakan saja kak, aku nggak akan tersinggung kok, apalagi marah. Itu bukan watakku. Lagi pula kenapa mesti marah jika memang itu adalah kepentingan penyusunan karya ilmiahku. Aku siap bantu kak sepanjang aku mampu,” kata Ida tanpa ragu dan berpikir curiga atas maksudku.

Meskipun penuh keraguan, bahkan bisa beresiko buruk jika Ida tdk setuju, namun tetap aku beranikan diri menyampaikan niat bejatku.

“Bbbegini dik Ida, maaf sekali lagi. Penelitian kita tdk boleh semua rekayasa dan mesti ada sedikit data pembuktian. Sementara aku sangat kesulitan mendapatkan bukti otentik, karena jarang sekali pria mau mengakui perselingkuhannya dan juga sulit ditemukan istri yg mau mengungkapkan secara jujur akibat yg dirasakannya dari perselingkuhan suaminya,” paparku menjelaskan alasanku pada Ida.

Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Ida pun bertanya.

“Jadi kira-kira bagaimana baiknya kak agar kesulitan kak bisa teratasi”

“Rela nggak berkorban demi penyelesaian karya ilmiahnya dik?” tanyaku.

“Sepanjang aku mampu, tentu saja aku akan usahakan kak. Khan sudah berulang-ulang kali kukatakan pada kak,” katanya sedikit tegas, namun entah apa ia tahu apa yg akan kuminta darinya atau sama sekali tdk terpikir olehnya.

Tapi nampaknya ia tdk ragu-ragu mengatakannya.

“Betul? Janji?” tanyaku tegas sambil mengulurkan tangan untuk salaman dengannya sebagai tanda perjanjian kami. Ida pun menyambut tanganku.

“Mumpung istriku masih di dalam Ida, kita bisa atur strateginya saat ini juga, sebab tawaranku ini sangat rahasia dan hanya kita berdua yg bisa ketahui,” kataku sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh Ida.

Setelah terdiam, tunduk dan berpikir sejenak, maka Ida pun bertanya.

“Jadi gimana caranya kak? Rahasia bagaimana yg kak maksudkan. Katakan aja sekarang agar aku tdk penasaran untuk mendengarnya,” desaknya.

“Aku akan menulis pertanyaan rahasia itu di komputer dan kamu menjawab langsung dengan kata ‘ya’ jika setuju dan ‘tdk’ jika tdk setuju ketika aku bertanya padamu begini?.”

“Kamu harus pura-pura membacakan isi sebuah buku tentang kehidupan rumah tangga yg harmonis, sebab kebetulan judul buku itu ada di sini dan aku seolah-olah menulis apa yg kamu bacakan, meskipun sebenarnya yg kutulis di komputer nanti adalah sejumlah pertanyaan yg harus kamu jawab ‘ya’ atau ‘tdk’” jelasku pada Ida meskipun ia tdk segera memahami maksudku, namun setelah aku menjelaskannya beberapa kali, akhirnya iapun mengerti.

Setelah kami sepakat untuk melakonkan sandiwara itu di depan komputer, kamipun saling terdiam tanpa saling memandang. Namun sikap kami itu tdk berlangsung lama sebab istriku tiba-tiba muncul membawa 2 cangkir air teh buat kami. Istriku tdk nampak ada rasa curiga pada kami, malah dia bercanda karena ia tdk sempat bikin kue buat Ida.

“Silahkan diminum dik, kebetulan nggak ada tulangnya nih,” canda istriku.

“Terima kasih bu’, aku merepotkan aja,” kata Ida pada istriku.

“Silahkan diminum dulu dik, atau kita bawa aja masuk di kamar komputer sambil anda membacakan datanya biar proses penyusunannya agak cepat,” kataku dengan suara yg sedikit besar agar didengar langsung oleh istriku yg sedang duduk di sampingku sambil aku berdiri membawa secangkir teh masuk ke kamar kerjaku dan disusul pula oleh Ida setelah minta izin sama istriku,

bahkan istriku sendiri yg membawakan tehnya dan meletakkannya di atas meja komputer lalu minta izin pada kami untuk nonton acara TV Sinetron kesukaannya yakni Kehormatan di ruang dalam.

“Silahkan dibaca dik,” kataku sengaja memperdengarkan istriku yg sedang berbaring di depan TV.

Sementara Ida duduk di kursi yg telah kusiapkan kurang lebih 50 cm di samping kananku dan aku sendiri duduk persis di depan layar komputer. Ida membaca isi buku yg dipegangnya kata demi kata layaknya orang yg mendiktekan, namun aku tdk menulis apa yg dibaca, melainkan aku mulai buat pertanyaan buat Ida.

“Begini tulisannya?” kataku seolah menulis apa yg dibaca itu, namun aku menuliskan pertanyaan bahwa “Apa anda siap duduk di situ hingga jam 10 malam?” tulisku di layar komputer.

“Ya,” jawab Ida di sela-sela kalimat yg dibacanya.

“Begini?” tanyaku lagi sambil menulis pertanyaanku, “Anda bisa maju dan bergeser ke arahku agak lebih dekat lagi?”

“Ya,” jawab Ida lagi sambil menggeser kursinya agak lebih dekat lagi.

Meskipun yg kedengaran dari mulutku hanya kata “begini”, namun pertanyaan yg kuajukan ke Ida lewat layat komputer banyak sekali. Hampir semua pertanyaanku dijawab dengan kata “ya” oleh Ida, termasuk pertanyaanku tentang apa Ida sudah punya pacar, pernah jatuh cinta, pernah dirasakan belaian pria, pernah dipegang tangannya, rambutnya, wajahnya, pahanya, payudaranya oleh pacarnya. Bahkan Ida juga mengiyakan pertanyaanku soal cium mencium dengan pacarnya.

Namun ketika pertanyaanku mengarah lebih dalam lagi, terutama soal pernah tidur bersama dan bersetubuh dengan pacarnya, maka tiba-tiba ia jawab dengan kata tegas

“Tdk”. Komunikasi kami berjalan lancar meskipun yg kedengaran keluar dari mulutku hanya kata

“begini atau begini tulisanya?”, lalu dijawab oleh Ida dengan kata

“ya atau tdk” hingga waktu tdk dirasa sudah menunjukkan pukul 9.30 malam.

Setelah aku kehabisan bahan dan telah kukorek semua kepribadian Ida, aku lalu minta izin sama Ida untuk masuk buang air kecil sekaligus untuk memastikan keadaan istriku apa ia tdk mengintip atau mencurigai kami dalam kamar kerjaku, meskipun pintu ruanganku sengaja kubuka agar tdk ada rasa curiga dari istriku. Ternyata anak dan istrikut telah tertidur semua di depan TV, sebab kebiasannya memang suka tertidur ketika nonton.

Aku sedikit lega dan merasa ada peluang untuk sedikit bereaksi bersama Ida setelah kuketahui kelemahannya. Karenanya, setelah buang air kecil, aku segera masuk dan duduk kembali seperti semula di samping kiri Ida, namun aku sengaja mendorong sedikit pintu agar tdk terlalu terbuka tanpa dilihat oleh Ida.

“Ayo kita lanjutkan sedikit Ida mumpung masih belum larut malam,” kataku sambil sedikit bergeser ke arah kursi Ida.

“Begini Ida?” tanyaku dengan tekanan suara yg mulai rendah sambil memperlihatkan sebuah pertanyaan lagi dengan kalimat

“Apa pacarmu pernah mengelus-elus pahamu?”.

Ida lalu menjawab,

“Ya”. Namun ia sangat kaget dan tersentak sejenak ketika aku bertanya,

“Seperti ini?” sambil kupegang dan kuelus pahanya yg dilapisi celana panjangnya yg agak tipis dan halus kainnya.

“Yyya.. Ah.. Titdk” jawabnya seolah ketakutan.

Bahkan sempat bergeser dan bermaksud menjauh dariku ketika aku menulis pertanyaan,

“Pernahkah pacar anda meremas payudaranya?” lalu kuperlihatkan Ida sambil berkata,

“Begini Ida?” sambil aku berbalik menghadap padanya dan segera meremas kedua payudaranya dari luar bajunya.

Kali ini ia tdk melepas kedua tanganku dari payudaranya, tapi ia mencoba berdiri lalu menengok keluar ke arah istriku seolah ia hanya takut sama istriku.

“Tenang Ida, istri dan anak-anakku sedang tidur,” bisikku pada Ida ketika ia mencoba menghindar dari perlakuanku, namun ia duduk kembali setelah melihat dengan jelas istriku sedang tidur pulas di depan TV melalui celah pintu yg sedikit terbuka.

“Kenapa harus sampai begini kak? Aku malu, takut dan tdk biasa diperlakukan seperti ini” tanyanya padaku dengan suara sedikit berbisik namun cukup mengerti kalau kami harus bertindak super hati-hati.

“Maaf dik, jika ini terpaksa harus kita lakukan di tempat ini, bukankah adik sendiri yg telah berjanji akan memberikan pengorbanan sesuai kemampuannya asal penyusunan karya ilmiahnya berjalan lancar?” kataku terus terang dan mengingatkan janjinya.

“Wah, ternyata kak menafsirkan sampai ke situ. Aku nggak pernah berpikir sampai ke hal itu kak, tapi.. ” katanya seolah tdk tahu arahku ke situ.

Namun aku yakin ia tdk bakal menolak tindakanku lebih jauh karena Ida tiba-tiba berucap

“tapi..” yg menandakan adanya peluangku lebih jauh.

Aku sudah berhenti membuat pertanyaan tertulis di layat komputer dan Ida pun meletakkan buku yg dibacanya sejak tadi. Kini kami saling berhadapan dan saling mengerti perasaan serta berkomunikasi langsung, namun suara kami sangat kecil, sehingga hanya kami berdua yg bisa mendengarnya. Kami tentu harus waspada dan takut ketahuan oleh istri jika tiba-tiba ia terbangun. Kami betul-betul berani memanfaatkan kesempatan yg beresiko dan sempit itu.

Sambil mengawasi terbangunnya istri yg sedang tidur, kami juga mengurangi bisikan dan komunikasi. Bahasa yg kami gunakan adalah mimik atau isyarat. Takut sekali bersuara. Tanganku mulai memegang paha Ida dari luar celananya, memegang kedua payudaranya yg terbungkus, merangkul dan mencium pipi lalu leher dan singga di bibirnya. Aku sedikit menikmati kecupan bibir Ida yg menyambut serangan bibir dan lidahku di mulut sampai rongga mulutnya.

“Ida, kita tdk boleh menunda-nunda permainan ini. Kita harus segera tuntaskan siapa tahu istri saya terbangun lalu heran kenapa nggak ada suara-suara kita seperti tadi. Ayo bantu aku dik,” bisikku di telinga Ida ketika aku dan mungkin Ida juga terangsang, apalagi tiba-tiba diliputi rasa takut.

“Yah kak, aku takut sekali. Cepat-cepat selesaikan kak,” balas Ida seolah menerima baik tindakanku ini.

Ida segera membuka 2 kancing bajunya untuk memberi kesempatan agar aku segera meremas susunya dan mengisap putingnya yg nampak tegang kecoklatan. Akupun tdk menyia-nyiakan kesempatan emas ini dan segera meraih bukit kembar yg putih mulus itu. Sangat mungil karena belum pernah dijamah oleh pria lain kecuali hanya pacarnya yg pernah meremasnya dari luar bajunya, apalagi usianya baru berkisar 20 tahun.

Setelah aku puas menjilat, mengisap dan memainkan bukit kembarnya, tanganku berpindah ke bawah yg sudah mulai ada jalan masuk karena telah terbuka kasper celananya dari depan, sehingga tanganku dengan mudah meraba, mengelus dan menekan biji daging yg terasa bergetar-getar yg ada di antara kedua bibir bawahnya.

Karena sepakat akan menuntaskan seluruh permainan kami di kamar kerjaku itu, maka wajar jika kami saling membantu dan memudahkan terlaksananya hajat kami. Tanpa kuminta, Idapun melorot sedikit celananya hingga di atas lututnya. Aku tak sempat melihat apa Ida memakai celana dalam atau dilorit bersama celana panjangnya, tapi yg jelas paha mulus lagi putih itu terlihat dengan jelas, bahkan sampai ke batas pinggangnya.

Namun Ida masih tetap dalam posisi duduk berhadapan denganku, sehingga aku sulit melihat dengan jelas barang mewah yg ada di selangkangannya tapi aku bisa meraba dan memainkannya dengan mudah. Mulutku akrab menempel di payudara kirinya, sementara tangan kiriku melekat di payudara kanannya dan tangan kananku tak mau pisah dengan sebuah daging yg tertancap pada dua bibir bawah di antara selangkangannya.

“Sssttt… Aahhh… Khkh… Cceeepat kak selesaikan, aku sudah nggak tahan nih,” bisik Ida ditelingaku ketika aku semakin memainkan mulut dan tanganku pada kedua alat sensitifnya itu sambil berusaha menurunkan sedikit celananya hingga lutut.

“Sabar dik, aku nggak mau rasanya berhenti dan ingin menikmati sampai pagi,” bisikku sambil mempercepat gerakan tangan dan mulutku.

Namun Ida mencubit pinggangku lalu ia segera berdiri dan kedua tangannya langsung membuka ikat pinggang berikut kait serta kasper celanaku dengan lincah sekali. Setelah terlepas, kedua tangannya segera menurunkan celanaku, namun sedikit tertahan karena aku masih duduk di atas kursi, tapi aku sangat mengerti sehingga aku mengangkat pantat untuk memudahkan ia menurunkan celanaku hingga lutut. Tanpa disentuh dan digocok, k0ntolku dengan sendirinya berdiri mengacung bagaikan kepala ular berbisa yg mau mematuk mangsanya.

Tanpa perintah atau komando, Ida tiba-tiba duduk di antara kedua pahaku dan meraih ujung k0ntolku lalu mengarahkan ke lubang memeknya yg sedikit basah dan licin itu, lalu merangkul leherku. Ia mulai menggoyang sedikit pinggulnya ke kiri dan kekanan agar k0ntolku dapat dengan mudah masuk ke lubang sasarannya, namun agak sulit. Selain karena memek Ida ditumbuhi bulu hitam yg cukup lebat, juga memeknya kuyakini belum terbiasa dimasuki benda tumpul seperti yg kami usahakan masuk saat ini.

Aku mencoba membantu untuk memasukkannya dengan memegang k0ntolku serta membuka kedua bibir memeknya dengan kedua tanganku, tapi belum bisa amblas meskipun separohnya sudah mulai masuk dan kurasakan senti demi senti melejik ke dalam, apalahi gerakan pinggul dan tangan Ida tdk mau berhenti. Aku sebenarnya masih ingin menikmati permainan kami dengan lama sekali, tapi tiba-tiba terpikir akan terbangun istriku karena suara kaki kursi plastik yg selalu bergerak-gerak seiring dengan gerakan kami, maka aku konsentrasi lagi untuk menuntaskannya dengan segera.

Gerakan pinggulku mengikuti gerakan pinggul Ida dan kami saling menekan masuk hingga akhirnya bisa amblas seluruhnya. Bunyi decak, decik, decukk, cak.. cikkk.. cukkk pun cukup menyela keheningan malam itu, yg membuat aku semakin khawatir istriku terganggu dan terbangun, sehingga kami mengatur kembali gerakan.

Meskipun pakaian kami hanya terbuka sedikit sekali dan gerakan serta suara kami sangat terbatas, namun cukup bisa kami nikmati permainan kami itu. Bahkan belum pernah kurasakan kenikmatan seperti itu dari istriku. Mungkin karena ini hasil curian atau karena ketdk leluasaan kami yg membuat permainan kami lebih nikmat dan lebih berkesan. Kembali lagi Ida menghentak-hentakkan pantatnya ke pahaku seiring dengan keluar masuknya k0ntolku ke dalam memeknya, bahkan ia seolah tak sadarkan diri lagi dan gerakannya semakin dipercepat ketika aku mencoba mengangkat sedikit pantatku agak masuknya lebih dalam lagi.

Tanpa berkata apa-apa, Ida terasa gemetar sekujur tubuhnya dan keringatnya yg bercampir dengan keringatku jatuh membasahi kursi tempat dudukku. Akupun mengerti kalau Ida sudah berada di ambang pintu kenikmatan yg luar biasa, maka aku mencoba menahan cairan hangat yg juga mulai terasa menjalar ditubuhku dan mendesak mau keluar lewat k0ntolku. Ida tiba-tiba merangkulku dengan keras, menggigit sedikit bahuku dan mencakar-cakar punggungku, lalu terasa lemas lunglai.

Ketika Ida terasa lemas seolah kehabisan tenaga, aku yakin kalau ia sudah melewati klimaksnya. Kini giliranku untuk mencapainya, lalu aku segera mengangkat tubuh Ida dan memutar sehingga posisi membelakangiku. Mau tdk mau ia terpaksa pegangan di didinding kamar, lalu kutekan sedikit kepalanya agar ia lebih nungging lagi. Setelah terlihat lubang kenikmatannya dengan jelas, aku segera arahkan k0ntolku masuk ke dalamnya dan menekannya agar masuk lebih dalam, lalu kugenjot dengan keras dan cepat bolak balik maju mundur hingga akupun merasakan ada cairan hangat yg kental tumpah ke dalam lubang kenikmatan Ida.

Aku sengaja dan tdk takut akibatnya, sebab zat Ida yg bakal membuahi sudah keluar sejak tadi, sehingga tdk mungkin bisa ketemu dan terbuahi. Hal itu kuyakini sesuai praktek kami bersama istri selama ini. Setelah kami sama-sama mencapai puncak kenikmatan, kami lalu berpelukan sejenak dan saling memberi kecupan sebagai tanda terima kasih dan saling puas. Tanpa menunda waktu sedetikpun, kami segera memperbaiki kembali posisi pakaian kami masing-masing seperti semula lalu duduk sejenak sambil berpandangan dengan senyum puas dan bahagia yg kami rasakan.

Kami sudah tdk konsentrasi lagi terhadap karya ilmiah dan penelitian yg sedang kami proses. Bahkan sebelum istriku bangun, Ida minta izin untuk pulang, tapi aku sempat membisikkan sebuah kalimat di telinganya.

“Sudah mengerti yg namanya selingkuh sayang? Inilah bukti selingkuh yg sebenarnya dan data inilah yg paling otentik dari semua hasil penelitian kita, karena sama sekali bukan rekayasa melainkan betul-betul berdasarkan fakta dan pengalaman nyata kita sendiri,” bisikku sambil memberi ciuman terakhir dan merangkulnya sekali lagi dengan eratnya.

Ida hanya membalas dengan senyum dan sedikit cubutan di pinggangku. Ida pun melangkah keluar lalu naik ke motornya seolah penuh bahagia.

Peristiwa yg kuceritakan ini baru awal dan pemanasan, karena hanya kebetulan dan kesempatan kami sangat sempit. Karena itu, meskipun kami belum janjian untuk mengulanginya, tapi mesti kami usahakan mengulangi dalam waktu singkat di tempat yg lebih aman, bebas dan waktu yg tak terbatas. Apalagi karya ilmiahnya masih sementara dalam proses, sehingga kami akan terus berkomunikasi dan saling memberi kenikmatan.

Setelah kubuktikan pada Ida di kamar kerjaku tentang arti selingkuh yg sebenarnya sesuai judul penelitian karya ilmiahnya, kami memang sepakat untuk mengulanginya kembali dalam waktu singkat di tempat yg lebih memberi ruang keleluasaan. Hanya berselang sepekan, tepatnya Hari Sabtu Sore, aku ke rumah Ida setelah sebelumnya Ida menelponku agar datang ke rumahnya menerima seluruh biaya penyusunan karya ilmiahnya meskipun penyusunannya belum tuntas 100%. Istriku yg menerima telpon itu nampak gembira dan meminta saya agar segera ke rumah Ida menerima uangnya, apalagi istriku saat itu sangat membutuhkan uang belanja.

“Silahkan masuk kak, pintunya tdk terkunci kok” teriak Ida dari dalam rumah setelah aku mengetuk pintu rumahnya.

Ia seolah menunggu dan lebih dahulu melihat kedatanganku.

“Selamat sore Ida” ucapanku setelah kubuka pintu rumahnya.

“Silahkan duduk kak, tdk usah malu-malu. Saya hanya sendirian kok” kata Ida setelah aku berdiri di ruang tamunya seolah ia sengaja agar aku tdk segan-segan bertindak dan berbicara dengannya.

“Ke mana semua keluarga Ida? Kok kamu berani sendirian di rumah?” tanya aku ketika sedang duduk di kursi sofanya yg empuk itu.

“Mereka semua jenguk nenek yg sedang sakit di kampung kak,” katanya.

“Tapi adik Ida memang terbiasa ditinggal sendirian di rumah?” tanyaku.

“Wah itu soal biasa kak. Khan nggak ada yg ditakutkan sebab di sini cukup aman, lagi pula di lingkungan ini cukup ramai” jawabnya lagi.

Setelah aku berbincang panjang lebar soal umum dan soal pribadi Ida serta keluarganya sambil menikmati hidangan kue yg sejak tadi menunggu di atas meja, Ida lalu memandangku dengan tajam, lalu mekangkah ke dekat pintu dan menguncinya rapat-rapat. Aku hanya terdiam sambil memperhatikannya. Dalam hati kecilku bertanya ada maksud apa Ida memanggilku ke rumahnya setelah kedua orangtua dan keluarga lainnya di rumah itu sedang tdk ada. Jangan-jangan ia menipuku atau ingin melanjutkan peristiwa singkat dalam kamar kerjaku minggu lalu itu.

“Kak, kita ke atas yuk, di sini nggak aman dan bebas kok, sebab sedikit-sedikit ada tamu yg datang jika mereka ketahui ada orang di dalam rumah. Maklum bapak khan pengusaha yg luas jaringannya” kata Ida lembut sekali setelah menutup pintu dan mencabut kabel telpon rumahnya dari pesawatnya.

Ia segera menarik tanganku dan menuntunku ke lantai atas rumahnya di mana kamar belajarnya berada. Aku hanya menuruti apa yg dimintanya, lagi pula aku senang dan gembira mau terima uang dari Ida, yah syukur-syukur jika ia bersedia memberi bonus khusus buatku.

Setelah aku dipersilahkan duduk di kursi yg ada dalam kamarnya, Ida lalu duduk di atas rosbannya yg cukup rapi dan tertata dengan seprei berwarna biru yg dihiasi sulaman kembang berwarna kuning emas. Baunya yg harum menyengat ke hidungku hingga aku terpesona dan sedikit menikmati suasana damai, tenang dan bahagia dalam ruangan itu seolah mengingatkanku di malam pertama ketika aku masih pengantin baru.

Sore itu aku hanya termangu memperhatikan suasana yg ada dalam kamarnya tanpa aku banyak bicara. Sesekali memperhatikan tubuh Ida yg terbungkus baju warna putih dengan celana kain setengah panjang yg agak tipis namun indah dan bersih sekali lagi harumnya yg tdk mau hilang di hidungku. Aku sangat berat, segan dan malu diperlakukan seperti raja oleh Ida, apalagi selaku orang yg punya istri, tentu takut bertingkah macam-macam di depan Ida yg serba istimewa.

“Ida, aku tdk bisa lagi menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini berada dalam kamar bidadari. Sungguh aku mempunyai keberuntungan luar biasa bisa kenalan dan berhubungan dengan adik. Aku diperlakukan seperti raja diraja. Aku sangat menyesal kawin terlalu cepat” ucapanku mengagumi segala apa yg kurasakan saat itu.

Mendengar ucapanku itu, Ida hanya menatapku tajam sambil tersenyum sesekali pandangannya turun ke arah selangkanganku. Aku bisa membaca maksiud isi hatinya, tapi aku tetap pura-pura bersikap pasif. Ida seolah tdk memperlihatkan rasa malu, segan dan takut lagi di depan saya setelah ia mengetahui kebejatan moral saya. Bahkan nampak ia lebih berani dan lebih aktif di depanku.

“Kak, aku tdk pernah menygka bisa menikmati hubungan sex bersama dengan orang yg selama ini kukagumi. Aku sebenarnya bahagia tapi sekaligus menyesal karena kehormatan dan keperawananku terpaksa kuserahkan dan dinikmati oleh suami orang lain yg tdk mungkin bisa kumiliki sepenuhnya. Padahal pria yg kusayangi selama ini berkali-kali mendesak dan meminta tapi aku tetap mempertahankannya dengan alasan melanggar norma-norma agama, nanti setelah nikah dan berbagai macam alasan lainnya. Kenapa ini terjadi kak dan kenapa bukan pada saat kak masih bebas menentukan pilihan? Kenapa kak, kenapa dan kenapa…” tiba-tiba Ida berbicara terbuka, panjang lebar dan penuh dengan kesedihan.

Dengan suara tangis terisak-isak yg ditandai air mata membasahi pipinya, aku yakin Ida sangat menyesal dan tdk mampu menolak keinginan bejatku ketika aku menunjukkan bukti perselingkuhan di kamarku ketika itu. Ia berkali-kali berteriak mempertanyakan nasibnya sambil memeluk dan mencium pipiku sehingga bahu dan pipiku juga ikut basah oleh air matanya.

“Ida, aku mohon maaf dik sayang. Aku khilaf ketika itu dan aku terlalu bernafsu melihat kecantikanmu. Apalagi sikap kelemah lembutanmu di depanku membuatku terangsang, karena hal seperti sulit kudapatkan dari istriku yg sedikit keras dan kasar sikapnya. Sekali lagi maaf dik, aku juga ikut menyesali sikapku yg kurang ajar dan kurang mengerti diri. Maukah kamu memaafkan kesalahanku sayang…?” kataku menyampaikan rasa penyesalanku sambil mengelus rambut dan pipinya yg masih bersandar ke bahuku.

Cukup lama kami saling merangkul. Namun di sela-sela rangkulan itu, kami seolah tersengat seteron listrik. Kami bukan menyesali dan menghindari terulangnya peristiwa itu, malah kami saling berpagutan tanpa kuketahui siapa yg memulai. Ida lahap sekali mencium dan mengisap bibir dan lidahku. Akupun memberikan sambutan yg sama. Tangan kami saling bergerak lincah menggeraygi tubuh masing-masing secara berlawanan. Kali ini, sedikitpun tdk ada rasa malu, ragu dan takut ada orang lain yg mengetahuinya, sebab pintu rumah Ida terkunci rapatb dan kamipun berada di lantai atas sehingga suara kami sulit terdengar oleh orang lain sekalipun kami berteriak keras.

Meskipun aku sedikit sadar dan mengingat apa yg baru kami sesali, namun aku sengaja tdk mau mengingatkan Ida, sebab aku lagi senang dan juga hal seperti ini sudah terlanjur kami lakukan. Tanpa kusadari, Ida sudah membuka kancing bajuku dan melepaskan dari tubuhku. Ia menyerang sangat lincah dan seolah lupa segalanya. Ia menyapu seluruh tubuhku dengan ciuman dan jilatan, mulai dari wajah, dagu, leher, bibir dan mulut hingga ke pusar. Tangannya sangat aktif merangkul dan meraba-raba tubuhku hingga masuk ke selangkanganku dari atas ke dalam celanaku.

Akupun tdk mampu menahan tangan yg sejak tadi bergerak-gerak ingin memegang benda-benda kenyal dan langkah ditemukan di pasaran yg ada pada tubuh Ida. Meremas-remas kedua payudara Ida yg masih keras dan ukuran sangat sederhana, membuka kancing baju dan BH serta mengelus-elus kelentit Ida yg mungil lagi keras adalah menjadi aktifitas khusus kedua tangan saya tanpa komando dari siapa-siapa. Semua ini kami lakukan dalam keadaan berdiri di depan tempat tidur Ida.

“Kak, cepat kak. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo Kak cepat,” bisik Ida berkali-kali di dekat telingaku.

Nafasnya terasa hangat sekali dipipiku.

“Sabar sayang, aku akan memberikan kenikmatan luar biasa hari ini. Kali ini kita bebas, aman dan tak ada gangguan sedikitpun untuk menikmati segalanya. Sabar sayang… Aku pasti memuaskanmu” bisikku sambil melonggarkan ikat pinggangku agar Ida mudah memasukkan tangannya.

Ida nampaknya tdk sabar lagi. Ia kali ini menurunkan celanaku lalu menarikku naik ke atas tempat tidur setelah aku betul-betul telanjang bulat. Aku turuti saja kemauannya, bahkan setelah ia duduk di pinggir tempat tidur, aku segera menarik celananya turun hingga terlepas semua dari tubuhnya. Kini kami berpelukan dalam keadaan bugil tanpa sehelai kainpun di tubuh kami. Aku merebahkan tubuhnya ke atas kasur dengan kedua kaki tetap tergantung namun kedua pahanya agak terbuka, sehingga terlihat dengan jelas memeknya yg basah, bersih dan agak montok, bahkan biji yg tumbuh di sela-sela lubang kemaluannya itu nampak menantang dan indah.

“Ayo kak, masukkan cepat kak. Aku ingin sekali menikmati burungmu itu. Aku sangat ketagihan. Cepat kak, ayo kak,” kembali Ida meminta aku memasukkan k0ntolku ke dalam kemaluannya yg sudah basah dan sedikit terbuka itu.

Berkali-kali ia memintaku dengan nafas terengah-engah seolah sesak. Bahkan kali ini ia meraih k0ntolku dan menuntun ke arah memeknya, tapi aku tetap menahannya dan mermbiarkan ia semakin penasaran agar kami bisa bermain lebih lama di kamarnya. Berkali-kali pintu rumahnya terdengar diketuk-ketuk orang, tapi Ida tetap tdk peduli. Ia yakin kalau itu hanya tamu bapaknya, sementara bapaknya besok baru pulang karena baru tadi siang berangkatnya. Ia konsentrasikan dirinya pada kenikmatan yg ia harapkan segera kuberikan.

Setelah aku puas memainkan lidah, bibir dan mulutku pada seluruh tubuhnya, terutama pada rongga mulut, payudara dan rongga kemaluannya, lalu secara pelan-pelan ujung k0ntolku menyentuh bibir memeknya, sehingga pinggulnya terangkat-angkat secara otomatis dan sesekali merangkul pinggulku dan menariknya turun, namun tetap kupertahankan untuk tdk terburu-buru.

Karena lincahnya menggerakkan dan memutar pinggulnya kiri kanan, maka pertemuan kedua benda asing itupun sulit dihindari. Bahkan secara tdk sengaja kepala k0ntolku masuk dan nempel ke lubang memeknya bagaikan ditarik oleh sebuah magnit. Akupun rasanya sulit lagi memancing dan menarik keluar, sehingga perlahan tapi pasti ujung k0ntolku menyelusup masuk sedikit demi sedikit hingga amblas seluruhnya. Gerakan refleks pinggul kami secara otomatis berputar dan maju mundur mengikuti aliran kenikmatan yg kami rasakan masing-masing. Suara desiran dan lenguhan dari mulut kami berdua tdk bisa lagi tertahankan sebagai pertanda kami mengalami kenikmatan yg tiada taranya.

“Auh… Uuuhhh… Sssttt… Aduhhh… Aakhh…” suara itulah yg senantiasa mewarnai kesunyian dalam ruangan itu. Untungnya suara kami tdk dapat terdengar oleh tetangga Ida, sehingga keluar secara bebas mengikuti alur kenikmatan tanpa kami mengontrolnya.

“Kak, aku nikmat sekali. Gocok terus kak. Jangan berhenti, aduhhh… Ahkhkh… Uhhh… Mmmhhh” ucapan Ida ketika aku semakin mempercepat gerakan pinggulku dan sesekali berhenti sejenak karena capek.

Namun, gerakan maju mundur sulit sekali kami lakukan karena kedua kaki Ida melingkar kepunggungku dengan eratnya, sehingga aku hanya mampu memutar kiri kanan. Tangan Ida terus merambah ke seluruh tubuhku, bahkan terkadang menjambak rambutku. Sementara tanganku juga bergerak terus mencari sasaran yg lebih nikmat. Kadang meremas-remas kedua payudara Ida dengan kerasnya dengan maksud agar Ida mau menurunkan kedua kakinya yg melingkar, tapi tetap saja seolah sudah diikat.

“Kak, rasanya aku mau keluar. Aku tak mampu menahan lagi. Biar yah kak? aaahhh… Ukhhh… Iiihhh… Mmmhhh… Aaakhh” kata Ida dengan suara seolah tdk ditahan-tahan lagi.

Aku hanya mengangguk sebagai tanda persetujuanku. Ia sedikit berteriak ketika aku berusaha mendorong keras k0ntolku sehingga terasa menyentuh benjolan daging dalam rahimnya. Bersamaan dengan gerakan cepat dan kerasku itu, sekujur tubuh Ida terasa gemetar. Tangannya dengan keras menjambak rambutku serta mencakar-cakar punggungku.

Namun hal itu tdk berlangsung lama, karena saat itu pula kurasakan ada cairan hangat menyelimuti seluruh batang k0ntolku, lalu ia melepaskan jepitan kedua kakinya di punggungku dan jatuh dengan lemas ke lantai bersamaan dengan melemasnya seluruh tubuhnya. Aku kira ia pingsan, tapi setelah kurasakan nafas dan detak jantungnya yg keras, aku yakin kalau ia hanya capek dan setengah sadar akibat kenikmatan.

Setelah Ida tdk berdaya lagi, aku berdiri lalu mengangkat kedua kaki Ida ke atas tempat tidur sehingga terlentang, meskipun k0ntolku belum menumpahkan cairan kenikmatan yg kental, namun aku biarkan saja dulu Ida istirahat karena waktu masih panjang yakni baru jam 7.30 malam. Kami berada di rumah itu sekitar 3 jam lebih. Alasan keterlambatanku pada istri, bisa kupikirkan sebentar setelah aku menyelesaikan tugas utamaku di kamar Ida. Sambil Istirahat, aku membakar sebatang rokok, biar lebih santai dan sedikit bijaksana pada Ida yg terlalu capek.

Sepuluh menit kemudian, aku semakin penasaran ingin merasakan nikmatnya jika k0ntolku masuk dan memuntahkan peluru ke dalam memek Ida. Aku sengaja bermaksud memuncratkan spermaku ke dalam memek Ida karena pengalamanku menunjukkan lebih nikmat dibanding muncrat di luar, apalagi aku tdk takut dibuahi oleh zat telur Ida, karena ia sudah keluar duluan. Karena itu, niatku hanya memuaskan diriku sendiri dengan cepat setelah Ida mengalaminya, agar ia tdk tambah capek lagi.

“Maaf kak, aku tertidur. Kukira Kakak juga tidur. Aku betul-betul tdk sadar tadi. Mungkin karena terlalu dibuai kenikmatan” kata Ida padaku ketika ia terbangun dan melihatku memainkan puting susunya dengan mulut dan tanganku secara bergantian.

Aku sangat terangsang memandang seluruh lekuk-lekuk tubuhnya yg telanjang bulat sejak tadi sambil mengisap rokokku. Setelah Ida memeluk tubuhku dan mencium pipiku, ia bertanya:

“Apakah kak juga merasa puas seperti aku?” tanya Ida serius.

“Aku puas menikmati tubuhmu dik, cuma aku belum sampai ke puncaknya” jawabku sambil memeluk Ida dan meletakkan paha kananku menindis memek montoknya yg belum banyak ditumbuhi bulu-bulu itu.

“Jadi kak mau lanjutkan untuk menuju ke puncak sekarang” tanya Ida sambil tersenyum, lalu kembali memelukku dengan erat.

“Sebelumnya aku mohon maaf dik Ida. Banyak sekali teknik dan gaya sex yg ingin kutunjukkan padamu, tapi kulihat Ida sudah terlalu capek dan sudah cukup menikmati perselingkuhan kita hari ini, maka aku rasa adik tdk keberatan jika ronde kedua ini hanya untuk kenikmatan pribadiku” kataku hati-hati pada Ida agar ia tdk tersinggung.

“Terima kasih kak atas kebijaksanaannya. Aku justru senang dan merasa berkewajiban melayani kak hingga puncak kepuasan. Masa sih aku senang sendiri membiarkan kak pulang dengan rasa penasaran tanpa kesan puas” kata Ida pasrah, bahkan merasa berkewajiban untuk memuaskanku.

“Terima kasih dik atas kesediaannya, mmm… Cup…” kataku lalu mengecup bibirnya berkali-kali sebagai tanda kegembiraanku.

Burung kenikmatanku yg berdiri mengacung sejak tadi, seolah memaksa tanganku untuk membalikkan tubuh Ida ke posisi nungging. Ida pun pasrah menerima tindakanku. Namun karena ia masih lemas, ia hanya bisa rapatkan wajahnya ke kasur dengan pantat diangkat tinggi-tinggi. Kali ini aku tdk banyak mempermainkan tubuhnya, karena aku memang tdk bermaksud memuaskannya. Kebutuhanku cuma satu yaitu menumpahkan spermaku ke dalam memeknya. K0ntolku yg berdiri keras segera kuarahkan masuk ke lubang memeknya dari belakang dan ternyata bisa masuk dengan mudah karena posisi pinggulnya terangkat tinggi-tinggi lagi pula masih sedikit basah sebab belum sama sekali ia melapnya sejak peristiwa yg baru ia alami.

“Kak, agak sakit kak. Aku kurang enak melakukan posisi seperti ini. Gimana kalau kak tidur terlentang lalu aku yg aktif menduduki burung kak? Nggak keberata khan?” tawaran Ida seolah tdk suka nungging.

“Tdk masalah dik. Posisi apa saja asalkan kak bisa muncrat” kataku sambil mengeluarkan k0ntolku dari dalam memeknya dan terus tidur dengan sedikit mengganjal pinggulku dengan bantal kepala agar posisi k0ntolku bisa lebih ke depan dan terasa lebih panjang masuk ke memeknya.

Ida mulai mengangkangiku sambil menguak kedua bibir memeknya dengan kedua tangannya, sementara aku membantu mengarahkan k0ntolku agar lebih mudah masuknya. Ternyata betul, tanpa kesulitan sedikitpun, k0ntolku masuk menyelusup damn amblas seluruhnya. Aku tdk tahu apakah Ida juga bisa merasakan kenikmatan atau tdk, tapi aku merasa nikmat sekali. K0ntolku terasa seolah dipijit dan diurut oleh sesuatu benda halus dan hangat.

Loncat-loncat sambil memutar pinggulnya nampaknya sudah jadi aktifitas khusus bagi Ida saat itu. Kepalanya melenggok kiri, kanan, maju dan mundur dengan rambut terurai. Nafas terengah-engah pertanda capek. Aku hanya membantu dengan mengangkat pinggul mengiringi gerakan pinggulnya. Ida nampaknya memaksa kekuatannya untuk memuaskanku semakin lama semakin cepat gerakannya. Beberapa menit kemudian, aku mulai ada tanda-tanda mau muncrat. Terasa dari cairan hangat mulai mendesak keluar seolah mengiringi aliran darahku. Tubuhku mulai mengejang yg dibasahi keringat.

Semakin lama, semakin cepat dan semakin keras gerakan Ida, rasanya semakin mengejang pula seluruh saraf-saraf kenikmatanku. Cairan hangat yg terasa dari ujung perutku semakin sulit ditahan dan dibendung, apalagi aku tdk bermaksud menahannya sebab itulah yg ketunggu-tunggu sejak tadi.

Suara “Auh… Uuukkhhh… Aiihhh” itulah yg senantiasa terdengar dari mulutku, sementara Ida hanya terdiam, namun tdk pernah berhenti bergerak dan bergoyang pinggul di atasku.

“Ida, terus, cepat, semakin keras lagi, ayo terus,” pintaku dengan napas terputus-putus pada Ida.

Namun baru aku mau minta izin pada Ida agar aku bisa keluarkan spermaku ke dalam memeknya, sperma itupun tumpah dengan sendirinya tanpa bisa lagi ditunda setapak pun. Bersamaan dengan itu, aku mengangkat pinggulku dan kepalaku untuk merapatkan tubuhku pada Ida dan meraih kedua payudaranya yg loncat-loncat dengan indahnya sejak tadi serta menarik-nariknya dengan keras.

Namun Ida membiarkanku, bahkan ia mulai juga melenguh seolah merasakan suatu kenikmatan. Baru aku mau melemaskan seluruh otot-ototku yg sejak tadi kejang-kejang akibat kenikmatan luar biasa, tiba-tiba Ida menyelusupkan tangannya masuk ke selangkangannya dan memegang k0ntolku yg sedikit mulai loyo seolah ia belum mau keluarkan dari memeknya. Aku tersentak kaget, karena aku tdk bermaksud membebaninya dengan kenikmatan lagi, apalagi jika sampai terangsang lagi. Bisa-bisa zat kelaminku dibuahinya.

Setelah kuyakini kalau Ida juga mulai terangsang, aku justru khawatir ia bisa kecewa jika tdk bisa sampai ke puncaknya. Aku sama sekali tdk menygka hal itu bisa terjadi di saat-saat kekuatanku habis terkuras. Aku tdk memiliki lagi modal untuk memuaskannya. Untung saja aku bisa sedikit memaksa agar k0ntolku bertahan di tempatnya mumpun masih ada sisa-sisa cairan di dalamnya sehingga masih sedikit berdiri. Aku membantunya memegang terus dan tdk banyak bergerak agar tdk terlepas dari mulut memeknya.

Dengan bantuan jari tengahku, aku gerak-gerakkan k0ntolku ke dalam memeknya dan ternyata Ida bisa menikmatinya. Untung saja Ida sudah berada di ambang pintu kenikmatan sehingga aku tdk perlu terlalu lama memainkan tanganku, apalagi ada kekhawatiran Ida akan kecewa jika aku berhenti tanpa ia puas. Iapun merapatkan wajah dan tubuhnya di atas dadaku sebagai tanda kepuasannya. Aku kembali lega dan bahagia karena ia bisa kembali merasakan kenikmatan kedua kalinya.

Setelah kami bangkit dari tempat tidur itu dan selesai membersihkan kemaluan kami, bahkan mandi bersama dalam kamar mandi khususnya, aku lalu kembali duduk di kursi. Sementara Ida duduk di atas pangkuanku sambil melingkarkan tangannya ke leherku dalam keadaan kami masih bugil

Entah bagaimana pikiran Ida ketika itu, tapi aku tak pernah berhenti memikirkan kalau-kalau Ida hamil, apa jadinya nanti. Kami bisa malu seumur hidup, apalagi jika ketahuan orang banyak.

“Kak, kenapa termenung? Apa kak kecewa dan tak puas atas layananku tadi atau menyesal memenuhi panggilanku ke sini?” tanya Ida saat aku terdiam sejenak memikirkan akibat perbuatan kami. Teguran Ida membuatku kaget.

“Tttitdk, aku hanya takut kamu tdk puas dan kecewa tadi” alasanku.

“Saya tahu yg kak pikir, pasti takut aku tdk bayar biaya penyusunan karya ilmiah itu, yah khan?” kata Ida mencoba menebak isi pikiranku.

“Bukan itu dik, aku sama sekali tak pikir ke situ. Lagi pula aku berat dan malu memikirkan hal itu setelah Ida memberiku segalanya” kataku.

“Lalu apa yg kak pikirkan? Jangan-jangan kak takut dimarahi istrinya. Jangan khawatir kak, khan masih belum larut malam. Kak bisa buat alasan yg bisa meyakinkan istrinya. Masa sih dekat istri kak bisa selingkuh denganku, lalu hanya soal pulang terlambat tdk bisa diakali” katanya.

Setelah puas bercumbu rayu di atas kersi, kami lalu sama-sama bangkit dan mengenakan pakaian. Setelah itu, Ida menarik laci mejanya dan mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya lalu menyodorkanku. Setelah beberapa kali kutolak dan kusampaikan rasa beratku, akhirnya aku ambil juga uang itu setelah aku tak berdaya menolaknya. Setelah kuhitung, justru lipat dua kali lebih banyak dari kesepakatanku semuka. Aku berusaha mengembalikan sisanya, tapi ia tetap memaksaku mengambilnya. Berkali-kali kuucapkan terima kasih dan berjanji akan mengenang jasa-jasa baiknya itu, tapi ia hanya senyum, lalu berkata:

“Kak, tolong jangan menolak pemberianku. Aku memberimu itu semata-mata karena bahagia, senang dan bangga bisa menikmati sex pertama kali dari pria yg sebenarnya sangat kukagumi, apalagi mau membantu dalam proses penyelesaian kesarjanaanku. Malah itu belum cukup kak” katanya padaku.

Kami saling berjanji akan memperaktekkan semua posisi sex di lain waktu dan sebelum aku pamit, ia memintaku agar aku menemaninya malam itu agar kami bisa mengulangi hubungan sex kami beberapa kali lagi. Tapi setelah kuutarakan resikonya pada istriku, akhirnya ia mengerti dan mengizinkan aku pulang agar perselingkuhan kami tdk bocor. Bahkan sebelum aku keluar dari pintu rumahnya, ia sempat menciumku dan berkata:

“Kalau aku hamil atau tdk ada laki-laki yg mau mengawiniku akibat hubungan kita ini, apa kak mau tanggungjawab mengawiniku?” tanya Ida seolah main-main karena ia ucapkan sambil tertawa.

Namun hal itu bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Setelah aku kaget dan merenung sejenak:

“Apa boleh buat dik, itu namanya resiko yg dipertanggungjawabkan. Mudah-mudahan tdk terjadi dik, malah aku akan tanggungjawab carikan jodohnya dengan cepat ha.. Ha.. Ha,” jawabku sambil ketawa lalu pergi.

Setelah aku sampai di rumah, aku langsung menyerahkan uang itu pada istriku dan ia gembira sekali karena jumlahnya melebihi kebutuhan mendesaknya. Iapun sempat bertanya soal keterlambatanku pulang, namun seolah tak serius. Aku hanya beralan kalau ayahnya Ida memintaku bincang-bincang soal kemudahan penyelesaian kesarjaan anaknya, meskipun semua itu kebohongan belaka agar ia tdk curiga. Aku lalu ke tempat tidur dan aku memang tidur dengan pulas karena kelelahan.

Bagi teman-teman yg tertarik kisahku ini, silahkan ikuti terus lanjutan kisah seruku bersama Ida, karena hal ini nampaknya agan berlanjut beberapa kali lagi atau jika mau kenalan denganku, dapat menghubungi emailku.