Cerita Dewasa

Cerita Sex – Fantastis Penis Raksasanya Andre..

Kadang saya sungguh menikamati akan kenyamanan saat ini dalam berkeluarga dari fasilitas yang sudah terpenuhi di rumah, serta suamiku yang pebisnis handal selalu mengegoalkan proyek entah itu dalam negeri maupun luar negeri, tapi juga ada rasa sepinya karena suamiku yang tipe pebisnis juga jarang sekali pulang ke rumah jadi dari itu merasa hambar hidupku.

Saya dan suamiku juga tak bertemu langsung saat pertamanya orang tualah yang memkenalkan Hyman (suamiku) pada diriku diaman saat itu saya masih berumur 23 tahun bisa dikatakan kalau kita ini di jodohkan karena Hyman itu adalah teman bisnis ayah juga dan ayah juga sangat mempercai dirinya untuk menjaga diriku.

Di awal perkawinan, hubungan suami istri kami hanya sebagai formalitas saja, Hyman banyak menghabiskan waktunya di luar rumah, bahkan hingga umurnya yang telah mencapai setengah abad ini, ia masih sering berada di luar.

Sedangkan di rumah, sering saya merasa kesepian, karena saya belum juga dikaruniai seorang anak yang bisa mengisi kesepianku. Untuk memenuhi hasrat birahiku, saya sering menonton film Blue.

Saya terangsang tiap kali melihat gerakkan penis yang menusuk-nusuk memek. Uuhh.., saya mulai mempermainkan memekku dgn jariku, membayangkan, penis yang panjang & besar itu, menghunjam keras, menusuk-nusuk liang memekku.

Suara-suara melenguh, gerakan-gerakan pinggul, ekspresi muka dari masing-masing pasangan yang begitu mendalami kenikmatan bersetubuh.

Tak henti-hentinya tanganku memain-mainkan klitorisku.., naik.., turun.., naik.., turun.., sambil berputar.., kugerakkan tanganku dgn cepat, sehingga memekku mulai basah & membengkak..,

 “aahhkk..”, walaupun penis itu hanya bayanganku saja, tapi sudah terasa nikmat sekali. Kadang, kugoyang-goyangkan pinggulku.

“aahhkk nikmat sekali..”. Sementara, suara ceplak ceplok terdengar dari TV, gaya dog-style.., “aahh.., aahh.., aahh..”, bercampur-baur dgn lenguhan-lenguhan nikmat.

Saya menikmati segala suara-suara senggama yang keluar dari TV 36 inch-ku itu. “Ssshh.., sshh..”, kugigit bibir bawahku, mendalami khayalku bersenggama dgn penis raksasa, saya merasakan kanikmatan yang makin memuncak.

“aahh.., aahh..”, eranganku membahana menyamai erangan di TV. Kupercepat gerakan jariku, saya tak tahan lagi, sesuatu akan menyemprot keluar dari dalam liang Memekku.

“aahhkk.., ahhkk.., ahhkk..”, otot-otot tubuhku mengejang bagaikan tersetrum listrik ribuan volt.

Alam pikirku terbang ke awang-awang meresapi kenikmatan orgasme. “aahh.., aahh.., niikkmaat sekali..”, kuhela nafas panjang. Kukira sampai disini saja masturbasiku.

Akibat lama-lama bermasturbasi dgn berkhayal disetubuhi oleh penis raksasa, saya jadi ingin betul-betul merasakan nikmatnya penis raksasa. Tapi, penis siapa..?, Sampai pada suatu hari, pertanyaanku itu terjawab.

Hari itu, saya hendak pergi ke Gym, biasa, Fitness. Untuk mempertahankan tubuhku agar tetap langsing & kencang. saya mempunyai supir pribadi yang biasa mengantarku ke Gym, namanya Pak Ariz, orang dari Sorong, Irian Jaya.

Pak Ariz ini telah dipercaya menjadi supir pribadi suamiku selama hampir 10 tahun. Kami mendapatkan beliau dari seorang teman. Pak Ariz ini setia menjadi supir keluarga kami, apalagi dgn gaji $500 per bulan, ia selalu dapat diandalkan. Tetapi pagi itu, kudapati seorang anak muda sedang mengelap mobil Mercy-ku.

“Mana Pak Ariz..?”, tanyaku.

“Pagi bu, maaf, nama saya Andre, saya anak Pak Ariz, hari ini bapak tidak bisa kerja sebab beliau harus menjenguk keluarga kami yang sakit di Bandung, jadi untuk sementara saya gantikan..”, katanya dgn sopan.

Hmm.., anak muda ini.., kuperhatikan tubuhnya dari atas sampai bawah.., boleh juga badannya yang gelap & atletis, tangannya yang kekar, dadanya yang bidang dgn bahu yang lebar. Mukanya.., rasanya saya pernah lihat. Hmm.., mirip seperti Baby Face, penyanyi itu. Boleh juga nih, katsaya dalam hati.

“Oke Andre.., kamu bisa antar saya ke Gym..?”, tanyaku.

“Bisa nyonya..”, jawabnya.

Dalam perjalanan, saya bertanya banyak tentang dia. Ternyata umurnya telah 23 tahun, & ia sekarang ia telah menyelesaikan kuliahnya di xxxxx jurusan Teknik Sipil. saya berusaha untuk akrab dengannya. Kadang pada saat saya memulai suatu pembicaraan, saya sentuh bahunya, dia tampak salah tingkah.

Sampai di Gym, saya segera berganti baju dgn menggunakan Bicycle Pents yang pendeknya 2-3 senti dari selangkanganku, & menggunakan baju tanpa lengan yang ketat, menampakkan perutku yang kencang.

Dgn pakaian itu, tubuhku yang tinggi (169/52) & kulitku yang putih (Chinese), serta rambutku yang bergaya Demi More di film Ghost, saya tampak seksi & sportif. Mulailah saya menjalani latihanku.

Selesai Fitness, dgn masih mengenakan pakaian senamku tadi & handuk kecil untuk mengelap keringat, saya berjalan keluar Gym menuju mobilku di areal parkir. Andre yang sejak tadi menunggu di mobil, segera berdiri & membukakan pintu belakang mobil untukku. Lalu saya bilang kalau saya ingin duduk di depan.

Dgn cepat ia menutup pintu belakang, kemudian membuka pintu depan. Ketika itu, lengannya secara tidak sengaja menyerempet toketku, “Ups.., geli..”, ketika lengan itu bersentuhan dgn toketku.

Kulihat Andre jadi salah tingkah. saya tersenyum kepadanya. Kulihat ia memperhatikan bagian bawah tubuhku, ketika saya memasukkan kakiku jenjang & mulus itu, & pantatku ke dalam mobil & mendudukkan pantatku di jok.

Setelah menutup pintu, ia berlari kecil melalui depan mobil ke arah pintu pengemudi. Dari dalam mobil, kulihat bagian atas celana Andre yang menggembung.

Di dalam mobil, kamipun kembali ngobrol. Agar lebih akrab, kularang ia memanggilku dgn sebutan nyonya, panggil saja Lia. Makin lama obrolan kami terasa makin akrab, kadang saya tertawa, mendengar obrolan-obrolan lucu yang menyerempet-nyerempet, & dgn gemas kucubit lengan Andre yang berisi itu.

Kadang kuperhatikan tangannya yang hitam & kekar itu memegang kemudi. Sungguh macho. Suatu ketika, Andre membanting stir ke kanan secara tiba-tiba, ternyata, karena keasyikan ngobrol, Andre tidak memperhatikan sepeda motor yang ada di depannya.

Ketika itu, tubuhku jatuh ke arah kanan, & secara refleks, tanganku jatuh tepat di bagian kemaluan Andre.

“Upss..”, dalam hatiku. Ketika mobil kembali stabil, tak kulepas telapak tanganku di atas celananya itu. Kutatap wajah Andre yang terlihat grogi, salah tingkah, & memerah.

Tiba-tiba, muncul keberanianku untuk mengelus-ngelus “terpedo” Andre yang makin lama membengkak itu. Waahh.., seperti memegang lontong saja, pikirku. Setelah beberapa lama kuelus, tanpa bicara, kuberanikan diri untuk membuka relsliting celananya, kusikap celananya.

Tampak “terpedo” Andre yang begitu ketat dibungkus oleh celana dalamnya, dgn kepala terpedo yang menyembul ke atas CD, seakan berusaha keluar dari sesaknya bungkusan CD itu. Kuselipkan tanganku ke dalam CD-nya.

Wuuh.., Gede amat, genggaman jari jempol & jari tengahku hampir tak saling bertemu & batang yang sangat keras menegang.

Untuk beberapa saat kuelus-elus penis Andre yang besar itu. mmhh.., tiba-tiba birahiku bergejolak. Segera kutundukkan kepalsaya ke arah penis Andre, & kusibakkan CD-nya. Tampak penis Andre yang hitam, besar & panjang itu & kelilingi oleh rambut yang lebat & keriting.

Seperti di film BF, kujulurkan lidahku ke “kepala” penis Andre. Kujilat-jilat “kepala” penis yang menyerupai “topi Pak tani” itu.

Kumainkan lidahku di sekeliling kepala penis itu & kemudian mengarah ke batang. Kukecup-kecup batang penis yang panjangnya kira-kira 2 telapak tanganku itu.

 “Cup.., cup.., cup..”, Kudengar desahan-desahan nikmat dari Andre yang masih terus memegang setir itu, & itu membuatku terangsang. Segera kumasukkan kepala penis itu ke dalam rongga mulutku. Kusedot-sedot penis itu dgn nafsuku yang sudah meletup-letup. mmhh.., Mhh.., sambil kunaik-turunkan kepalaku.

Penis itu tidak seutuhnya bisa masuk ke mulutku, hanya 1/3 bagiannya saja. mmhh.., mmhh.., enakk sekali rasanya, seperti anak kecil yang sedang dahaga, & dibelikan es krim. Itulah yang kurasakan saat itu, saya dahaga akan seks. Terus kusedot-sedot penis itu, sembari kumainkan lidahku & mulai kukocok batang penis dgn menggunakan tanganku.

oohh.., nikmatnya merasakan penis raksasa ini. Tiba-tiba saya berfikir, “Hei..! mungkin inilah penis raksasa yang selama ini saya idam-idamkan”. Setelah beberapa saat, kulepas penis Andre dari mulutku, & saya kembali duduk tegak, sementara tanganku masih mengocok penis itu.

“Gimana Ndre, Enak?”, tanya saya sambil mengatur nafasku yang sejak tadi tidak teratur.

“Enak Lin, Enak banget..!”, serunya riang.

Setelah beberapa lama membicarakan apa yang telah kami alami tadi, saya berinisiatif mengajaknya ke kamar apartemenku yang belum lsaya tersewa. Sebelum memasuki gerbang apartemen yang di jaga satpam, Andre menutup kembali bagian atas celananya yang terbuka tadi.

Setelah tiba di depan pintu apartemen, kubuka pintu apartemen, & kusuruh Andre untuk menutupnya, sementara saya langsung menuju ke kamar & menyalakan AC Split. Setelah itu, saya berbalik, & ternyata, Andre yang telah melepaskan seluruh bajunya langsung merangkulku & menjatuhkan tubuh kami berdua di Kasur.

Di ciuminya mukaku, dari pipi, kemudian ke bibirku. mmghh.., disedot-sedotnya “bibir bawah”-ku dgn gemas, kemudian dimain-mainkan lidahnya ke dalam rongga mulutku yang terbuka, merasakan keenakan permainannya.

Sementara tangan kirinya memegangi kepalaku, tangan kanannya beraksi berusaha melepas celansaya dgn susah payah. Kusadari kesulitannya membuka celanaku, kemudian kudorong tubuhnya ke arah kanan, & saya berdiri sambil melepas baju & celanaku.

Sambil kulihat Andre yang tanpa berkedip melihatku melepas bajuku dgn pelan-pelan sekali, sehingga tampak kemolekan tubuhku yang putih & masih kencang ini.

Kulihat tubuh Andre yang atletis, dgn bulu-bulu kecil & kriting di dadanya, bentuk badannya yang berbentu huruf V, & bagian kemaluannya yang besar itu, menjuntai, menantang, hitam legam, berbeda dgn tubuhku yang putih mulus, tanpa ada suatu cacatpun.

Setelah semuanya lepas dari tubuhku, segera kujatuhkan tubuhku di atas tubuh Andre. Kukecup bibirnya yang basah, & kumainkan lidahku seperti tadi ia memainkan lidahnya. mmhh.., lidah kami saling bertaut, kumasukkan lidahku & kusedot lidah Andre. mmhh.., Kuelus dadanya yang bidang, kumainkan putingnya.

Andre tampak menikmati kegelian permainan tanganku di putingnya. Lalu, kepalsaya turun ke putingnya, kujilat putingnya, kuisap & kadang kugigit kecil puting Andre yang berwarna hitam gelap itu. Andre sekali lagi menikmati permainanku, tangannya mengusap-usap kepalsaya dgn gemas.

Setelah beberapa saat, di dorongnya tubuhku ke arah kiri, gantian sekarang, putingku yang merah kecoklat-coklatan di isapnya dgn ganas.

“oohh.., nikmatnya.., engkau pandai sekali Andre..”, putingku di kanan di isapnya, & dimainkan dgn lidahnya, sementara toket sebelah kiri di peras dgn tangannya yang kekar itu & dimainkan putingku dgn jarinya. uuhh.., bagaikan terkena listrik arus lemah, geli sekali kurasakan.., tubuhku menggelinjang keenakan.

Selama beberapa menit, kunikmati permainannya yang ganas di toketku. Kemudian, tangannya yang tadi memegang toketku, tiba-tiba beralih mengusap-usap selangkanganku. “aahh..”, saya tersentak & kurasakan aliran darahku bagaikan turun dari kepala.

Oh, usapan lembut itu, sudah lama tak kurasakan dari seorang lelaki. Biasanya suamiku (dulu), sebelum menancapkan batangnya, ia mengelus-elus memekku dgn lembut, sama seperti yang kurasakan saat ini.

Elusan itu lama-lama semakin cepat, memainkan clitoris di selangkanganku. Nafasku terus memburu, mengikuti gerakan jari-jemari Andre yang terus memainkan clitorisku dgn tempo yang makin cepat, sementara mulut Andre belum lepas dari toketku yang semakin menegang & keras.

oohh.., kurasakan kedahsyatan permainan jari-jemari Andre. “aahh.., aahh.., ahh”, desahku begitu dahsyatnya, hingga kurasakan cairan mengalir melalui saluran di dalam kemaluanku. Kucoba kutahan cairan itu keluar.

Tapi tak bisa kebendung kenikmatan yang telah meletup-letup itu & “aahhgg.., aahhgg.., Roonnyy.., aahhgg.., eennaak”, sambil kutahan nafasku, kudalami kenikmatan itu. Kenikamatan orgasme.

Wuuff.., tubuhku yang tadi mengejang berubah menjadi lemas dgn segala peluh di tubuhku, saya berusaha mengatur nafasku sementara, kurasakan kegelian di selangkanganku, kulihat, ternyata sekarang Andre telah mencicipi cairan yang keluar dari liang kemaluanku. Lidahnya menjilat-jilat memekku sambil sesekali menyedot-nyedotnya.

“Sssrrpp.., ssrrpp.., seperti tidak mau membersihkan cairan yang tadi keluar dari dalam lubang kenikmatanku. Sambil kurasakan kenikmatan tiada tara itu, pikiranku melayang.., enaknya hidup ini kalau dari dulu saya mengenal anak ini.., saya tidak perlu lagi repot-repot bermasturbasi di depan TV.

Selagi pikiranku melanglang buana, tiba-tiba Andre menimpa tubuhku, & menciumi muksaya dgn lembut.

“Bagaimana Lia, puas..?”, tanyanya sambil tersenyum.

“Wuah.., andaikan kamu dapat merasakan kenikmatan yang saya rasakan sekarang.., tiada taranya.., fantastis!”, kataku.., hey, tiba-tiba kusadari penis Andre yang masih mengeras di antara perutku & perut Andre.

“Ndreee, kamu belum..?”, belum selesai saya berkata, kembali bibirnya memagut bibirku.

mmhh, & kurasakan badannya agak ditinggikan, kemudian tangannya diarahkan ke bawah, & tiba-tiba kurasakan benda yang keras menyumbat mulut memekku. saya mengerti maksudnya. Kunaikan kakiku, merangkul pinggangnya.

Sementara, mulut kami masih saling bertaut, dgn tangannya, ia memainkan kepala penisnya di mulut memekku. Birahiku kembali muncul atas perlakuan yang demikian. mmhh.., saya sudah tak sabar ingin merasakan kenikamatan penis raksasa itu.., katsaya dalam hati.

Tapi Andre masih saja mempermainkan penisnya, & itu membuatku menggelinjang kegelian & perasaanku sudah tak sabar. Kulepaskan pagutan bibirnya.

“Ndre.., ayo.., langsung aja”, katsaya dgn nafas yang tidak teratur lagi. Kemudian dgn tangannya, ia meraba-raba memekku untuk mencari dimana “lubang surga dunia” itu berada.

Setelah menemukannya, segera ia tusukkan kepala “terpedonya” ke lubang itu. Begitu pinggulnya menekan dgn keras, secara refleks (karena sakit..) pinggulku terdorong ke depan.

“Ahh.., Ndree.., pelan-pelan dong..”, kata saya sambil meringis.

Kemudian dicobanya lagi kepada penisnya dicocokkan ke lubang memekku. Kali ini ia mencobanya berhati-hati & pelan.

“oohhgg.., oohhgg..”, kepala terpedo Andre terasa menyesaki lubang kemaluanku, saya mencoba menahan rasa sakit.., rasa sakit yang telah lama tak kurasakan. Kemudian sedikit demi sedikit,

“lontong kulit” itu masuk ke dalam liang Memekku.., sampai akhirnya. “Bleess..”, masuk semua..

“Ooohhgg”, kurasakan kenikmatan.., fantastis.., seluruh batang penis Andre memenuhi liang Memekku.

“Goyang Ndree..”, pintaku. Langsung, Andre menggoyangkan pinggulnya, keluar.., masuk.., keluar.., masuk..,

“Ooohhgg.., oohhgg..” sungguh nikmat, teringat saya akan film BF yang saya tonton dulu.

Goyangan pinggul Andre kubarengi dgn goyangan pinggulku, sehingga terasa penis Andre menggesek-gesek dinding memekku yang rasanya membengkak, sehingga bisa menyedot semua batang milik Andre.

Kurasakan saat itu bukan hanya tubuhku yang bergetar, kasurpun ikut bergetar akibat dorongan pinggul Andre yang kuat, terus menghunjam-hunjamkan penis raksasanya ke liang memekku. Desahan-desahan kenikmatan dari kami berdua bersahut-sahutan.

“Aahhgg.., aahhgg.., aahhgg”, kadang kugigit bibir bawahku saking nikmatnya permainan kami. saya teringat akan film BF yang saya tonton, & saya minta kepada Andre untuk mencoba gaya standing-bamboo.

Kali ini, saya berada di atas, & Andre tidur di bawah. Dgn mudah penis Andre dapat masuk ke liang Memekku, & akupun mulai bergerak naik turun. Andre mengimbanginya gerakanku itu.., “Ooohh nikmatnya”, melihat toketku yang bergerak-gerak seiring pergerakan tubuhku,

Tangan Andre kemudian memegangi kedua toketku, & meremas-remasnya. Sementara itu.., saya merasakan kenikmatan klimaks sudah dekat, saya terus menggenjot dgn cepat.., aahh.., aahh.., aahh.., truss”, Andre & saya saling mendesah, hingga akhirnya saya merasakan kembali tubuhku mengejang, tanganku mencengkram seprei dgn kuat & sekali lagi saya mencapai orgasme.

Cerita Sex – Memek Orang Kaya Memang Beda..

Sudah sangat terkenal hingga kepenjuru keahlian mbah jambrong atas supranaturalnya, dari penglaris, pelancar jodoh, belum ada yang mengalahkan, rumah yang di penuhi dengan pernak pernih semakin membuat ke angkeran dan kesan mistis semakin kental, mbah jambring yang kiura kira usianya sudah 60 an tahun terlihat begitu matang dengan brewok yang lebat.

Hari ini ibu rahma dan anaknya Marta mendatangi kediaman mbah jambrong yang berada di daerah jawa timur, selain menghadiri acara pernikahan putrinya, serta berkunjung ke rumah mbah jambrong, bu rahma sengaja minta di antar dengan putrinya karena suaminya sedang sibuk dalam bekerja sekarang dia mengurusi bisni di luar negeri.

Hijab kuning yang membungkus kepalanya menambah kanggunan cewek berparas cantik ini. Di sampingnya merupakan puteri sulungnya Marta yang tercatat sebagai mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Menurun dari ibunya, Marta yang masih 18 tahun ini juga memiliki kecantikan yang tak kalah dengan Sang Ibu. Gadis ini tampil santai dengan kaos merek Zara yang ketat lengkap dengan jeans hitam yang lekat dengan pahanya yang ramping.

“Silahkan duduk Nyonya Rahma dan Dik Marta….” ujar Mbah Jambrong mempersilahkan kedua pasien terakhirnya ini untuk duduk di karpet tepat di depan meja praktiknya.

Mata sang dukun yang tadinya lelah sontak kembali berbinar. Amboi, cantik benar 2 makhluk ini. Mulus, berdada montok, dan ah….ternyata tak cuma mata sang dukun yang berbinar, kontol Mbah Jambrong pun ikut memberikan sinyal soal santapan malam yang indah dari dua cewek cantik ini. Belum sempat dua pasiennya menyembunyikan keterkejutan dengan kemampuan Sang Dukun menebak nama-nama mereka.

Mbah Jambrong kembali berujar,

“Nyonya Rahma tak usah khawatir. Nyonya pasti bisa jadi anggota dewan tahun ini….Bukankah begitu yang nyonya inginkan?”

“Be..benar…Mbah Dukun. Gimana Mbah bisa tahu maksud saya?” tanya Nyonya Rahma makin terkejut sekaligus makin percaya pada kesaktian sang dukun.

Nyonya Rahma memang salah satu caleg dari parpol pada pemilu tahun ini. Dan di saat peraturan bukan lagi pada nomor urut, melainkan suara terbanyak, membuat sang nyonya menjadi ketar-ketir.

“Hahahaha…iblis, setan dan jin mengetahui semua maksud di hati.” ujar Mbah Jambrong bangga.

“Tapi, ini tak gampang, Nyonya….” ujarnya lagi.

“Maksud Mbah Dukun? Bagaimana caranya? Apa saja akan skulakukan untuk itu Mbah.” ujar Nyonya Rahma tak sabar.

“Aura kharisma Nyonya tertutupi oleh tabir gelap sehingga tak keluar. Harus ada banyak pengorbanan, dan sesembahan agar itu semua keluar. Tapi itu ada ritualnya, bisa diakali, Nyonya tak perlu khawatir.” Kali ini Mbah Jambrong mulai ngawur.

Semua kalimatnya sengaja dirancang untuk mendapatkan keuntungan dari dua cewek cantik ini. “Kamu dan puterimu harus total mengikuti ritual yang akan skusiapkan. Sanggup?” “Sanggup,Mbah” “Dik Marta sanggup membantu Mama?” tanya dukun yang sedang horny ini pada puterinya.

“Sanggup,Mbah.” Sahut Marta demi sang mama tercintanya.

Mulailah Mbah Jambrong komat-kamit sambil melempar kemenyan pada pembakarannya. Matanya tiba-tiba melotot. Dan suaranya menjadi parau.

“Kalian berdua ikut aku ke ruang sebelah….Sebelumnya Nyonya minum air dalam kendi ini. Air suci dari negeri jin Timur Tengah.” Mbah Jambrong menyodorkan kendi yang memang disiapkan khusus, dengan rerempahan yang mengandung unsur perangsang yang amat kuat.

Niat kotornya sudah mulai dijalankan. Di sebelah ruang praktik utama terdapat gentong besar berisi bunga-bunga aneka macam. Dan sebuah dipan kayu, serta meja kecil di dekatnya. Lebih mirip kamar mandi. Mbah Jambrong menyuruh Nyonya Rahma masuk mendekati gentong. Dan memberi perintah agar Marta melihat dari depan pintu ruangan.

“Kita mulai dengan pembersihan seluruh tabir itu, Nyonya. Rapal terus mantra ini dalam hati sambil aku mengguyur badan Nyonya….Mojopahit agung, Ratu sesembahan jagad. Hong Silawe,Hong Silawe. ” lanjut Jambrong.

cerita sex bareng mbah dukun, cerita mesum mbah dukun, cerita dukun mbah jambrong, cerita ngentot pasien, cerita hot mbah dukun, cerita ngentot memek pasien, mbah dukun bejat, mbah dukun sange, keperkasaan mbah dukun, mbah dukun kentu pasien, cerita mbah dukun kentu pasien.

Tangannya mengambil gayung di gentong dan mengguyur pada tubuh Nyonya Rahma. Air kembang pun dalam sekejap membasahi hijab dan gamis hitam Nyonya Rahma. Semakin memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh Nyonya ini yang masih ramping dan terjaga.

“Edan..ngaceng kontolku rek.” batin Mbah Jambrong.

Tangannya yang satu bergerak menggosok tubuh yang sudah basah itu. Dari ujung kepalan Nyonya Rahma yang masih terbalut hijab kuning, dahi, hidung, bibir, leher, dan merambat ke dua gundukan di dada Nyonya Rahma. Sempat Nyonya Rahma terterkejut dengan sentuhan tangan kasar sang dukun, tapi buru-buru ia konsentrasi lagi dengan rapalannya.

“Bagus terus konsentrasi Nyonya. Jangan hingga gagal, sebab akan percuma ritual kita…Sekarang lepas baju Nyonya biar reramuan kembang ini meresap dalam kulit Nyonya.” Perintah Mbah Jambrong yang langsung dituruti oleh Nyonya yang sudah ngebet jadi anggota dewan ini.

Nyonya Rahma benar-benar telanjang bulat sekarang. Tubuh putih mulus dengan kulit yang masih kencang. Melihat mangsanya dalam kendali, Mbah Jambrong semakin berani. Badannya dirapatkan, agar kontolnya menempel di belahan pantat Sang Nyonya yang montok.

Jemarinya semakin nakal memainkan puting Nyonya Rahma. Terus turun ke sela-sela paha Nyonya Rahma, memainkan meki Sang Nyonya. Setelah 5 menit, tampak tubuh Nyonya Rahma bergetar, tanda-tanda bahwa ramuan perangsang sudah mulai bekerja.

Mbah Jambrong menuntun Nyonya Rahma ke dipan kayu yang ada di ruangan itu dengan semua letupan birahi yang semakin tak tertahankan. Perhitungannya, tak lama lagi, Sang Nyonya akan tak mampu berdiri sebab melayang di antara alam sadar dan bawah sadarnya. Setelah membaringkan mangsanya, Mbah Jambrong meneruskan rangsangannya.

Bibir tebalnya terus mencium seluruh tubuh Sang Nyonya. Aroma kembang membuat nafsunya semakin tak tertahankan lagi. Bibir dan lidahnya menyerbu bibir meki Sang Nyonya. Edan, orang kaya emang beda. Jembutnya aja ditata. Wanginya juga beda, batin Mbah Jambrong sesaat setelah melihat meki Nyonya Rahma. Nyonya anggun ini mulai terangsang hebat.

Tubuhnya menggeliat-geliat setiap sapuan lidah Jambrong memutar-mutar klitorisnya. Pantatnya naik turun seakan ingin lidah Mbah Jambrong tertancap lebih dalam.

“Eeeemmm….”Desah Nyonya Rahma penuh kenikmatan.

“Ini saatnya.” Pikir Mbah Jambrong membuka pakaian dan celananya dengan buru-buru lalu naik ke atas dipan, mengambil posisi di sela paha Rahma.

“Apa yang Mbah lakukan pada Mama?”Tiba-tiba semua perhatian Mbah Jambrong terbelah oleh pertanyaan Marta.

Iya, ada anaknya yang nonton dari tadi. Beda ama ibunya, Marta tentu saja masih amat sadar.

“Tenang cah ayu. Mamamu harus melakukan ritual tertinggi kharisma asmaradana. Aku harus menyatu lewat persenggamaan untuk membongkar tabir jahat pada Mamamu. Mamamu harus ditolong. Kamu mau pengorbanan Mamamu tak sia-sia bukan,Nduk?”

“Iya,Mbah.” “Sekarang diam di situ. Dan bantu perjuangan Mbah dan Mama dengan rapalan tadi….” perintah Mbah Jambrong sambil mengembalikan konsentrasinya pada kontolnya yang sudah berdiri tegak.

Urat-urat kontolnya semakin membesar, pertanda sudah amat siap untuk melakukan penetrasi. Kepala kontol Mbah Jambrong yang mirip jamur raksasa berwarna hitam itu kini sudah berada di bibir meki Nyonya Rahma.

Bibir meki yang sudah basah sebab cairan itu merekah saat kepala kontol Sang Dukun mulai membelah masuk. Mbah Jambrong mengatur napasnya. Perjuangannya untuk menembus meki Nyonya satu ini ternyata cukup sulit. Diameter kontolnya terlalu besar untuk meki Nyonya Rahma. Baru kepala kontolnya yang mampu masuk.

“Aaaaah…seret juga milikmu,Rahma sayang. kontol suamimu payah rupanya. Tahan sedikit ya. Mbah akan beri kenikmatan hebat…” bisik Jambrong pada telinga Rahma.

Di lingkarkannya tangan gempal Sang Dukun pada pantat montok Nyonya Rahma. Dadanya bersandar pada dua payudara Rahma. Dan dengan hentakan keras, dibantu tekanan tangannya, kontol Jambrong melesak masuk.

“Eeeeemmmphmm,…mm..mm.”Desah Rahma sambil merem melek. Pengaruh ramuan perangsang plus hentakan tadi rupanya membuat sensasi luar biasa bagi Rahma.

Jambrong pun merasa nikmat luar biasa. Dibanding milik istri mudanya pun, milik Rahma masih lebih legit. Mungkin sebab orang kota pandai merawat diri, pikir Jambrong sambil menikmati pijatan meki Rahma.

“Plok…plok…plok…plak…plak…plak..” suara perut Mbah Jambrong bertemu kulit putih Rahma.

Sesekali Mbah Jambrong menelan ludahnya sendiri melihat batang besarnya yang hitam pekat keluar masuk meki Rahma yang putih mulus. Kontras, menimbulkan sensasi yang luar biasa. “Ooooh…Mbah.” Rahma mengeluh panjang.

Tubuhnya mengejang hebat. Orgasme melanda cewek molek ini rupanya, batin Jambrong. Terasa cairan hangat mengalir deras membasahi batang kontol Jambrong. Jambrong mengejamkan matanya menikmati sensasi hebat ini. Ia sengaja membiarkan Rahma menggelinjang dalam orgasmenya.

“Sekarang saatnya,sayang. Jurus entotan mautku. 6 isteriku sendiri tak ada yang bisa tahan…”Bisik Mbah Jambrong sambil tersenyum setelah melihat orgasme Rahma sudah reda.

Jambrong mulai mempercepat genjotannya. Naik turun tanpa lelah. Pantat Rahma pun mengikuti irama genjotan Mbah Jambrong. Sesekali sengaja ia tarik kontolnya hingga hanya menyisakan kepalanya.

Membuat pantat Nyonya Rahma terangkat seakan tak rela barang besar itu keluar dari mekinya. Mbah Jambrong menarik tubuh Rahma hingga mengubah posisi menjadi duduk. Sambil memeluk pinggul Rahma, Jambrong meneruskan sodokannya.

Rahma pun mengimbangi dengan meliuk-liukkan pinggulnya. Gerakan pantat Rahma membuat kontol dukun tua itu seperti diremas-remas. Sebab hasratnya yang sudah memuncak. Nyonya Rahma mendorong Jambrong rebah.

Dan kini Nyonya anggun itu mengambil kendali dengan liarnya. Rambut panjangnya terurai berkibar-kibar. Peluhnya membuat kulit putihnya seakan mengkilap.

“Hong Silawe,…uuuggh…mmm..mmmph…Hong Silawe…aaaaahhh…” Dalam gerakan liarnya pun Rahma tak lupa membaca manteranya.

Mbah Jambrong tersenyum dan menikmati itu sebagai pemandangan yang begitu erotis. Dua tangannya meraih dua payudara Rahma yang terayun turun naik. Meremasnya dengan gemas. Sesekali tubuhnya terangkat untuk memberi kesempatan bibirnya mengulum dua puting yang menggoda itu.

Nyonya Rahma mengerang dengan hebatnya. Sebuah percumbuan yang hebat ini mungkin baru kali ini ia alami seumur hidupnya.

“Ooooohh….ooohh…uuuggh.Hong….aaaaah…Silawe..Ratu…j agaaaad…aaaah” Rahma semakin meracau tak karuan.

Tubuhnya mulai tak kuasa kembali menahan kenikmatan dahsyat ini. Rahma terus meliuk di atas tubuh tua Sang Dukun. Pantatnya mengayun dengan irama yang semakin kacau. Dan, kedua tangannya memegang rambut panjangnya.

“Bagus, sayang…terus rapal.rapal…aaah…rapal..kita hingga bareng, Rahmaku….hhhhmmpphh..”Mbah Jambrong pun merasakan kontolnya mulai berkedut.

Sambil mencengkram keras pinggul Nyonya Rahma. Mbah Jambrong membantu mempercepat kocokan dari bawah. Tubuh Mbah Jambrong mulai menegang. Dan sambil bangkit mendekap Nyonya Rahma, Mbah Jambrong mengeluh keras,

“Aaaaaaaaagghhh…ghh…Rahma…” “aaaaagggh….mmmmph…mmmp…aaaaah.”Nyonya Rahma pun menyambut pelukan Sang Dukun.

Tubuhnya bergetar untuk kedua kalinya. Rupanya inilah kali kedua Rahma mendapat orgasme hebat di dipan kayu ini. Badan seksi Nyonya yang anggun ini pun ambruk didekapan Jambrong yang masih merem melek menikmati sisa orgasmenya dari caleg cantik ini.

Dua-tiga menit ia memeluk Rahma, membiarkan kontolnya menikmati hangatnya liang peranakan Rahma. Setelah menidurkan Nyonya Rahma yang kelelahan di dipan, Sang Dukun melepaskan kontolnya dari meki Nyonya Rahma.

Cerita Sex – Indo Memek Simpanan..

Kenalin nama aqu David , aku ada sedikit pengalaman cerita sex yang mana terjadi saat aqu masih bekerja di Kantor Akuntan Publik di kota besar, Ketika itu hari ke-12 aqu melakukan audit, karna weekend aqu ikut bersama-sama karyawan yang sedang off untuk sama-sama ke kota B di pulau K. Di dlm perjalanan menuju kota B dengan heli milik perusahaan tersebut, aqu berkenalan dengan seorang Expatriate yang memiliki rumah di kota B.

Singkat cerita ia menawarkan rumahnya yang memiliki paviliun untuk aqu tempati selama aqu berada di kota dan tentu saja aqu sangat setuju. Setibanya kami di rumah, Expatriate itu memperkenalkan istrinya dan kedua anaknya kepada aqudan memberitahukan bahwa aqu akan menempati paviliun depan selama weekend ini.

Mba Lena, begitu aqu memanggilnya dan sebaliknya ia memanggil aqu dengan sebutan Pak karna suaminya yang Expatriate itu mengatakan hubungan pekerjaan aqu dengan perusahaan tempatnya bekerja. Lewat kira-kira sejam aqu berendam, setengah tertidur di kamar mandi ketika samar-samar aqu dengar ketukan di pintu kamar mandi.

Setengah sadar aqu melompat dan langsung membuka pintu kamar mandi. Aqu terkejut bukan kepalang karna tiba-tiba Mba Lena telah ada di depanku. Mba Lena juga tidak kalah kalah terkejutnya, melihat aqu dlm keadaan bugil. Sambil berucap yangtak jelas,

“Ah.. eh..” aqu langsung berbalik ke dlm dan mengambil handuk dan langsung membungkus tubuh terlarang aqu dan kembali keluar menemui Mba Lena. http://www.temaptceritasex.com . Di luar, Mba Lena juga masih gugup dan kaku berbicara kepada aqu,

“Eh.. anu Pak, e… Mr. Eric sudah kembali lagi ke field, katanya ada kebocoran pipa di pengeboran dan hari senin pagi Bapak akan dijemput oleh orang proyek di sini.” lanjutnya.

 “Oh..” jawab aqu pendek.

Lalu aqu berjalan ke depan, untuk memakai baju di dlm kamar, Mba Lena menunjukkan dimana aqu bisa menyusun dan menyimpan pakaian aqu serta menyodorkan kantong,

“Pakaian kotornya taruh di sini, biar nanti dicuci pembantu,” katanya.

Ketika aqu membungkuk untuk membuka tas dan akan menyusunnya ke dlm lemari, tiba- tiba terlepaslah handuk yang membelit di pinggang, aqu terkejut setengah mati, dan wajah aqu merona merah, karna malu. Ternyata Mba Lena, tidakterlihat terkejut, Mba Lena hanya memandang aqu sambil tersenyum nakal, lalu katanya,

“Sudah berapa lama di hutan?” Sambil membetulkan handuk, aqu menjawab sekenanya,

“Sekitar dua minggu.” “Wah, lumayan juga dong.. pasti udah lama tidak diasah, ya Pak?” Aqu hanya meringis, mengiyakan. Melihat Mba Lena tidak terkejut dan malah berkomentar lucu, timbul niat iseng di kepala aqu. Sambil kembali melepaskan handuk di pinggang, aqu balik bertanya,

“Mba Lena juga udah lama dong, nggak dibor?” Sial, ternyata Mba Lena langsung keluar kamar, aqu tidak begitu peduli awalnya, tapi aqu pikir mungkin telah melukai perasaan wanita, buru-buru aqu mengenakan CD dan mencari-cari jeans di dlm tas untuk aqu pakai dan mengejar Mba Lena, untuk minta maaf.

Samar-samar aqu dengar pintu tertutup dan, “Klik…” suara anak kunci diputar, sebentar kemudian Mba Lena sudah ada di belakang aqu sambil berusaha menarik turun jeans yang sedang aqu pakai.

“Nggak usah dipakai lagi deh Pak,” sambil memeluk dari belakang, tangannya meraba dada aqu yang berbulu halus, tentu saja dadanya menempel pada punggung aqu dan terasa hangatnya kedua gunung kembar itu.

“Kalo aqu udah lama nggak dibor, mau nggak Bapak melakukan pengeboran di sumur aqu?” Mba Lena seperti merajuk mengemukakan pertanyaan itu. Aqu langsung berbalik dan memeluk Mba Lena erat-erat.

“Mba Lena, nggak mungkin ada lelaki yang bisa nolak kalo diajak oleh Temba.. lihat meski anak dua, pinggul masih berisi, dada membusung dan kemulusan Temba.. cek..cek.. kyai aja mungkin bakalan luluh, Mba..”

Mendapat angin dari aqu, Mba Lena berusaha membalas pelukan aqu, sambil satu tangannya diturunkan untuk menarik CD aqu ke bawah. Merasakan isyarat tubuh Mba Lena, yang bergetar dan hangat, aqu segera melakukan rabaan, elusan di punggung yang terbungkus T-Shirt, yang dikenakan oleh Mba Lena.

Aqu ciumi telinga dan tengkuk Mba Lena, aqu dapat merasakan Mba Lena menghentakkan kepalanya ke belakang, merasa fly dan kegelian yang amat sangat. Aqu masukkan sebelah tangan aqu untuk melepas pengait bra yang dipakai Mba Lena, dan menariknya lepas dari tempatnya.

Tangan aqu terus bergerilya meraba ke arah ke dua gunung kembar milik Mba Lena, memutar dan menyentuhnya dengan hati-hati, melakukan putaran telunjuk di sekitar bawah puting berganti-gantian, dan aqu rasakan Mba Lena semakin menggelinjang dan serasa tidak kuat menahan berat badannya sendiri.

Sambil membimbing Mba Lena duduk di tempat tidur, aqu terus mencium telinga dan kuduk Mba Lena, aqu tarik T-Shirt yang dipakainya ke atas, tersembullah pemandangan yang indah di depan aqu, dua buah delima yang ranum tergantung indah, tanpa bisa menyembunyikan kekaguman, “Mba… bener-bener sempurna.”

Aqu kembali menciumi telinga dan kuduk kemudian ke dagu, dan aqu lumat bibirnya yang ranum, aqu mainkan lidah aqu di dlm rongga mulut Mba Lena, tangan aqu juga bekerja untuk mengerjai kedua buah gunung kembar milik Mba Lena.

Mba Lena semakin klimaks dan aqu tidak memberi kesempatan lagi, aqu tarik rok ketatnya, aqu tarik turun CD-nya, maka tersembullah pemandangan yang luar biasa, belahan luar yang tertutup bulu lebat, semakin ke tengah dan mendekati sentral semakin menipis seolah-olah seperti diatur oleh salon.

Aqu ciumi gundukan tebal itu, aqu gunakan jari telunjuk dan tengah untuk menguak gundukan tersebut, kemudian menjilatinya dengan perlahan-lahan sambil menyedot dan menggigit kecil. Mba Lena tak tahan mengeluarkan erangan,

“Ah.. ahhh..” sambil menekan kepalaku dari atas.

“Terusin Pak, terusss.. sedoottt..” Aqu naikkan kakinya ke tempat tidur, dan memutar tubuh aqu di atas tubuh Mba Lena dan melakukan oral 69, merem-melek yang aqu rasakan.

“Aahhh.. ashhh..” suara aqu bersaut-sautan dengan desahan Mba Lena. Hampir 20-30 menit kami melakukan oral seks, di kemaluan Mba Lena sudah banjir ludah aqu dan bercampur dengan maninya.

Terima kasih sudah membaca cerita ini ditunggu cerita selanjutnya salam AREATOTO Bandar Togel dengan Games Sportbook, IBCBET dan Sabung Ayam 1id bisa main semua
Link DAFTAR ; http://areatoto.com/register.php?member=elias

Cerita Sex – Pelayanan Lebih dari Ibunya..

Selama menjadi mahasiswa di ibukota provinsi ini, aku hampir setiap hari mengunjungi perpustakaan milik pemerintah provinsi, sehingga hampir semua pegawai yang bekerja pada instansi ini mengenalku dan akrab denganku, baik yang pria dan wanitanya.

Ada dua orang wanita di perpustakaan tersebut yang mampu menarik perhatianku sehingga aku selalu memberikan atensi yang lebih terhadap dua wanita ini.

Yang pertama adalah staf bagian informasi dan teknologi yang sebut saja namanya Mbak Diah, aku memanggilnya begitu, 32 th-an, perempuan cantik semampai proporsional berkulit putih berambut sepunggung, belum menikah dan aku belum terlalu mendalami kehidupan pribadinya.

Kedua adalah staf administrasi yang berkantor di lantai tiga perpustakaan tersebut, Ibu Ayu, manis berambut sebahu, 37 th-an, corak standar manusia-manusia Indonesia, menikah dan punya 2 anak, yang paling kecil SMP kelas 2 dan satunya SMU kelas 3.

Dari kedua wanita tersebut hanya dengan Ibu Ayu saja aku tampak lebih akrab sehingga aku pun mengetahui dengan benar seluk beluk kehidupan rumah tangganya beserta dengan segala masalah yang dihadapinya.

Suatu siang, saat aku baru datang, kulihat Ibu Ayu sedang menonton TV yang memang sengaja dipasang di lobby untuk para pengunjung instansi ini, kudekati dan aku duduk di sebelahnya.

“Siang, Bu!, lagi santai nih?” Tanyaku membuka percakapan

“Eh, Dik Adi!, iya, tadi habis kunjungan keluar bareng ibu kepala dan nganter si Santi (putri tertuanya) pulang. Udah selesai kuliahnya?” jawabnya

“Sudah.., tadi cuma ada satu mata kuliah”

“O gitu!, O ya, ntar malam di A Café ada konsernya band ngetop, mau nonton nggak?”

“Sama Santi, ya!, ntar saya ikut!” Kataku merajuk soalnya anaknya itu menuruni kecantikan ibunya sewaktu muda

“Ya, nanti Santi tak suruh ikut!”

“Lha emang Bapak (suaminya) kemana, Bu?”

“Lagi mengikuti Pak Walikota ke Jakarta sampai tiga hari mendatang”

“Okelah kalau begitu, nanti sore saya kesini lagi, trus berangkat!”

“Sip kalau begitu ” Jawabnya senang.

Sore yang dijanjikan pun tiba, aku masuk ke dalam kantornya dan menemukan dia sedang membereskan beberapa map pekerjaannya.

“Tunggu di bawah ya, Dik!, aku mau ganti baju, dan tadi Santi telepon katanya tidak bisa ikut karena besok ada ulangan dan agak tidak enak badan” Katanya menyambutku

Dan aku pun mengeluh, gagal deh kencan dengan Santi

Tak berapa lama kutunggu, Ibu Ayu sudah menemuiku dengan berganti pakaian dinasnya menjadi blus ketat dengan jeans, wah.., oke juga nih ibu-ibu, nggak mau kalah dengan yang muda dalam soal dugem.

“Ayo!” Ajaknya

Aku pun mengikutinya menuju mobil berwarna kuningnya dan berlalu dari kantor instansi tersebut.

“Kemana kita?, bukannya konsernya ntar malam?” Tanyaku

“Bagaimana kalo kita cari makan dulu sambil ngobrol-ngobrol nunggu jam 8 buat nonton konser ?” Usulnya

“Boleh juga!, dimana?”

“Ntar, liat aja, biar Ibu yang charge, OK!”

Aku pun mengangguk mengiyakan nya

Di sebuah resto china dijalan protokol kota ini, setelah menyantap hidangan laut, kami pun mengobrol mengahbiskan waktu dengan membahas berbagai persoalan baik itu maslah sosial maupun pribadi. Seperti halnya Ibu Ayu menceritakan padaku tentang bagaimana menjemukannya kehidupan rumah tangganya.

“Wah, kalau soal itu saya tidak bisa memberikan pendapat, Bu!, masalahnya saya belum pernah berumah tangga.” kataku merespon nya

“Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!, biar besok menjadi semacam panduan bila nantinya dik Adi sudah menjalan kehidupan bersama” Jawab Ibu Ayu diplomatis

“Dan, jangan panggil Ibu, dong!, panggil saja Mbak, khan usia kita ngga terlalu jauh banget bedanya, paling cuma 13 tahun !” Tambahnya

Dan aku pun tertawa mendengar kelakar tersebut.

Ketika waktu telah menunjukkan saatnya, kami keluar dari resto tersebut disambut dengan gerimis, berlari-lari menuju mobil untuk meluncur ke cafe yang dimaksud. Selama konser tampak Ibu Ayu sangat menikmati suasana tersebut sambil sesekali mengenggam tanganku, sehingga mau tidak mau pun aku menjadi ikut terbawa oleh suasana yang menyenangkan.

Konser pun berakhir, dan saatnya kami untuk pulang. Sambil-sesekali berceloteh dan bersenandung, kami menuruni tangga cafe, yang entah karena apa, Ibu Ayu terpeleset namun untunglah aku sempat memegangi nya namun salah tempat karena secara reflek aku menariknya kedalam pelukan ku dan tersentuh buah dadanya. Sejenak Ibu Ayu terdiam, memandangku, mempererat pelukannya dan seakan enggan melepaskannya.

“Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar dilihat orang” Kataku

Dia pun melepaskan pelukannya, dan kami menuju ke mobil dengan keadaan Ibu Ayu sedikit pincang kaki nya.

Tengah malam kurang sedikit, kami sampai di rumah Ibu Ayu, karena aku sudah terbiasa pulang pagi, jadi kudahulukan untuk mengantar kerumahnya untuk memastikan keadaannya. Rumah dalam keadaan sepi, penghuninya sudah tidur semua kurasa, dan aku pun duduk di sofa sambil sejenak melepaskan lelah.

Sambil terpincang-pincang, Ibu Ayu membawakan segelas teh manis hangat untukku, dan duduk di sampingku. Aku jadi teringat kejadian di tangga cafe tadi.

“Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu reflek yang nggak sengaja.” Kataku

“Nggak papa koq, Mbak ngga hati-hati si, pegel banget nih!” Katanya

“Sini saya pijitin” kataku sambil mengangkat kakinya dang menggulung celana jeans nya sampai selutut

Dia pun merebahkan badannya agar aku bisa leluasa memijitnya. Tak berapa lama kemudian dia bangkit sambil ikut memijiti kakinya sendiri. Saat tangan kami bersentuhan ada getar-getar halus yang kurasakan menggodaku namun berhasil kutepiskan.

Namun tak disangka, Ibu Ayu memegang lengan ku dan menarikku ke dalam pelukannya.

“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya lirih di telingaku

Kurasa habislah pertahanan ku kali ini. Di lumatnya bibirku dengan ganasnya, apa boleh buat, aku pun memberikan respon serupa. Kami saling berpagut dengan sesekali mempermainkan lidah.

Tangannya menggerayangi tubuhku, mengusap-usap celanaku yang menggembung, sedangkan aku meremas-remas buah dadanya yang masih cukup ranum untuk wanita seusianya.

Lama kami bercumbu di atas sofa, lalu Ibu Ayu menggamitku untuk memasuki kamarnya, dan kami meneruskan cumbuan sepuas-puasnya. Foreplay dilanjutkan setelah kami saling membuka baju

Hanya tinggal mengenakan celana dalam saja kami bergelut di atas kasur yang empuk dalam kamar berpendingin udara. Kujilati puting susunya sampai Mbak Ayu mendesah-desah, sementara tangannya menggengam kemaluanku yang dengan lembut dikocoknya perlahan.

“Mbak.., aku buka ya, celananya!” Bisikku yang disambut dengan anggukannya

Setelah secarik kain tipis itu terlepas dari pinggulnya, Ibu Ayu mengangkang kan pahanya, dan tampak vaginanya yang kehitaman tertutup lebat rambut. Saat kusibak kerimbunan itu, gundukan daging itu berwarna kemerahan berdenyut panas.

Ibu Ayu memekik dan mendesah perlahan saat vaginanya kujilati. Ditekan nya kepalaku sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, sampai suatu saat kurasa vaginanya mulai basah dengan keluarnya lendir yang berlebihan.

Dengan nafas terengah-engah Ibu Ayu menarik kemaluanku untuk dimasukkan kedalam vaginanya. Kupegan tangannya dan kupermainkan kemaluanku di pintu masuk liang kenikmatan nya itu beberapa lama, kupukul-pukul kan kepala kemaluanku dibibir vaginanya, kumasukkan kemaluanku sedikit dalam vaginanya lalu kutarik keluar kembali, begitu berulang-ulang.

“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku semakin …” bisiknya

“Tapi aku belum pernah berhubungan badan, Mbak!” Balasku berbisik

“Ayolah, Dik!, aku beri kamu pengalaman menikmati surga ini, ayo..!”

Akupun mengangguk.

Ibu Ayu berbaring telentang di pinggiran ranjang dengan kaki mengangkang, sementara aku berlutut hendak memasukkan kemaluanku.

Di pegangnya kemaluanku dan di arahkan ke dalam vaginanya, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku dibibir vaginanya sementara dia mendesah-desah, lalu dengan dorongan perlahan kubenamkan seluruh kemaluanku kedalam liang vaginanya.

Sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan yang luar biasa menyelubungi ku, sejenak keresapi kenikmatan ini sebelum Ibu Ayu mulai mengalungkan pahanya pada pinggulku dan memintaku untuk mulai menyetubuhi nya.

Kudorong tubuh Ibu Ayu ketengah ranjang, setelah tercapai posisi yang enak, kugerakkan pinggulku maju mundur mengeksplorasi seluruh kenikmatan yang dimiliki oleh Ibu Ayu.

Ruangan kamar yang dingin seolah tidak terasa lagi, yang ada hanya lengguhan-lengguhan kecil kami di timpahi suara kecepok beradunya kemaluan kami, sementara disekeliling kepala kami terbungkus dengan hawa dan bau khas orang bersetubuh.

“hh..terus, Dik!, goyangnya yang cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya

“Yang erat, Mbak!, ayo sayang,..sshh,..hhh..” Desahku

“Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!”

“Tenang aja, manisku…ohh.., enak Mbak!”

“Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”

Entah sudah berapa lama kami saling bergelut mencari kenikmatan, lambat laun kemaluanku terasa seperti diremas-remas, lalu Ibu Ayu mendesah panjang sebelum pelukannya terasa melemah.

“aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !” Desahnya

Kurasakan momen ini yang ternikmat dari bagian-bagian sebelumnya, maka sebelum remasn-remasan itu mengendur, kupercepat gerakanku dan kurasakan panas tubuhku meningkat sebelum ada sesuatu yang berdesir dari seluruh bagian tubuhku untuk segera berebut keluar lewat kemaluanku yang membuatku bergetar hebat dengan memeluk tubuh Ibu Ayu lebih erat lagi

“Ohhh..ohh….!” Desahku tak lama kemudian

Aku bergulir di samping Ibu Ayu mencoba mengatur nafas, sementara dia terpejam dengan ritme nafas yang tak beraturan juga. Kemaluan ku masih tegak berdiri berkilat-kilat diselimuti cairan-cairan licin sebelum lemas

Setelah beberapa saat, nafasku pulih kembali, kubelai rambut Ibu Ayu. Dia tersenyum padaku.

“Makasih, Mbak! Enak sekali tadi” Kataku tersenyum

“Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu tadi, padahal baru pertama, ya! ” jawabnya

Ibu Ayu mencoba duduk, kulihat cairan spermaku meleleh keluar dari lipatan vaginanya yang lalu di usapnya dengan selimut.

“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak! habis enak dan ngga bisa nahan lagi, ngga jadi anak khan nanti?” Tanyaku

“Enggak, santai saja, sayang!” Katanya manja sambil mencium pipiku

“Emm..,Mbak!” Tanyaku

“Apa sayang?” Jawabnya

“Kapan-kapan boleh minta lagi, nggak?”

“Anytime, anywhere, honey!” Katanya sambil memelukku dan melumat bibirku.

Setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya aku menikmati servis istimewa dari Ibu Ayu untuk lebih mengeksplorasi ramuan kenikmatan dengan berbagai gaya yang diajarkan olehnya, bahkan masih berlangsung hingga saat ini.

Pada mulanya anaknya yang kuincar menjadi cewek ku, ternyata malah mendapat layanan plus yang memuaskan dari ibunya.

Cerita Sex – Batang Kemaluan Mertua..

Perempuan yang memliki bibir indah bernama Rina sedang berkunjung ke Mertuanya ditemani oleh sumainya yang bernama Ali, bapaknya Ali sungguh berbeda dengan anaknya yang mana Ali orangnya tampan badannya tegap sedangkan bapaknya Ali (pak Kadek) tubuhnya gemuk dan ada luka di sebelah kiri yang meyilang di pipinya.

Pasangan suami isteri yang baru menikah satu tahun yang lalu ini tentu sangat gembira dengan kedatangan pak Kadek yang telah bercerai dengan isterinya 6 tahun yang lalu. Terlebih lagi, meskipun Rina pernah bertemu dengan ayah mertuanya tersebut sebelumnya, tetapi pak Kadek tidak bisa hadir dalam pesta pernikahan mereka.

Selama sepekan Pak Kadek tinggal di rumah Ali yang mengajar di sebuah sekolah yang berhampiran dengan rumahnya. Semua berjalan normal sampai terjadi tragedi di hari akhir pak Kadek dirumah Ali.

Tragedi itu bermula pada hari libur pasangan Ali-Rina. Namun, hari itu Ali mengajar satu kelas tambahan di sekolah dan akan bertandang ke rumah salah satu siswa hingga Ashar. Seperti biasa Rina menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya dan pak Kadek.

Selepas menghantar suaminya ke muka pintu, Rina sempat berbincang dengan mertuanya. Kemudian dia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci baju. Pak Kadek yang kebetulan hendak pula buang air tanpa sengaja melihat ‘pemandangan’ yang merangsang. Rupa-rupanya Rina terlupa merapatkan pintu.

Mata liar pak Kadek tak lepas melahap tubuh mulus Rina yang tengah mencuci baju. Seingat pak Kadek, dia tidak pernah melihat tubuh menantunya dalam keadaan terbuka dengan hanya terbalut kain setinggi dada.

Tubuh mulus Rina yang semampai dengan tinggi 170-an, dengan kulit kuning langsat dan dada yang kencang membusung tersebut, selama ini selalu tertutup kerudung dan baju muslim yang rapat. Selain itu, menantunya terkenal dengan sifat sopan santun dan sangat menitikberatkan tentang soal penjagaan aurat. Malahan didalam rumah sekalipun menantunya tidak pernah menanggalkan kerudungnya melainkan ketika bersama suaminya saja.

Namun kini, kain tipis yang basah itu tak lagi mampu menyembunyikan kemolekan tubuh Rina dari tatapan penuh nafsu sang ayah mertua. Tak tertahan lagi, syahwat pak Kadek mengegelegak hingga ke puncak dan mendorongnya untuk membuka pintu kamar mandi yang hanya ¾ tertutup tersebut.

Rina yang merasakan kehadiran orang lain sangat terperanjat ketika menoleh dan menyaksikan pak Kadek sedang mendorong daun pintu. Secepat mungkin dia bangkit dan berusaha menutup pintu, hanya saja dia kurang gesit.

Pak Kadek sudah berhasil masuk ke dalam kamar mandi dan mendorong tubuh menantunya tersebut ke pinggir bak sebelum mengunci pintu. Norzaina terdesak ke pojok dengan wajah ketakutan melihat seringai binal yang menghiasi wajah mertua yang selama ini terlihat pendiam dan sangat dihormatinya.

‘Aa..Aayah apa yang ayah lakukan ini? i?! tanya Rina dengan terbata-bata . Pak Kadek hanya tersenyum sinis sambil matanya meliar ke segenap jengkal tubuh menantunya. Tanpa berucap sepatah katapun, Pak Kadek mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu.

Rina terpekik ketika melihat “batang’ ayah mertuanya yang hitam dan besar serta tegak mengacung ke arahnya. “A..ayah jangan yahh, ttoo..long keluar, yah..tolong..”, keadaan ini sangat menakutkan lagi Rina apalagi ketika pak Kadek mulai beringsut mendekatinya.

Melihat permintaannya diabaikan, Rina yang tidak rela diperlakukan begitu mencoba untuk menerobos ke sisi kiri ayah mertuanya untuk mencapai pintu. Namun keadaan menjadi bertambah buruk ketika pak Kadek dengan sigap menangkap pinggang menantunya tersebut dengan tangan kirinya yang kukuh sembari tangan kanannya bergerak kilat menghentak lepas ikatan kain di dada Rina. “Breet” kain tipis bermotif batik coklat itupun jatuh terburai ke kamar mandi.

Terpampanglah tubuh mulus Rina yang hanya dibaluti kutang sutra berenda putih dan celana dalam mungil yang juga putih. Rina sangatlah malu mendapati dirinya nyaris bugil dan tengah dipeluk oleh ayah mertuanya yang sudah telanjang bulat.

Pak Kadek kini dengan bebas menatapi tubuh mulus menantunya dari dekat; dari dua bukit menawan yang menghiasi dada yang kembang kempis ketakutan hingga gundukan vaginanya yang begitu mengundang walaupun dibungkus kain sutra.

Bungkus indah itu justru mencetak lekat lekak liku dan guratan liang kemaluan menantunya yang rupawan. Bulu kemaluan yang membayang tipis serta mencuat malu-malu di sekeliling selangkangan Rina membuat pak Kadek tercekat dan tak mampu berkedip. Sebaliknya, Rina mendadak lemas, sendinya serasa luluh di dalam pelukan pak Kadek dan hanya mampu memejamkan matanya serta mulai menangis tertahan.

‘Huu.huu.. ayaah, jangan berbuat seperti ini ayah,..huu.huu.huu.. aku ini istri anakmu..” bisik Rina lirih sambil terus terisak. Pak Kadek yang telah lama tidak merasai kehangatan liang kemaluan perempuan sama sekali tak peduli.

Dihentakkannya tubuh Rina dengan penuh nafsu hingga tersandar ke dinding kamar mandi. Rina masih berusaha melindungi dirinya dari terkaman mertuanya. Dia kemudian membalikkan badan ke dinding berusaha menjaga payudara dan kemaluannya dari pandang liar pak Kadek.

Namun itu tak bisa menghentikan pak Kadek dan tanpa ba-bi-bu dia langsung merenggut kutang sutra berenda yang masih melindungi buah dada menantunya itu dari belakang. Robeklah kutang tersebut seiring dengan lepasnya kaitan akibat renggutan ganas pak Kadek dan “aaah..” mulut pak Kadek ternganga saat dia membalikkan tubuh Rina dan bersitatap dengan sepasang bukit kenyal dan ranum dengan dua puncak merah muda yang mendadak tersembul di depan dada perempuan muda tersebut.

Dengan nafas tersengal-sengal karena nafsu yang memuncak pak Kadek tak menunggu lama untuk beraksi. Dengan sigap dijejalkannya tengan kirinya ke mulut menantunya yang masih tersedu tersebut untuk menahan isakannya, sedangkan bibirnya yang tebal segera menuju ke arah dada Rina.

Pak Kadek walaupun sudah dicengkeram nafsu hingga ubun-ubun berusaha keras untuk tidak terburu-buru dalam memanfaatkan peluang ini. Bibirnya tidak langsung mengulum puting merah muda Rina namun dengan acak mengecup sekeliling buah dada kanan sang menantu.

Dia tidak hanya mencium namun bibir kasarnya juga mencecap dan mencubit pinggiran gundukan bukit itu dengan lahap. Secara bersamaan telapak tangan kanannya terentang menangkupi buah dada kiri Rina.

Jari-jarinya menyentuh pangkal buah dada dan pelahan mulai menekan-nekan dengan teratur. Puting kiri Rina yang berada di tengah telapak pak Kadek tentu saja tergesek-gesek bersamaan dengan gerakan jarinya yang makin lama makin kencang.

Rina meregang, dia dapat merasakan bibir dan jari jemari mertuanya menjelajahi dadanya. Wajahnya memucat dan lehernya mendongak tegang saat perasaan geli dan nikmat yang sebelum ini hanya didapat dari Ali, suaminya, kini dirasakan dari gelutan pak Kadek. Rasanya ingin memekik namun bibir mungilnya terhalang tangan pak Kadek.

Rina hanya mampu melenguh pendek di saat perasaannya mulai terbagi antara rasa terhina dan kenikmatan, antara malu dan perasaan bersalah dengan naluri wanitanya untuk menuntaskan birahinya yang mulai bangkit.

Pak Kadek peka akan hal ini, segera dieratkannya terkamannya. Bibirnya masih terbenam di dada Rina namun kini lidahnya mulai bermain, berputar menyapu buah dada itu dari pinggir menuju tengah serta menjilat tegak puting Rina yang mulai teracung kencang dan kemudian menghisap-hisapnya dengan dalam-dalam.

“Oooh..auugh..aaach..” desah tertahan menantunya makin sering terdengar saat tangan kanan pak Kadek tidak lagi berbasa-basi dan kini mulai meremas-remas buah dada kiri Rina serta jari jemari dan telapak tangannya bergantian memilin, menarik, dan memijit puting yang satunya lagi.

Tidak kurang dari lima menit pak Kadek menikmati dada menantunya dengan posisi berdiri. Berkali-kali lehar dan kepala Rina terhentak-hentak ke dinding mengikuti hisapan dan remasan pak Kadek. Kemudian tanpa terduga Rina yang mulai terbuai gairahnya, pak Kadek menggigit buah dada Rina sekencang-kencangnya dan tangan kanannya meremas keras puting kiri. “Aaaach..” jerit kesakitan bercampur kenikmatan dari bibir Rina menyeruak kencang karena saat bersamaan pak Kadek melepaskan tangan kirinya dari mulut sang menantu.

Tubuh Rina tersandar kaku di dinding, seluruh raganya mengejang dan kepalanya terdorong ke depan dengan bibir yang membulat tanpa suara ketika tangan kiri pak Kadek yang sudah bebas mulai menyelinap ke balik celana dalamnya, menggeser cepat di pinggir bibir kemaluannya serta kemudian menghujam langsung ke kelentitnya.

Telunjuk itu kemudian berputar-butar di dalam liang kemaluan Rina dan mengorek-ngorek kelentitnya dengan pilinan-pilinan liar. Bibir Rina makin membuka lebar saat tangan kanan Pak Kadek menarik turun celana dalam sutranya hingga robek dan dilemparkan ke pojok kamar mandi.

Pak Kadek kini sudah dalam posisi berjongkok, sambil terus mengorek kelentit menantunya matanya terbeliak lebar saat menatap kemaluan Rina yang terpampang begitu dekat di depan matanya. “oh.

Ali, engkau sungguh anak yang beruntung ..” batinnya dalam hati saat dia menyaksikan guratan dan lekak-lekuk vagina yang begitu menantang.

Di tempelkannya hidungnya disamping telunjuk kirinya yang masih giat bekerja dan kini mulai mengocok kencang. “Oooh.. sedaap..” desis pak Kadek saat dia membaui aroma wangi vagina yang mulai bercampur bau lelehan cairan kewanitaan di liang kemaluan Rina yang juga mulai bengkak.

Mata Rina masih terpejam, keringat membasahi punggung serta kepalanya sudah tersandar lagi ke dinding menahan rasa perih dan nikmat yang datang bergantian. Namun itu tidak berlangsung lama, kepalanya kembali terdorong ke depan dan mulutnya bibirnya kembali melenguh kelezatan saat pak Kadek melanjutkan aksinya.

“”Aiiih..aah..aaah..aaahhh..” desis itu keluar saat pak Kadek menggunakan lidahnya untuk menggantikan jari telunjuknya dalam memainkan kelentit Rina. Lidah pak Kadek menyisir pinggir luar bibir kemaluan Rina secara vertikal naik turun, naik turun, sebelum menggelincir ke tepi bagian dalamnya dengan menyapu liang hangat itu secara horizontal dan kemudian membenamkannya dalam-dalam secara berulang-ulang, keluar-masuk, keluar-masuk.

Pak Kadek seakan dimabuk kenikmatan yang mendalam. Dicecapnya hangat lipatan-lipatan vagina Rina dengan lahap. Sudah bertahun-tahun dia tidak merasakan sensasi yang dahyat ini. Dimainkannya kelentit Rina dengan lidah dengan sapuan-sapuan dan pilinan-pilinan kecil namun mantab.

Sembari mengulum dan menghisap, ke dua belah tangan pak Kadek mulai bergantian meremas bongkahan pantat Rina. Tak henti-henti kesepuluh jemari gempal pria uzur itu membenamkan cengekeramannya ke dalam dua bongkahan daging yang bulat tanpa cacat milik sang menantu.

Sesekali telunjuk kanannya menusk kerang lubang anus Rina dan mengocoknya. Tak terperikan gelombang kenikmatan yang menjalari segenap indra Rina. Tanpa sadar tangannya yang selama ini tergantung lemah di kedua sisi tubuhnya bergerak ke depan mencengkeram rambut tipis pak Kadek dan mendorong kepala mertuanya tersebut agar makin terbenam ke dalam kemaluannya.

Tak lama kemudian terdengar lolongan panjang sang menantu “Ooooouughhh…aaaayaaahhh…..” seiring dengan meledaknya seluruh gairah yang selama ini tertahan. Runtuh sudah pertahanan terakhir Rina, tubuhnya mengejan dan melengkung ke depan sementara seluruh liang vaginanya telah banjir dengan cairan kenikmatan.

Pak Kadek menarik wajahnya dari kemaluan Rina, tangannya dilepaskan dari kedua bongkah pantat sang menantu dan diapun beringsut mundur. Dipandangnya tubuh lemas Rina pelahan-lahan merosot turun di dinding kamar mandi sampai akhirnya kemudian terduduk.

Mata Rina terpejam, bibirnya membentuk bulatan “o’ kecil sementara tarikan garis wajahnya menyiratkan kepuasan yang tak terkira sebelum kemudian wajah rupawan itu terkulai ke arah bahu kiri. Tanpa menunggu waktu lama pak Kadek bergerak maju lagi.

Ditariknya kedua kaki Rina hingga tubuhnya sepenuhnya telentang di lantai kamar mandi dan tidak lagi bersandar di dinding. Dengan sigap dijilati bagian dalam paha kanan Rina sementara tangan kirinya berkeliaran mengelus-elus paha dan betis kanan Rina. Rina hanya memandang sayu, sementara kepalanya, menggeleng-geleng pelahan ke kiri dan ke kanan mencoba menahan rangsangan baru yang dilakukan pak Kadek.

Tiba-tiba Rina memekik kecil saat tanpa berkata apapun, pak Kadek menyibakkan lebar-lebar ke dua kaki Rina yang sebelumnya masih terentang berdekatan. Rina sadar akan apa yang akan dilakukan oleh mertuanya kemudian.

Dengan lirih menahan segala gairahnya Rina masih berusaha berbisik mengingatkan pak Kadek “Jangan ayah..jang..auuuh”, bisiknya terpotong saat batang pak Kadek yang sudah hampir setengah jam tegak itu menerobos masuk ke dalam liang kemaluannya.

Dua tangan perkasa pak Kadek mengunci bahunya sehingga dia tak mampu melawan saat tubuh tambun mertuanya mulai menindih raganya. Kedua kaki Rina yang terbuka memudahkan batang pak Kadek memasuki lubang vaginanya.

Sedikit demi sedikit batangnya disodok-sodokkan keluar masuk dalam liang yang telah basah berlendir tersebut, awalnya pelan kemudian makin lama makin laju. Kadang-kadang pak Kadek menahan batangnya di tengah liang kemudian memutar pinggulnya pelahan dan mantap bergantian ke arah kiri dan kanan, lalu kemudian tiba-tiba dibenamkannya lagi dalam-dalam hingga menembus pangkal vagina Rina.

Lama kelamaan Rina tidak mampu lagi berbuat apa-apa selain mengikuti langgam sodokan dan tarikan ayah mertuanya. Terlebih lagi karena bibir dan lidah pak Kadek tak pernah henti menyapu perut, dada, leher, dan bibir Rina.

Satu waktu saat menyodokkan batangnya dalam-dalam, bibir pak Kadek secara bersamaan melumat puting kiri dan kanan Rina secara bergantian. Rina hanya mampu memejamkan mata menahan kegairahan yang telah menguasai dirinya lalu setelah hampir lima belas menit lolong kecilnya kembali terdengar di sela-sela deru nafas pak Kadek “Eemmmm..urrrghh..aaahhhhhh, aaahhhh, aahhhh…”

Untuk kedua kalinya perempuan cantik itu meledak dalam birahi. Dagunya kemudian mendongak dengan mata yang membola meskipun bibirnya telah terkatup rapat.

Pak Kadek menyeringai lebar saat melihat menantu tersayangnya tenggelam dalam kenikmatan. Ditunggunya sampai kepala Rina terkulai lagi ke lantai dan matanya terpejam. “hmm.. ayo sayang, permainan kita belum selesai..” geram pak Kadek saat dia dengan kasar membalikkan tubuh Rina.

Pak Kadek yang nafsunya masih tidak puas, memaksa Rina yang sudah tidak berdaya itu untuk menungging dengan siku menempel lantai. Segera disibakkannya dua bongkah pantat untuk membuka jalan bagi batangnya yang masih tegak mengacung ke arah liang kemaluan Rina.

Setelah menggigit dua bongkahan daging itu dengan bernafsu, tangan pak Kadek memegang sisi punggung menantunya lalu menekan batangnya kedalam lubang vagina Rina. Punggung Rina yang besar dan putih membuatkan pak Kadek semakin bernafsu.

“Aaah..sakkkiiitttt ..ayahhh..”, jerit Rina saat liang vaginanya kembali ditusuk-tusuk oleh batang pak Kadek dengan beringas. Sodokan-sodokan pak Kadek dengan gaya doggy style ini sedemikian laju sehingga kembali membuat Rina merem melek dan mendesisi-desis, namun ketika merasakan bahwa tubuh pak Kadek mulai mengejan seakan menuju klimaks

Rina pun panik dan berusaha menahan goyangan sang mertua menjerit “..jangaannn, jangn lepaskan didalamm..yahh’, pintanya dengan lirih. Pak Kadek sesaat berhenti dan kemudian berkata “Baiklah Lina tapi dengan satu syarat”, kata pak Kadek. “Lina harus hisap batang ni sampai keluar air kalau tidak ayah lepaskan mani ayah ke dalam rahimmu, bagaimana?”. “Baiklahhh” jawab Rina dengan pasrah.

Pak Kadek segera merambat naik menuju ke arah kepala Rina yang sudah kembali telentang di lantai. Dia meletakkan kedua lututnya di samping Rina dan kemudian menarik wajah ayu yang tengah lunglai itu untuk menghadap batangnya yang masih tegak.

“Ayo Lina, kulum batang ayah”. Walaupun jijik, Rina terpaksa mengulum batang pak Kadek. Batang yang hitam dan berotot itu segera saja emmenuhi rongga mulut Rina. Kuluman demi kuluman segera dilakukan Rina dengan sis tenaga yang ada. Seesekali pak Kadek memintanya bergantian untuk menjilat, mengulum dan mengocok.

Sudah lebih lima menit Rina melakukan itu semua namun pak Kadek belum menunjukkan tanda-tanda ingin berejakulasi. Malahan pak Kadek terus meramas buah dada menantunya itu. Akhirnya Rina kepenatan.

‘Ayah..jangan dilepaskan di dalam..ayah..’, rayu Rina setengah sadar saat tenaganya telah musnah dan kesadaran mulai meninggalkan dirinya. Rina pun pingsan karena keletihan. Melihat hal ini pak Kadek kembali menyeringai lebar.

Direngkuhnya tubuh menantunya yang sudah terkulai lemas tersebut lalu direntangkannya kembali kedua kaki Rina. Tanpa disadari Rina, pak Kadek kembali membenamkan batangnya ke dalam liang kemaluan menantunya serta melakukan sodokan-sodoakan yang lebih liar dan kencang daripada sebelumnya.

Sesaat kemudian pak Kadek pun mengejan wajahnya tegang mendongak ke atas dengan batang yang tertanam penuh dalam liang vagina Rina, lalu “ Aaaaargh… Linaaaaa….aarrghhh..” cairan sperma menyembur dari batang pak Kadek memenuhi setiap lekuk dan liku vagina Rina dan mengalir deras menuju rahimnya. Pak Kadekpun terkulai lemas di atas tubuh sang menantu.

Setelah beristirahat selama satu jam, pak Kadek pun bangkit. Rina masih terkulai lemah di lantai kamar mandi. Pak Kadek tersenyum puas mengingat kembali pengalaman indah yang dirasakannya bersama Rina.

Dengan hati-hati pak Kadek membopong tubuh Rina kembali ke kamar setelah mengenakan pakaiannya. Dia pun menunggu Rina tersadar dan mengancam menantunya tersebut untuk tidak menceritakan apa yang terjadi kepada Ali.

Akhirnya, setelah Dzuhur, pak Kadek meninggalkan rumah dan terus pulang ke kampung. Rina yang malu telah merahasiakan kejadian itu dari pengetahuan suaminya selama berbulan-bulan dan berharap mertua jahanam tersebut tidak pernah akan muncul berkunjung lagi.

Dua bulan berlalu sejak peristiwa di bilik mandi tersebut dan Rinapun mendapati dirinya hamil. Suaminya, Ali, gembira tiada kepalang mendapat berita itu tanpa mengetahui perkara sebenarnya. Sebaliknya Rina sangatlah gelisah.

Walaupun pak Kadek telah berjanji untuk tidak menumpahkan spermanya ke dalam liang kemaluannya, namun karena tidak sadarkan diri Rina tidak pernah tahu pasti akan hal itu (baca bagian 1) . Hanya saja, Rina memilih untuk memendam ketakutannya itu sambil berharap agar mertua jahanamnya tersebut tidak berbuat curang dan tak lagi datang untuk mengganggu kehidupannya kembali.

Rina pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat. Selepas 7 bulan melahirkan Hafiz, anak laki-lakinya tersebut, dia hidup dalam kebahagiaan bersama dengan suaminya. Pak Kadek yang menghilang tiada kabar berita membuat hidupnya perlahan-lahan kembali mulai tenang. Hanya saja, kebahagiaan itu tidak berusia panjang.

Suatu petang, sepulang Ali dari mengajar di sekolah, dia berkabar bahwa pak Kadek akan berkunjung lusa untuk menengok cucu pertamanya. Dingin terasa sekujur tubuh Rina saat mendengar berita dari suaminya tercinta.

Kedamaian yang dia pikir telah didapatkan tiba-tiba saja kembali terancam bahaya.

“Ada apa, Lina? Kamu tampak terkejut mendengar bapak hendak berkunjung?”, tanya Ali padanya,

“Kau tak suka kah dia menengok Hafiz?” tanyanya lebih lanjut.

“Ti..tidak, bang. Li…Lina hanya kaget karena sudah setahun lebih beliau tiada berkabar berita..”, Rina berusaha menutupi kegugupannya. “Oh, bapak memang selalu begitu.

Setahun ini dia berniaga ke Trengganu dan baru tahu kelahiran Hafiz dari bibi saat pulang kampung kemarin..” tutur Ali tanpa menangkap gebalau perasaan Rina.

“Begitukah, bang? Tapi kalau memang lusa beliau datang, Lina harap abang bisa menunda kepergian abang ke Kedah hingga beliau pulang”, bujuk Rina, “Lina takut tidak bisa menjamu beliau dengan baik kerana sibuk menjaga Hafiz”, pinta Rina dengan cemas.

“Baiklah, Lina, karena bapak cuma tiga hari di sini, abang akan tunda perjalanan ke Kedah sampai beliau kembali ke kampung”, kata Ali.

“Terima kasih, bang”, Rina menghela nafas lega karena tidak akan sendirian menghadapi pak Kadek.

Pak Kadek datang lusa petang dengan dijemput Ali di stesen bas. Tidak banyak yang berobah dari mertuanya itu dari saat terkahir mereka berpisah. Perutnya makin tambun dan kulitnya makin legam, namun yang membuat Rina gemetar adalah tatapan mata pak Kadek yang makin liar setiap kali memandang ke arahnya.

Mata yang tajam itu seakan mampu menengok menembus kerudung dan baju kurung rapat yang selalu dipakai Rina. Tatapan mertuanya itu membuatnya mual dan berkunang -kunang setiap kali mereka bertemu pandang karena mengingatkan Rina kembali atas apa yang telah dilakukan pak Kadek terhadapnya. Seakan masih terasa benar kecupan-kecupan panas dan remasan kasar pak Kadek di sekujur tubuhnya. Sebaliknya, pak Kadek bersikap seakan tiada pernah terjadi apapun di antara mereka.

Dua hari sejak kedatangannya semua masih aman bagi Rina. Pak Kadek lebih banyak berbincang dengan Ali, sedangkan Rina lebih sering menghindar dan meminta mak Siti, janda tetangga sebelah, untuk menemani menjaga Hafiz setiap saat Ali harus pergi mengajar.

Namun, naas menimpa pada malam terakhir. Seusai santap malam, Rina sibuk mencuci piring di dapur sementara Ali dan pak Kadek sedang berbincang di teras depan. Rina bersenandung kecil, hatinya dipenuhi kelegaan karena esok semua sumber ketakutan dan mimpi buruknya dalam dua hari terakhir akan berlalu.

Pikirannya yang menerawang sambil sibuk membasuh piring sisa santap malam membuatnya tidak bersiaga dan tak sedar saat seseorang berjingkat memasuki dapur.

“Oough..”, Rina terpekik saat sebuah lengan yang kekar melingkar di pinggangnya yang ramping dan di saat bersamaan sebuah kecupan yang ganas mendarat di tengkuknya, menembus kerudung yang dikenakannya.

“ Lina..kamu semakin cantik ya..”, suara serak yang berbisik lirih ditelinga Rina kemudian serasa melumpuhkan seluruh indera wanita muda tersebut. Benaknya tercekam dengan kengerian oleh ingatan peristiwa memalukan yang dialaminya setahun lalu dan gelas yang tengah dicucinya pun terlepas dari gengamannya.

“kenapa, sayang? Kamu tak rindukah dengan ayah..? Ayah kangen sekali Lina..”. Pak Kadek yang kini telah memeluk Lina dari belakang tidak menyia-nyiakan kelengahan dan keterkejutan Rina. Sambil terus berbisik dan menciumi tengkuk dan bahu menantunya yang masih tertutup jilbab lebar, tangan kiri pak Kadek yang semula melingkar di pinggang Rina perlahan merayap turun mengarah ke pangkal paha terus ke bagian depan kemaluan Rina.

Sementara itu di saat yang bersamaan jari-jemari tangan kanannya menyusup di balik baju kurung longgar yang dikenakan Rina dan dengan cepat menyusur dari perut ke arah dadanya.

“Aaaugh..aayah..ach..bang aalii..auugh..toolong..” Rina menjerit tertahan menahan kecupan yang bertubi-tubi diterimanya. Tubuhnya yang semampai terbungkuk ke depan saat jemari kasar pak Kadek yang terentang lebar telah menggenggam organ kewanitaannya dan mulai meremasnya dengan ganas.

Kedua tangan Rina mencengkeram erat tepi tempat mencuci piring sedangkan paha kanannya yang secara refleks bergerak ke depan mencoba menahan serbuan pak Kadek walaupun tanpa disadarinya justru menjepit cengkeraman pak Kadek di vaginanya lebih erat.

Pak Kadek terkekeh melihat reaksi gugup menantunya tersebut. Jepitan paha Rina tidak mampu menghalangi kelincahan jari jemarinya untuk tidak hanya meremas namun juga sesekali menusuk celah kemaluan Rina.

“Aaauch…”, belum lagi Rina mampu meredam permainan jari lelaki tua tersebut, matanya yang semula terpejam menjadi terbeliak dan tubuhnya yang merunduk tersentak ke belakang saat jemari pak Dolah yang lain berhasil masuk di balik kutang sutranya serta mulai meremas payudara dan memilin puting susu kanannya serta menjepit dan menarik-nariknya.

“Tenang, Lina. Ali sedang bertandang ke rumah Hassan. Ayah pastikan kita punya waktu yang cukup untuk saling melepas rindu.he.he..he.”, pak Dolah melanjutkan bisikannya sambil kesepuluh jemarinya bekerja meremas, menusuk, mengobel, memilin dan mencubit dengan buas.

Rina seakan lumpuh mendengar perkataan mertuanya. Tubuhnya bergantian terhentak ke belakang serta terbungkuk ke depan saat remasan-remasan yang dilakukan pak Kadek bertubi-tubi mengaduk vagina dan payudaranya.

“Serangan” yang dilakukan pak Kadek baru berlangsung tak lebih dari sepuluh menit namun waktu seakan berhenti bagi Rina. Kain kurungnya telah tersingkap sampai ke pinggang sehingga tangan kanan pak Kadek dengan leluasa sudah mencengkeram bulat-bulat kewanitaan Rina dari balik celana dalam satinnya.

Jari tengahnya sudah bermain dengan kelentit menantunya dan tak jemu mengocok liang kewanitaan Rina yang mulai basah dengan cairan kewanitaan yang membanjir. Sementara itu lidah dan bibir pak Kadek tanpa henti mencecap dan menjilat leher jenjang Rina yang telah terbuka karena kerudung putihnya telah disingkapkan ke atas dan menutupi wajahnya yang tertunduk lemah.

Tiadanya perlawanan yang berarti dari Rina tersebut tentu saja juga memudahkan kerja pak Kadek di payudara wanita itu. Bergantian sepasang bukit yang ranum itu dijelajahinya bolak-balik dengan mudah. Telapak tangannya memutar dan meremas, mencengkeram keras dan menekan-nekan tiada hentinya gundukan daging yang lembut dan kenyal tersebut.

Pandangan Rina makin lama makin gelap, remasan dan permainan jari yang dashyat dari sang mertua membuat kesadarannya main melayang. Nafasnya makin lama makin tersengal. . Sebaliknya, pak Kadek makin bersemangat.

Tangannya yang semula sibuk mengocok liang kewanitaan Rina secara kasar menyentakkan celanan dalam sang menantu dan menariknya ke arah bawah. Tanpa bisa dicegah kain segitiga satin yang mungil itu terus melorot hingga ke bawah lutut.

Pak Kadek terpana melihat bongkahan pantat mulus yang kini tersaji dihadapannya. Tanpa sedar dia berdecak “ck.ck.ck.., betapa indahnya engkau Lina..’. Kedua tangan bandot tua itu segera saja meremas dengan gemas daging yang lembut itu.

Rina hanya mampu menggeliat kecil ketika sebuah rangsangan yang hebat merambat dari remasan pak Kadek dan menggetarkan seluruh inderanya. Tanpa menunggu reaksi sang menantu lebih lanjut, pak Kadek berlutut di belakang Lina sehingga wajahnya sejajar dengan celah pantat Rina.

Kedua tangannya kemudian mencengkeram paha Rina dan kemudian menyibakkannya lebih lebar. Sekejap kemudian pak Kadek menundukkan kepalanya dan mulai memainkan bibir dan lidahnya di kemaluan wanita malang itu.

Pertama-tama ditekankannya wajahnya ke seluruh permukaan vagina Rina yang sudah basah kuyup akibat ketrampilan jari-jemari pak Kadek. Dihirupnya dalam-dalam bau harum vagina sang menantu yang telah bercampur dengan bau merangsang cairan kewanitaannya.

“Sruup, sruuuup…”, bibirnya mendecap limpahan cairan tersebut dan memagut erat celah kewanitaan Rina yang telah menguak lebar. Seluruh tubuh Rina bergetar lemah, bibirnya tak mampu memekik dan hanya berbisik lirih saat lidah kasar sang mertua mulai menyusuri tiap jengkal vaginanya.

Lidah itu bergerak liar tidak hanya menyusur ke dalam liang kenikmatannya namun juga menyapu tandas setiap celah lipatan yang ditemuinya. Decapan-decapan bibir yang ditingkahi gigitan-gigitan kecil yang terus berulang membuat Rina luluh.

Tubuhnya kini sepenuhnya tiarap bertumpu sepenuhnya pada bak cucian tanpa daya. Kepalanya hanya menggeleng ke kiri dan ke kanan saat gigi-gigi pak Kadek menggigit ganas bongkahan kewanitaannya.

Namun agaknya pak Kadek belum merasa puas. Setelah direguknya kelezatan vagina Rina, diapun bangkit kembali. “Tahan sayang.. ayah masih mau ragakan satu permainan lagi…he..he.he..”, sambil terkekeh kecil pak Kadek menekan tubuh menantunya ke depan hingga makin mencondong ke bak cucian sementara tangan kirinya menjemba pinggang Rina dan menunggingkannya sedikit ke atas.

Diturunkannya resleting celananya yang sudah sesak dengan batang penisnya yang telah menggembung dari tadi. Segera teracunglah batang yang liat dan hitam itu di depan bongkahan pantat Rina. Tanpa aba-aba batang itu menusuk deras ke dalam celah pantat Rina.

“Aaaarghhh…” selunglai apapun Rina, tubuhnya mengejang hebat saat penis perkasa sang mertua dengan laju menyumpal kewanitaannya. Tubuhnya yang semula seakan teronggok lemah di meja bak cucian tiba-tiba terangkat, wajahnya memerah dengan bibir yang membulat sebelum kemudian kembali luluh.

Kegelapan mulai merayapi pandangan Rina saat pantatnya berguncang-guncang mengikuti irama sodokan penis pak Kadek. Tusukan-tusukan pak Kadek yang makin lama makin kencang dan dalam itu seakan menghentak-hentak kesadaran wanita malang tersebut.

Dia hanya mampu bergumam lirih setiap sodokan-sodokan panjang yang dilakukan pak Kadek bergantian dengan tusukan-tusukan pendek dan cepat menghujam dalam-dalam ke vagina Rina. Dalam keadaan yang sangat menderita tersebut Rina hanya dapat berharap agar mertuanya tersebut tidak sampai berejakulasi dan menumpahkan spermanya ke dalam peranakannya.

Untunglah, sebelum Rina kehilangan kesadaran secara penuh dan pak Kadek mencapai puncak, tiba-tiba terdengar bunyi pintu pagar berderit dan salam diucapkan. “Bedebah.”, pak Kadek menggeram pelan dan menyumpah-nyumpah karena menyadari Ali telah pulang.

Ditusukkannya penisnya ke liang kemaluan Rina untuk terakhir kalinya sambil berbisik “ sudah dulu ya sayang..”. Bibir Rina mendesis lemah saat menerima tusukan yang dilakukan pak Kadek dalam-dalam tersebut. Pak Kadek bergegas melepaskan pelukannya dan menarik celana dalam satin Rina kembali ke atas.

Dengan sigap dia menegakkan tubuh Rina serta menurunkan kembali baju kurung dan kerudung menantunya sehingga seluruh tubuh wanita itu kembali tertutup rapat. Sebelum meninggalkan dapur dia berbisik lirih ke telinga Rina “ Jangan kau bilang ini kepada Ali, sayang jika kau masih sayang anakmu ..”

Kemudian dengan sigap dia bergerak keluar dapur menuju ruang tamu untuk menyambut Ali di beranda untuk memberikan waktu pada Rina membenahi diri dan memulihkan kesadarannya. Rina masih bertumpu lemah di bak cuci, pandangannya nanar dan pikirannya masih beku.

Benaknya dicekam kengerian mendengar ancaman mertuanya tersebut. Dia sadar bahwa bajingan tua itu tidak sekadar menggertak. Namun, dia bersyukur bahwa Ali datang sehingga dia bisa terhindar dari aib yang lebih besar. Dia berharap malam segera berlalu dan esok mertua durjananya segera pulang ke kampung sehingga mimpi buruknya akan berakhir.

Cerita Sex – Nafas Yang Terburu..

Dimana gairah sigit yang menggebu gebu tidak tahu penyebabnya istrinya Santi juga samapiterheran heran akan keperkasaan suaminya, biasanya kalau pagi pagi dia selalu membangunkan istrinya dengan cara menyium leher dan menggigit kecil, Santi pun sebelumnya sudah bangun tap imager masih enakan di temapt tidur.

 “Kamu tidur dengan pakaian lengkap, seperti mau upacara bendera!”, protes Sigit sambil meremas-remas bagian belakang tubuh Santi.

“Ya, ampun” keluh Santi, “Masak seperti ini disebut pakaian lengkap?”.

“Lha, iya!” sergah Sigit lagi, “Masak tidur memakai beha dan celana dalam segala”.

Santi tergelak, dia selalu memakai keduanya. Kenapa baru sekarang dipersoalkan? Pasti ada maunya.

“‘Makan’, yuk!”, bisik Sigit sambil menelusupkan kepalanya lebih ke bawah lagi, ke antara dua bukit di dada istrinya. Hmm.., lelaki itu selalu suka menghirup keharuman lembut dari sana.

“Aku belum pingin..” goda Santi, tetapi sambil meraih ke belakang dan melepaskan kait BH-nya.

Sekejap kemudian ia menarik lolos BH itu dari balik dasternya. Psantidaranya segera terbebas.

“Memang aku yang mau makan kamu..”, kata Sigit sambil menarik turun daster istrinya.

Segera dada Santi yang subur sekal segar itu terpampang. Cepat-cepat Sigit menelusuri bulatan sintal yang menggairahkan itu dengan hidung dan mulutnya. Hmm.., tambah harum jika dicium tanpa penghalang seperti ini.

“Pelan-pelan, yaa..” bisik Santi sambil menggelinjang, “Nanti kamu tersedak”.

Sigit menjulurkan lidahnya, menelusuri lembah di antara dua psantidara istrinya. Hmm.., agak asin karena ada sedikit bekas keringat di sana. Tapi tambah asyik. Sigit naik ke bagian atas, melingkari wilayah bulat coklat hitam di pangkal puting Santi. Hmm.., di sini tidak begitu asin.

“Aah.., geli, Yang..”, desah Santi, tetapi sama sekali tidak bermaksud memprotes.

Sigit berputar-putar lagi di tempat yang sama, dengan takjub melihat puting yang tadinya tergolek lemah kini perlahan menegak tegang. Setelah tegak sepenuhnya, tak tahan lagi, Sigit memasukkan puting itu ke mulutnya. Pelan-pelan disedotnya daging kenyal hangat itu.

“Aah.., geli sekali, Yaang..” erang Santi, sama sekali tidak memprotes, melainkan justru bermaksud menambah semangat suaminya.

Dalam sekejap puting kiri Santi sudah basah dan berdenyut hangat. Warnanya tidak lagi coklat semata, tetapi juga bertambah gelap dan agak merona merah. Apalagi Sigit juga kadang-kadang memainkan lidahnya di dalam mulut, menekan-nekan puting itu ke kiri dan ke kanan.

“Yang satu lagi ngiri, Yaang..” desah Santi gelisah, sambil meremas sendiri psantidaranya yang sebelah kanan.

Sigit melepaskan mulutnya dari psantidara kiri, berpindah cepat ke psantidara kanan. Santi mengerang keras, menggelinjang gelisah, karena Sigit kini meremas psantidara kiri yang telah ditinggalkan mulutnya. Kini kedua bukit gairah sensual itu terasa geli belaka. Sambil mendesis dan mendecap seperti orang kepedasan, Santi memejamkan matanya, menikmati sensasi luar biasa di pagi yang segar ini!

Sigit sendiri sangat terangsang kalau bermain-main di psantidara istrinya. Ia suka sekali menyedot.., mengulum.., meremas dan kadang menggigit pelan kedua bukit lembut yang hangat dan harum itu. Rasanya seperti bermain-main di suatu masa lampau, mungkin ketika ia masih kecil dulu, dalam buaian Ibu yang memberinya susu penuh gizi.

Mungkin semua lelaki begitu, suka bermain-main di susu wanita karena terkenang masa hangat bahagia di pelukan Wanita Mulia yang melahirkannya.

Santi menelentangkan diri, membentangkan tangannya di atas kepala, sehingga dadanya lebih bebas terbuka. Sigit mengangkat tubuhnya, naik menjelajah psantidara yang menjulang menantang itu dengan gairah yang semakin membara.

Lalu satu tangannya merayap turun sambil membawa serta daster istrinya. Sekali tarik, daster itu lolos dari kedua kaki Santi, sehingga kini tinggal celana dalam yang membungkus tubuhnya. Tidak sabar membuka celana dalam itu, Sigit menelusupkan tangannya ke bawah, meraih selangkangan istrinya yang dengan otomatis membuka memberi jalan.

“Aah..!” Santi mengerang keras ketika jari tengah Sigit menerobos di antara dua bibir di bawah sana. Rasanya seperti dibelah dua oleh kenikmatan!

Sambil terus mengulum dan menyedot dan menggigit, Sigit mengelus-elus lembut lembah cinta istrinya yang mulai membasah. Sekali-sekali ujung jarinya memutar-mutar di atas tombol cinta yang cepat sekali mengeras, terselip di pojok atas bibir kewanitaannya. Santi mengerang-erang semakin keras dan semakin gelisah.

“Buka dulu piyama kamu, Yang..” desah Santi sambil mulai membuka kancing-kancingnya. Cukup susah melakukan hal itu karena Sigit tidak mau lepas dari dada dan selangkangan istrinya. Tetapi bukan Santi namanya kalau tidak bisa membuka baju suaminya dalam 5 menit.

“Enam sembilan, Yang..” desah Santi gelisah, nafasnya memburu ingin segera diciumi di bawah sana dan juga ingin menciumi suaminya.

Sigit tidak banyak membantah dan segera mengatur posisi sehingga kini mereka bisa saling hisap, saling kulum, saling sedot, penuh gairah dan penuh rasa kasih yang tak berbatas.

Santi mengerang-erang dengan mulut dipenuhi kejantanan suaminya. Sigit mendesah-desah sambil menenggelamkan mukanya di antara dua paha mulus istrinya. Decap dan desah saling bersusulan ramai sekali. Erotik sekali.

Tidak lama kemudian, keduanya tak tahan lagi. Seperti ada komando khusus, keduanya saling memposisikan diri. Santi menelentang dan membuka kedua pahanya lebar-lebar. Sigit mengangkat tubuhnya dalam posisi push up di atas tubuh istrinya. Lalu, sambil dituntun tangan Santi, lelaki itu menekan dalam-dalam.

“Aah!” Santi menjerit sambil memejamkan matanya erat-erat. Kejantanan suaminya yang kenyal itu menerobos masuk dengan lancar, langsung membentur bagian yang paling dalam.., langsung memicu orgasmenya. Cepat sekali!

Sambil bertumpu di kedua sikunya, Sigit menenggelamkan mukanya di leher Santi yang sudah dibasahi keringat. Sambil mencium dan menggigit-gigit kecil, lelaki itu mulai menggenjot, mengeluar masukkan kejantanannya penuh semangat.

Santi mengangkat kedua kakinya, memeluk pinggang ramping suaminya erat-erat, mengunci tubuh yang juga sudah berkeringat itu kuat-kuat. Perjalanan menuju puncak birahi.

“Ah.., yang keras, Yang!” desah Santi, merasakan orgasmenya sudah tiba, dan ia ingin digenjot sekeras-kerasnya! Sigit menekan lebih keras lagi, sampai kadang-kadang ranjang seperti bergeser diterjang berat tubuhnya. Pangkal kejantanannya membentur lingkar bibir kewanitaan Santi yang sedang berdenyut-denyut mempersiapkan ledakan pamungkas.

“Aah!” Santi menjerit merasakan ledakan pertama menyeruak dari dalam tubuhnya, “Ngga tahan, Yang.., aah!”

Sigit terus menekan dan menghunjam, ia sendiri juga sudah ingin meledak rasanya. Seluruh perasaannya seperti ingin tumpah ruah sesegera mungkin. Apalagi otot-otot kenyal di kewanitaan istrinya kini mencekal erat, seperti meremas-remas dan mengurut-urut kejantanannya. Sigit juga tidak tahan lagi.

“Uuuh!” pria itu menggeram sambil menggenjot keras-keras lima kali.

“Ah.., ah.., ah.., ah..!” Santi mengerang setiap kali enjotan mahadahsyat itu menerjang tubuhnya.

“Aah!” Sigit mengerang keras, menancapkan dalam-dalam kejantanannya dan bertahan di sana ketika lecutan-lecutan ejakulasi melanda seluruh tubuhnya.

“Oooh!”, Santi mendesah panjang merasakan cairah panas tumpah ruah di dalam kewanitaannya dan seperti memberi penyedap utama bagi geli orgasmenya.

Permainan cinta pertama ini cepat sekali. Tidak lebih dari 15 menit. Tetapi dilakukan dengan sangat bergairah, sehingga setelah mencapai puncak, Sigit rubuh menubruk istrinya. Santi tersengal menahan tubuh suaminya, dan menelentang tak berdaya dengan sendi-sendi yang seperti copot!

Diperlukan cukup banyak ekstra energi ketika akhirnya Sigit bangkit meninggalkan ranjang untuk mandi dan bersiap ke kantor. Santi tinggal di tempat tidur beberapa lama lagi, memejamkan mata, merasakan dan membiarkan cairan cinta mereka perlahan-lahan merayap turun membasahi sprei. Biarlah! sergahnya dalam hati, sudah waktunya sprei itu diganti.

Baru setelah Sigit terdengar selesai mandi, wanita itu bangkit dan mengelap tubuhnya sebelum ikut masuk ke kamar mandi. Kemudian keduanya sarapan pagi yang sesungguhnya, sambil tersenyum-senyum mengingat kegilaan mereka pagi ini.

“Makan apa, sih, kamu tadi malam?”, sergah Santi sambil menyuap nasi gorengnya.

“Nggak makan apa-apa. Biasa saja, steak dan kentang goreng” sahut Sigit, teringat bahwa tadi malam ia memang makan malam bersama relasi kantor. Tetapi tak ada yang istimewa di makanan itu.

Bahkan sebetulnya ia tak makan banyak karena masih merasa kenyang.

“Sering-sering, deh, begitu..”, kata Santi sambil melirik nakal.

“Nanti kamu kewalahan, lho!” kata Sigit sambil mencubit hidung istrinya.

“Hey.., siapa bilang!” sergah Santi, “Jangan-jangan kamu yang kewalahan”.

Sigit tersenyum sambil meneguk kopinya, “Nanti kita buktikan saja, lah!” katanya.

Dan siang itu Sigit menelepon mengatakan akan makan siang di rumah. Santi masih sibuk di studio fotonya ketika Sigit tiba dengan dua bungkus mie goreng dan sebotol besar minuman ringan kesukaan mereka. Tahu-tahu suaminya sudah ada di belakang, memeluk dan mencium tengkuknya.

“Sebentar, ya, Yang..” kata Santi sambil membereskan kamera dan film-filmnya, “Kamu duluan, deh. Nanti aku susul ke meja makan!”

“Ngga mau”, kata Sigit tetap memeluk dan menciumi kuduk Santi.

“Eh, bandel, ya!” sergah Santi sambil terus bekerja membereskan mejanya, sambil menggelinjang kegelian pula karena diciumi di daerah sensitifnya.

“Biar bandel, asal ganteng!” kata Sigit terus mencium, dan sekarang bahkan memegang-megang dada istrinya yang cuma terbungkus kaos. Santi tertawa. Siapa bilang suamiku jelek? katanya dalam hati, dia paling ganteng betapa pun nakal dan bandel dan keras kepalanya!

“Di sini saja, yuk!” bisik Sigit sambil menggigit cuping istrinya, membuat wanita itu menjerit kegelian.

“Aduuh, nanti ngga selesai-selesai, nih!”, keluh Santi sambil sibuk menurunkan tangan Sigit dari dadanya. Tetapi begitu diturunkan, begitu cepat naik lagi. Bahkan yang satu sudah masuk menelusup ke balik kaos, dan sudah mengusap-usap. Celakanya lagi, dada yang diusap itu bereaksi positif!

“Nanti saja beres-beresnya”, kata Sigit lagi sambil menarik istrinya ke sebuah kursi panjang di dekat tembok.

“Eh, apa-apaan.., Koq di sini makannya? Nanti studioku banyak semut!” protes Santi ketika Sigit tidak sabar lagi dan membopong istrinya menuju kursi yang selama ini dipakai untuk tiduran kalau Santi ingin beristirahat di tengah kerjanya.

“Siapa yang mau makan di studio?” tanya Sigit sambil dengan hati-hati menurunkan Santi di atas kursi yang dilengkapi dengan bantal-bantal itu.

“Habis, kita mau ngapain?” Santi mengernyitkan keningnya, melihat suaminya membuka dasi.

“Mau bikin film matinee!” sergah Sigit sambil duduk dan menciumi leher Santi.

Astaga! Santi baru sadar apa yang dimaksud suaminya. Gila! Padahal tadi pagi ia sudah mengajak bercumbu. Sekarang, belum lagi pukul 1 siang, dia sudah bergairah lagi. Benar-benar surprise.

Santi menjerit kegelian ketika Sigit tiba-tiba menyingkap kaos, dan menenggelamkan mukanya di antara kedua psantidara yang memang tak tertutup BH itu. Wanita itu tak bisa banyak bergerak karena di desak sampai ke tembok, dan karena suaminya menindih tubuh indahnya dengan bergairah. Tetapi tentu saja ia sebetulnya juga tidak mau banyak berontak! Ia suka diperlakukan dengan penuh gairah seperti ini.

“Baju kamu nanti lecek, Yang!” sergah Santi melihat suaminya seperti kesetanan. Biarpun ia sedang kegelian, wanita itu masih sempat memikirkan baju pria kesayangannya! Begitulah mulianya hati seorang istri.

“Nanti ganti saja..”, desah Sigit tak peduli. Lelaki memang maunya praktis saja.

“Sabar, Yaang..” bisik Santi sambil menahan tawa karena melihat Sigit seperti bayi kehausan ASI ibunya, mencari-cari puting susunya.

“Masih ada waktu, kan?”.

Sigit tak menyahut. Ia sibuk menelusup dan menelusur dada istrinya. Lalu sibuk mengulum dan menyedot, membuat si empunya dada mengerang dan menggelinjang.

“Aaaah..” Santi mendesah, mendorong dadanya ke depan sambil merengkuh leher suaminya. Tadi ia bilang “sabar”, sekarang justru dia yang tidak sabar!

Siang ini Santi bekerja dengan kaos t-shirt dan celana pendek longgar. Kaos sudah disingkap sampai ke leher. Maka, sambil menggeliat-geliat merasakan mulut suaminya yang sangat aktif itu, Santi membuka celananya sendiri, memelorotkan sekaligus bersama celana dalamnya. Nah, sekarang ia sudah telanjang dari dada ke bawah. Sudah bebas diperlakukan apa saja oleh suaminya.

Sigit memposisikan tubuhnya di sisi kursi panjang tempat mereka bercinta. Lalu ia membuka ikat pinggang dan celananya sendiri. Keduanya seperti sudah sepakat untuk saling membuka pakaian tanpa ada aba-aba sebelumnya. Maklumlah, suami istri ini memang sangat kompak!

Tidak lama kemudian keduanya sudah telanjang, walau Sigit masih memakai baju dan Santi masih memakai kaos di atas dadanya. Sambil terus mengulum dan menciumi psantidaranya, Sigit menempelkan tubuh atletisnya lekat-lekat ke tubuh mulus Santi.

Hmm.., di siang yang gerah seperti ini, nyaman sekali rasanya bersentuhan kulit dengan orang yang terkasih. Walaupun sebetulnya mereka berdua sudah mulai berkeringat, tetapi tetap saja nikmat rasanya menempel seperti perangko dan amplopnya.

“Ngg..” Santi mengerang sambil merenggangkan pahanya, “Jangan dimasukkan dulu, Yang..”.

Sigit tak menyahut, tetapi ia mengerti maksud istrinya. Biar bagaimanapun, istrinya tentu belum siap menerima percumbuan tanpa rencana ini. Harus ada sedikit upaya untuk membuatnya siap. Sedikit saja, tetapi harus!

“Mmmmm..” Santi mendesah merasakan ujung kejantanan suaminya menelusur celah sempit di antara kedua pahanya, menimbulkan rasa nikmat yang perlahan-lahan menyeruak ke seluruh tubuh.

Dengan satu tangannya, Sigit menuntun kejantanannya naik turun di sepanjang celah yang mulai membasah itu. Oh, geli sekali rasanya ujung kejantanannya menyentuh lembah halus dan licin yang seperti kelopak bunga terkuak perlahan.

Sekali-sekali ia memutar-mutar ujung tumpul itu di permukaan liang senggama istrinya, merasakan liang itu semakin lama semakin lebar membuka, menyatakan kesediaan untuk di eskplorasi. Sekali-kali ia naikkan kejantanannya, menggosok-gosok lembut bagian yang tersempil menonjol di lipatan atas bibir kewanitaan istrinya. Itu bagian paling sensitif yang dengan cepat membuat Santi mengerang dan semakin merenggangkan pahanya.

“Aah.., nikmat itu, Yang..” Santi berbisik mendesah dengan mata terpejam, “Oooh.. lagi, Yang!”

Sigit mengulang lagi. Dengan sabar ia terus menggosok-gosokkan kejantanannya, menggunakannya sebagai alat pemicu birahi istrinya. Perlahan-lahan ia mulai merasakan celah sempit di bawah itu mulai membuka dan basah.

Kalau ia membawa ujung kejantanannya ke liang kewanitaan Santi, terasa liang itu seperti mau menangkap dan menarik kejantanannya masuk. Sekali-sekali Sigit memang menenggelamkan seluruh kepala kejantanannya ke dalam. Santipun mengerang setiap kali suaminya melakukan itu.”mm..” Santi mengerang penuh nikmat, “Dikit lagi, Yang.. ooh”, bisiknya.

Sigit mendorong masuk sedikit, sehingga seperempat kejantanannya melesak masuk. Wow.., liang yang dimasuki itu masih agak sempit dan berdenyut-denyut.

“Uuuh..” Santi mendesah sambil menggeliat, “Di situ aja dulu, Yang..”.

Sigit tertawa kecil sambil bergumam, “Kamu banyak maunya!”.

Santi ikut tertawa, dan memprotes manja, “Jangan becanda, dong. Aku kan lagi serius, nih!”

Sigit menahan tawanya, sambil menciumi leher istrinya yang sedang terpejam dan megap-megap merasakan nikmat. “Ada-ada saja istriku, masak bercumbu saja pake serius-seriusan segala!”, Tetapi Sigit memang pernah juga membaca, bahwa wanita memang lebih memerlukan keseriusan dalam bercumbu.

Wanita mudah terangsang kalau seluruh pikirannya tercurah untuk percumbuan. Sedikit saja pikirannya terganggu, seorang wanita bisa kehilangan gairah. Walaupun begitu, rasanya dengan Santi teori itu tidak selalu berlaku.

“Aah..” terdengar Santi mulai mendesah lagi, dan pinggulnya berputar-putar gelisah, “Dikit lagi Yang.., tapi jangan semuanya..”

Oke boss! ucap Sigit, tetapi dalam hati. Pelan-pelan ia mendorong masuk kejantanannya, menerobos liang yang semakin membuka tetapi juga semakin berdenyut seperti mulut kecil yang sedang sibuk mengulum permen kesukaan.

Santi menggeliat dan menggerang lagi. Sigit mendorong sedikit lagi, sehingga kini tiga perempat kejantanannya terhenyak sudah.

“Oooh..” Santi mengerang sambil memutar-mutar pinggulnya. Sigit bertumpu pada sikunya, berusaha menjaga agar kejantanannya tidak seluruhnya masuk. Dengan gerakan-gerakan Santi, rasanya kejantanan itu seperti sedang mengaduk-aduk sebuah wahana lentur dan kenyal yang basah dan licin. Sigit melihat ke bawah, terpesona memandang kejantanannya yang tampak sedikit di atas cekalan bibir kewanitaan istrinya yang berputar-putar penuh gairah.

Santi memejamkan mata dengan nafas memburu, merasakan betapa nikmatnya memutar-mutar pinggul dengan batang kenyal dan padat tertanam sedikit di gerbang kewanitaannya.

Gerakan memutar itu menyebabkan seluruh lingkar luar liang senggamanya seperti diurut-urut, menimbulkan rasa geli dan gatal yang menggairahkan. Inilah salah satu pemanasan.., permainan awal.., yang disukainya. Dengan begini, ia akan segera siap menuju langkah berikutnya.

“Aaaaah..” Santi mengerang keras, menggeliat gelisah, “Ayo masukin semua, Yang..”

Oke, boss! ucap Sigit dalam hati lagi. Pelan-pelan ia menurunkan tubuh bagian bawahnya, dan pelan-pelan kejantanannya melesak masuk sampai ke pangkalnya. Begitu terhenyak 100%, Santi mengerang keras dan menghentikan gerakan pinggulnya.

Wow! Sigit merasakan dirinya tenggelam dalam lubang dalam yang panas dan basah dan berdenyut. Merasakan ujung kejantanannya membentur dinding halus nan licin bagai sutra dilapisi cairan khusus. Sejenak pria itu diam saja menikmati sensasi luar biasa di sepanjang kejantanannya.

Santi mengerang, mendesah dan merengkuh tubuh suaminya erat-erat. Kedua kakinya membentang seluas mungkin lalu naik memeluk pinggang Sigit, mengunci tubuh mereka dalam sebuah persatuan yang menggairahkan.

Sejenak mereka diam saja, saling memeluk dan berciuman mesra, merasakan persetubuhan di siang bolong yang terik ini. Keduanya sudah agak berkeringat, dan kedua psantidara Santi yang sintal sudah terhenyak rapat di bawah dada suaminya yang masih memakai kemeja. Tak rela berpelukan dengan baju, wanita itu cepat-cepat membuka kancing-kancing suaminya.

Sekejap kemudian keduanya mengerang karena akhirnya tak ada lapisan yang membatasi pertemuan tubuh mereka. Kedua puting susu Santi terasa nikmat di tekan dan di tindih oleh dada suaminya yang kukuh itu. Sigitpun merasa nikmat tertelungkup di atas hamparan lembut kenyal dada istrinya.

“Begini aja, yuk!” desah Santi sambil menciumi muka suaminya penuh kemesraan. Ia senang sekali tertancap menjadi satu seperti ini.

“Cuma diam begini?” tanya Sigit dengan nada lucu sambil membalas ciuman istrinya.

Santi tertawa kecil di tengah nafasnya yang memburu, “Boleh gerak, dikiit..” bisiknya manja.

“Seperti ini?”, tanya Sigit sambil mulai menggerakkan pinggulnya memutar-mutar perlahan.

“Mmhh..” Santi menjawab dengan erangan. Aduh ini, sih, terlalu sedikit, pikirnya menyesal mengatakan “dikit” tadi.

“Atau begini?”, tanya Sigit sambil menaik turunkan pinggulnya, pelan-pelan saja.

“Aah..” Santi mendesah dengan nafas semakin memburu, “Dua-duanya, Yang.., Oooh.., Aku suka dua-duanya, Yang!”

Sigit tersenyum dan dengan gemas mencium mulut istrinya, membungkam si ceriwis yang menggairahkan itu. Segera pula ia mengerjakan “dua-dua”nya, yakni menaik turunkan pinggulnya sambil memutar-mutar. Tetap dengan gerak lambat namun mantap. Kejantanannya dengan perkasa menyeruak masuk ke liang cinta istrinya yang kini sudah terbuka pasrah dan basah. Lancar sekali otot pejalnya itu menerobos, menimbulkan suara-suara seksi berkecipak ramai.

“Aah.., Ngg..”, Santi mengerang tidak karuan sambil megap-megap dan memejamkan matanya, berkonsentrasi menikmati hunjaman suaminya yang perkasa. Sigit melepaskan ciumannya, karena Santi seperti ingin bicara. Lalu terdengar wanita itu mendesah penuh permohonan yang manja,

“Boleh lebih cepat.., ooh.., Yang.., aku mau, Yang.., aah!”

Pura-pura tidak mau, tahu-tahu paling mau! sergah Sigit dalam hati sambil menahan tawanya. Ia mempercepat hunjaman dan tikaman kejantanannya. Kursi panjang tempat mereka bercumbu berderit-derit ramai, karena sebetulnya itu bukan tempat bercumbu.

Santi mengerang-erang sambil mencengkram pinggang suaminya, ikut membantu menaikturunkan tubuh Sigit. Padahal lelaki itu tak perlu bantuan, tetapi mungkin dengan berpegangan ke pinggang seperti itu, Santi bisa memastikan bahwa suaminya tidak akan berhenti!

Setelah kira-kira selusin kali menggenjot, Sigit merasakan liang kewanitaan istrinya menyempit dan mencekal erat. Itu pertanda awal orgasmenya. Santipun sudah mengerang-erang semakin keras dan menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan.

Sigit mengerti tanda-tanda ini sepenuhnya. Maka ia mempercepat dan memperkeras gerakannya. Bahkan kadang-kadang ia menghentak dan menghunjam dengan gerakan kasar, membuat kursi panjang bergetar dan bergeser sedikit.

Tetapi justru itu membuat Santi tambah keenakan, dan setelah tiga empat kali “dikasari” seperti itu, wanita ini mencapai puncak birahinya.

“Mmmmm..” ia mengerang panjang, lalu berteriak pendek-pendek, “Ah.. ah.. ah..!”

Sigit menghunjam dalam-dalam, lalu memutar dan menekannya dengan sekuat tenaga.

“Oooh!” Santi menjerit keras, meregang dan melentingkan tubuhnya, lalu terhempas kembali ke bawah sambil bergetar kuat seperti orang yang kena hukuman di kursi listrik. Kursi berderit-derit ramai, dan Sigit menekan tubuh istrinya kuat-kuat agar mereka berdua tidak terlempar ke lantai. Bagi Santi, orgasme itu sangat dahsyat.

Seluruh tubuhnya ikut tersaput ledakan-ledakan kenikmatan yang bermuara di kedua pangkal pahanya. Dari lembah basah yang tersumpal batang liat dan pejal itulah datangnya gelombang besar yang melanda seluruh tubuhnya. Santi seperti merasa berenang terapung dan terombang-ambing dalam lautan nikmat yang merasuk ke seluruh pori-pori tubuhnya. Beberapa menit kesadarannya seperti hilang dan tubuhnya lepas dari kendali, bergerak-gerak liar ke segala arah.

Setelah beberapa saat menggelepar dan meregang menikmati orgasmenya, Santi berhasil menanussai diri, lalu mendesah dengan suara letih, “Aduuh.., gila kamu, Yang.., bikin aku ketagihan”

Sigit tertawa kecil sambil menggigit dagu istrinya tercinta, “Ini mau protes atau mau bilang terima kasih?”, tanyanya.

Santi tak menjawab, melainkan meraih leher suaminya, menciumi mulut pria yang sangat dicintainya itu. Mereka saling mengulum dan menggigit gemas. Santi menumpahkan seluruh perasaannya lewat ciuman itu. Ia ingin berterima kasih.., ia ingin memuji.., ia ingin memuja.., ia ingin menyatakan cinta.

Tak ada pria lain yang ia cintai seperti pria yang satu ini. Pria ini membuatnya lebih hidup dari sekedar hidup, lebih bernafas daripada sekedar bernafas. Pria ini mengisi dunianya dengan gairah baru setiap hari.

Lalu, di tengah ciuman yang bergelora itu, mereka mulai bergerak lagi. Sigit mulai menggenjot lagi, mulai memicu kembali gairah Santi yang belum sepenuhnya reda. Tak berapa lama kemudian mereka sudah tak sanggup lagi berkata-kata.

Nafas keduanya memburu dan saling bersusulan, disertai erangan dan desahan yang tidak beraturan. Kursi panjang semakin bergeser dari kedudukannya semula. Bantal-bantal berserakan tertendang atau terdorong oleh gerakan-gerakan mereka yang semakin liar.

Keringat mulai membanjiri tubuh mereka, membuat kemeja Sigit basah kuyup di bagian punggung. Tubuh bagian bawah, terutama dari pinggang ke bawah, tampak paling basah, berkilat-kilat seperti dilapisi lilin dan minyak.

Lalu Santi mencapai orgasmenya yang kedua tanpa bisa ditahan lagi. Wanita itu menggelepar dan mengerang-erang sambil memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya tampak berkonsentrasi dan merona merah mempesona.

Mulutnya terbuka dan nafasnya keluar dalam hempasan-hempasan pendek. Sigit terus menggenjot karena ia juga sudah mencapai tarap akhir pendakian asmara ini. Ia tidak berhenti walau tampaknya Santi telah kewalahan menahan rasa geli yang memuncak.

Wanita itu berusaha memperlambat gerakan suaminya, tetapi ia juga tak berdaya karena setengah dari dirinya ingin tetap menikmati hunjaman-hunjaman keperkasaan Sigit. Akhirnya ia menyerah saja, menggeletak dan meregang-regang terus menikmati orgasmenya yang sambung-menyambung.

Lalu Sigit mencapai puncak birahinya. Pria itu menggeram dan mengerang keras. Seluruh otot di tubuhnya meregang seakan beramai-ramai mendorong keluar cairan cinta dari pinggangnya ke kejantanannya.

Lalu sejenak ia terdiam, menanamkan dalam-dalam kejantanannya di liang cinta istrinya.., dalam sekali, sampai melesak ke pangkalnya.., sampai menyentuh langit-langit terdalam kewanitaan istrinya.

Santi menanuskkan kedua pahanya seluas mungkin, merasakan kejantanan suaminya seperti membesar sepuluh kali lipat.., sebelum akhirnya batang keras itu melonjak-lonjak liar dan menyemprotkan cairan-cairan kental panas. ooh, kewanitaan Santi seperti sebuah ladang kering yang tersiram hujan yang dinanti-nanti sejak lama!

Siang itu, Sigit makan sangat lahap. Nyaris ia habiskan kedua bungkus mie goreng yang tadi dibawanya. Nyaris pula ia meneguk habis minuman ringan dingin dalam botol ukuran 1 liter itu. Santi tak henti-hentinya memperingatkan agar suaminya makan lebih lambat. Wanita itu kuatir Sigit tersedak atau terserang kram perut.

“Duuh.., pelan-pelan, Yang!” sergah Santi sambil menyingkirkan jauh-jauh botol minuman yang tinggal seperempatnya.

“Tadi, waktu aku pelan-pelan, kamu suruh cepat-cepat..” sahut Sigit sambil menyuap satu sendok penuh mie goreng yang lezat itu.

Santi tertawa, mengerti apa yang dimaksud suaminya, “Lho, tadi itu, kan perkara lain. Lagipula pada awalnya, kan juga pelaan.., sekali!” katanya manja.

“Ah, kamu memang suka ngatur..” protes Sigit sambil terus menyuap, padahal mulutnya belum kosong sekali.

Santi mencubit lengan suaminya dengan gemas, “Alaah.., Kamu juga suka kan, diatur kalau lagi begitu!” katanya membela diri.

“Oke, nanti malam kamu atur lagi, ya” kata Sigit sambil meraih botol minuman yang sudah disingkirkan jauh-jauh. Tanpa gelas, ia meneguk isinya langsung.

Santi membelalakan matanya yang mempesona itu,

“Nanti malam? Ya ampun. Belum cukup juga, Yang?”

Sigit tertawa, hampir saja tersedak. Santi menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar mengherankan, apakah ia begitu karena sebentar lagi ulang tahunnya yang ke 32? pikir Santi sambil menatap suaminya lekat-lekat. Kalau sedang tertawa, suamiku makin muda saja tampangnya. Makin cute dan makin menggemaskan. Nanti malam, harus kuapakan dia?

Sigit pulang kantor dengan bersiul-siul. Jam baru menunjukkan pukul 5 sore. Walau tampak riang, jelas juga terlihat bahwa pria itu agak letih. Santi menyambut pasangan hidup terkasihnya di depan pintu, menerima tasnya, dan membiarkan tubuhnya yang segar karena baru habis mandi, dipeluk oleh suaminya.

“Hmm.., harumnya istriku”, bisik Sigit sambil menciumi leher Santi.

“Hmm.., baunya suamiku”, sergah Santi menggoda. Sebetulnya, Sigit tak pernah punya persoalan bau tubuh. Tetapi agaknya suaminya tadi rapat di ruang penuh asap rokok. Bau kretek menyengat dan mengganggu.

“Iya, deh. Aku mau langsung mandi!”, kata Sigit sambil merengut merajuk dan melepaskan pelukannya.

Santi tertawa dan tidak mau melepaskan diri dari suaminya, ia merangkul leher pria kesayangannya dengan manja.

“Aku mandiin, yaa..” katanya sambil menciumi pipi Sigit yang masih menyisakan sedikit harum after shave.

“Ngga mau. Nanti ngga jadi mandi, malah tambah keringetan..” sergah Sigit sambil terus melangkah ke kamar tidur, menyeret serta istrinya yang terus merangkul manja.

“Diganggu sedikit saja sudah ngambek!” sergah Santi sambil menggigit pelan cuping telinga suaminya.

Akhirnya Santi melepaskan suaminya. Setelah berganti baju dan sejenak membaca koran sore, Sigit mandi sepuas-puasnya. Segar sekali mengguyur tubuh yang penat dengan air dingin. Sementara Santi menyiapkan kopi dan makanan kecil kegemaran suaminya.

Tetapi rupanya Sigit memang cukup penat hari itu. Karenanya, pria itu tergolek tidur di kursi sebelum menghabiskan kopinya. Santi terenyuh melihat suaminya terlena dengan wajah damai. Sejenak ia berpikir untuk membatalkan semua rencananya malam ini. Kasihan kalau ia memaksa diri, bisik wanita itu. Dengan hati-hati diletakkannya bantal di bawah kepala suaminya. Lalu perlahan ia mencium pipi lelaki itu. “Tidur nyenyak, sayang..”, bisiknya dalam hati.

Rumah pasangan itu pun menjadi sepi, dan Santi punya banyak waktu memilih-milih foto yang akan dipakai untuk membuat brosur pesanan sebuah maskapai penerbangan dalam negeri. Entah berapa lama Sigit tertidur lelap.

Santipun semakin asyik bekerja di studionya, lupa waktu. Malam telah menggelap, ketika tiba-tiba wanita itu teringat suaminya yang ditinggal di ruang keluarga. Sambil menggeliatkan tubuhnya yang terasa pegal duduk menekuni slide di atas meja observasi, Santi bangkit menuju ruang tengah.

“Hei.., sudah bangun kasihku cintaku”, sergah Santi karena ternyata Sigit sudah bangun, walaupun masih bermalas-malasan.

Dengan cepat Santi sudah berada di sisi suaminya, menciumi pipi lelaki pujaannya itu dengan penuh kasih sayang sambil bertanya, “Mau makan sekarang?”.

“Makan kamu?”, goda suaminya sambil mengacak-acak rambut Santi dengan gemas.

“Ah! Orang sudah letoy begitu, masih nantangin!”, sahut Santi sambil balas mengacak-acak rambut suaminya.

“Eh.., jangan memandang rendah kekuatan seorang pria, ya!” sergah Sigit sambil mencoba bangkit, tetapi tidak bisa karena Santi tahu-tahu sudah duduk di pangkuannya.

“Bukan begituu..” sahut Santi serius, “Kamu memang kelihatan letih. Perlu di isi dulu dengan makan malam yang sedap dan penuh energi!”

“Lalu.., setelah di isi?” tanya Sigit sambil mencoba bangkit lagi, tetapi gagal lagi karena Santi malah menelungkup di dada suaminya.

“Ya.., gimana nanti saja!” sahut Santi sambil memeluk erat-erat suaminya dan menyembunyikan mukanya di leher orang yang sangat dicintainya itu.

“Ah, kamu ini memang suka ngatur..”, sergah Sigit sambil menepuk pantat istrinya dengan gemas.

“Kan, memang itu permintaan kamu tadi siang.., nanti malam kamu atur lagi, ya.., Ya, kan!?” sahut Santi tak mau kalah.

“Oke!, Oke!” Sigit menyerah, “Sekarang, bagaimana kita bisa makan kalau aku di-kelonin terus seperti ini?”.

Santi tertawa, lalu bangkit dan menyeret suaminya ke meja makan. Mereka menyantap ikan gurame goreng kering dan lalap aneka daun, plus sambal terasi.

Selesai makan malam yang telah betul-betul membuat Sigit segar kembali, sepasang suami istri itu duduk berdampingan menonton berita malam di televisi. Seperti biasa,

Santi manja merebahkan kepalanya di dada Sigit yang bidang, memeluk erat lengannya yang berotot, dan menopangkan satu kaki di atas pangkuan lelaki itu. Nyaman sekali rasanya berduaan seperti ini, di malam sepi yang mulai ramai penuh suara unggas malam.

Berbagai berita bermunculan di layar, tetapi Santi tak terlalu tertarik. Baginya, suami yang pulang dengan sehat dan ceria, lebih penting dibandingkan perang di sana-sini, persoalan politik di mana-mana, atau selebriti dunia yang muncul tenggelam. Semuanya tidak relevan buat Santi, sepanjang Sigit ada di sampingnya, dalam pelukannya, dalam jangkauan ciumannya.

“Aku besok mau cuti saja”, celetuk Sigit ketika acara siaran berita menjelang usai.

“Cuti bagaimana?”, tanya Santi sambil memejamkan mata menikmati detak teratur jantung suaminya yang dekat sekali di telinganya.

“Ya cuti.., artinya tidak masuk kantor.., Tinggal di rumah.., Satu hari penuh.., Dari pagi sampai malam..” ujar Sigit seperti orang membacakan arti ‘cuti’ di kamus bahasa.

“Dan boleh begadang..”, sambung Santi cepat-cepat.

Sigit tertawa, “Ya. Betul.., boleh begadang. Tapi buat apa begadang, kalau tidak ada yang dikerjakan”, katanya.

“Ngerjain aku, dong..” sergah Santi manja sambil memeluk lebih erat.

“Ngga mau”, kata Sigit kalem, “Malam ini, kan kamu yang ngatur.., Aku sih, terima beres saja, kan?”

Santi tertawa tergelak, “Kamu betul-betul ngga mau ngalah sama istri, ya!” sergahnya sambil mencubit pipi suaminya dengan gemas, tetapi cepat-cepat ia lalu mencium tempat cubitan itu ketika suaminya mengaduh.

“Memang begitu, kok, perjanjiannya..”, kata Sigit bersikeras.

“Ayo dong, ke kamar” sergah Santi, tetapi ia sendiri masih memeluk suaminya, masih merebahkan kepala di dadanya.

“Kamu yang harus bisa membuat aku mau ke kamar”, jawab suaminya.

Santi mengangkat mukanya, “Eh.., begitu ya? Jadi aku harus mersanti, begitu?” tanyanya sambil melebarkan kedua matanya yang indah itu.

Sigit menghindari tatapan istrinya, pura-pura tertarik menonton berita terakhir. Santi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak, lalu bertanya, “Aku harus berbuat apa supaya kamu mau ke kamar?”.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi, Sigit menyahut kalem, “Bagaimana kalau kamu menari bugil..”.

“Apa?”, jerit Santi sambil lebih membelalakkan matanya, “Ih, pikiranmu jorok ah!”.

Sigit terlonjak karena dicubiti oleh istrinya di pinggang, di perut, di paha, di dada, di mana-mana. Lelaki itu tertawa-tawa kegelian, dan senang karena bisa membuat istrinya terdesak dalam perdebatan. Sekarang ia tinggal menunggu, maukah Santi melakukan apa yang dimintanya itu.

Setelah puas mencubiti suaminya, Santi berseru, “Baik! Jangan tinggalkan tempat.., Saya akan kembali sebentar lagi!”

Sigit tersenyum enteng, tetapi sesungguhnya ia berdebar juga. Tegang sendiri memikirkan apa yang akan dilakukan istrinya.

Santi menghilang ke dalam kamar cukup lama. Sigit berkali-kali menengok, kuatir jangan-jangan istrinya meninggalkannya tidur. Jangan-jangan ia mempermainkan aku, pikirnya.

Tetapi ia tidak beranjak dari kursi di depan TV yang sudah menyelesaikan tayangan siaran berita, berganti siaran musik. Ia masih menunggu, dan berharap akan benar-benar mendapat “pertunjukan istimewa” dari istri tercintanya.

Lalu tiba-tiba lampu ruangan mati. Sigit tersentak, dan belum sempat menengok mencari siapa yang iseng mematikan lampu, TV-pun ikut mati. Sialan! sergah pria itu, istriku ternyata membawa remote control, dan pasti dia yang iseng.

“Jangan becanda, ah..” Sigit hendak mengeluh, tetapi lalu lampu di pojok ruangan menyala. Sinarnya hanya temaram, menimbulkan suasana romantis. Dan di sana.., di depan pintu kamar tidur.., Santi berdiri dengan daster tipis yang menampakkan bahunya yang putih mulus.

Ada tali kecil yang mengaitkan daster itu ke bahunya. Dalam sinar yang temaram, Santi tampak bagai sebuah manequin di etalase toko. Daster itu terlalu tipis untuk bisa menyembunyikan tubuhnya yang telanjang. Tetapi karena sinar temaram, Sigit tidak bisa melihat seluruh tubuh istrinya. Lelaki itu melongo.

“E-e-e..” Santi berbisik sambil mengacungkan dan menggoyang-goyangkan telunjuknya.

“Jangan beranjak dari tempat duduk..”

Sigit yang sudah siap bangun, kembali duduk, lalu tersenyum menikmati pemandangan di depannya. Boleh juga gaya istriku! sergahnya dalam hati. Mari nikmati saja pertunjukkan ini.

Santi melangkah perlahan meninggalkan pintu kamar ke arah tengah ruangan. Langkahnya gemulai, meniru Miranda di cat walk. Sudah beberapa kali Santi menonton sahabat cantiknya itu beraksi. Ia sudah tahu bagaimana berjalan agar terlihat seksi dan menawan.

Bibirnya menyunggingkan senyum tipis menggoda. Satu tangannya di letakkan di belakang pinggangnya, dan satu lagi melenggang santai. Sigit tersenyum lebar. Bravo! tukasnya dalam hati, kalau dia sudah bosan memotret, bolehlah melamar jadi peragawati!

Sekitar tiga langkah di depan suaminya yang tertegun, Santi berhenti. Perlahan-lahan wanita seksi itu memutar tubuhnya 360 derajat. Sigit berhenti tersenyum. Ia menahan nafas, melihat tubuh istrinya melintas bagai film slow motion, menerawangkan kemulusan yang tak tertutup oleh pakaian dalam.

Psantidara yang sintal dan tegak menantang itu terlintas, perut yang datar dan dihiasi noktah pusar bagai lesung pipit, lembah di antara dua paha yang samar-samar terlihat, dua bukit di pantatnya yang padat berisi sungguh menggemaskan. Satu persatu pemandangan indah itu melintas untuk ditatap sepuas hatinya.

Santi melakukan gerakan memutar perlahan itu dua kali. Satu ke arah kiri, satu lagi ke arah yang berlawanan. Setelah putaran kedua, Santi diam sejenak menghadap suaminya dengan kedua kaki tegak agak terentang. Ia menahan tawa melihat suaminya menelan ludah berkali-kali. Rasain!, sergahnya dalam hati, biar dia betul-betul kepengin!

Lalu, sambil tetap berdiri tegak terentang itu, Santi perlahan-lahan mengangkat satu tangannya untuk diletakkan di belakang leher. Ketiaknya yang bersih mulus segera terpampang, dan seberkas keharuman yang lembut menyeruak penciuman Sigit, membuat pria itu menghela nafas dalam-dalam.

Pria itu juga kemudian menahan nafas, ketika dengan perlahan-lahan, menggunakan satu tangan yang lainnya, Santi menurunkan kait daster di bahu kirinya.

Daster itu merosot sedikit. Pelan-pelan bagian atas psantidara kiri Santi menyeruak. Sigit menelan ludah. Bukit indah di dada istrinya itu terlihat indah kalau hanya sebagian terkuak. Samar-samar ia bisa melihat puting susunya yang kini menjadi satu-satunya penyangga sehingga daster itu tidak merosot terus untuk menampakkan seluruh bola putih mulus. Ingin rasanya Sigit bangkit dan menarik daster itu. Tetapi ia tidak boleh bergerak, bukan?

Lalu Santi menggunakan tangan yang tertumpang di belakang lehernya untuk melepaskan kait daster yang lain. Dan seperti sebelumnya, daster itu merosot perlahan. Kini tertahan oleh tangan Santi yang berada di depan dadanya, sedikit di bawah kedua putingnya.

Dengan cara ini, Santi menampilkan bagian atas kedua psantidaranya yang ranum membusung menawan itu. Sigit menelan ludah lagi, sungguh seksi terlihat istrinya, dengan dua bukit yang mengintip malu-malu dan bahu mulus terpampang bebas. Ingin sekali ia membenamkan mukanya di sana. Ingin sekali! tetapi tidak bisa, bukan?

Sambil tersenyum menggoda, Santi menurunkan sedikit tangannya yang berada di depan dada. Sedikit saja, sehingga kini sebagian dari putingnya tampak mengundang selera. Lalu wanita itu melangkah mundur perlahan-lahan. Sigit mengernyitkan dahi agar bisa terus memandang jelas. Sialan! sergahnya dalam hati, kenapa dia musti mundur?

Setelah cukup jauh, dan bahkan hampir menyentuh tembok di seberang Sigit, wanita seksi itu berhenti lalu berputar membelakangi suaminya. Sambil menengok dengan gayanya yang manja, Santi menggunakan satu tangannya untuk menarik bagian belakang dasternya pelan-pelan ke atas.

Sigit terhenyak di kursinya, merasakannya nafasnya cepat memburu, ketika melihat paha istrinya yang mulus tersingkap sedikit demi sedikit. Kain tipis itu terus naik, perlahan-lahan menampilkan bagian belakang tubuh Santi yang indah dan menggemaskan. Sigit menahan nafas, ketika seluruh bulatan seksi pantat istrinya terpampang bebas. “Oh.., mengapa ia harus berdiri jauh-jauh begitu!”, keluh Sigit.

Apalagi kemudian perlahan-lahan Santi merenggangkan kedua kakinya dan perlahan-lahan pula membungkuk sambil tetap menahan tepian daster di pinggangnya. Sigit semakin terhenyak di kursinya, memandang istrinya pelan-pelan menungging. Pantatnya yang seksi pelan-pelan menjadi bagian yang paling tinggi.

Dan.., Wow.., kewanitaan istrinya terlihat indah dari belakang, agak sedikit terkuak menampakkan bagian yang tersembunyi. Sigit menelan ludah entah sudah berapa kali, belum pernah ia melihat istrinya begitu menggiurkan seperti ini. Tak sadar, kejantanannya menegang membentuk sebuah tonjolan di depan celananya.

Untuk beberapa jenak Santi tetap membungkuk memamerkan bagian paling sensual dari tubuhnya. Setelah hitungan ke sepuluh, cepat-cepat wanita itu menegakkan lagi tubuhnya, sekaligus melepaskan dasternya turun menutupi kembali pantatnya. Terdengar jelas Sigit mendesah kecewa, dan Santi menahan tawanya. “Malam ini dia harus memohon-mohon untuk bisa menjamahku!”, sergah Santi dalam hati.

Lalu Santi berbalik lagi menghadap suaminya. Masih dengan posisi kaki agak terentang, ia melepaskan pegangan tangannya pada bagian atas dasternya. Dengan cepat, karena sudah tak terkait lagi di bahu, daster tipis itu meluncur turun.

Tubuh yang menggiurkan, mulus tanpa cela, seksi, sensual, erotis, menggemaskan, mengundang remasan, putih bersih halus. Wow! Sigit berkali-kali menjerit kagum di dalam hati. Baru kali ini, ia bisa betul-betul menikmati pemandangan tubuh istrinya, padahal sudah seringkali mereka bercumbu bertelanjang bulat. Tetapi baru kali ini Sigit sadar bahwa istri tercintanya adalah sebuah keindahan yang tidak hanya harus digumuli diremas, tetapi juga dipandang sepenuh kalbu.

Santi menarik sebuah kursi di dekatnya. Pelan-pelan ia duduk, tanpa sedetikpun mengalihkan pandangannya dari Sigit, tanpa berhenti tersenyum tipis menggoda. Setelah duduk, perlahan-lahan Santi mengangkat satu kakinya untuk ditopangkan di sandaran kursi. Pelan-pelan Sigit melihat selangkangan istrinya terkuak.

Sigit menahan nafas menunggu sampai lembah cinta yang selalu nikmat untuk ditelusuri dengan jari atau lidahnya itu betul-betul terkuak sempurna. Wajah Santi merona nakal dan genit menggoda, ketika akhirnya kakinya tertumpang di sandaran kursi. Selangkangannya terkuak sempurna. Terpampang sepenuhnya untuk dipandang sepuasnya oleh sang suami.

Sigit bersiap untuk bangkit, tetapi gerakannya terhenti karena Santi cepat sekali mengangkat telunjuknya dan berdesah seksi, “Ssst.., jangan beranjak.., tetap di tempatmu..”.

Sigit kembali duduk, dan lalu membelalakkan matanya melihat apa yang sedang dikerjakan istrinya.

Santi memasukkan satu jari tengahnya ke mulutnya. Pelan sekali, dengan gaya seksi, wanita itu menyedot-nyedot jarinya sendiri, membuatnya basah dari ujung sampai ke pangkalnya. Lalu, Santi menggunakan jari yang basah itu untuk membuat sebuah alur.

Pelan-pelan ia mengguratkan jarinya dari dagu, turun ke leher, turun ke antara dua bukit psantidaranya, berputar naik ke salah satu putingnya yang segera bereaksi tegak lalu turun lagi ke perutnya, berputar-putar di pusarnya lalu terus turun. Sigit menelan ludah dan menahan nafas.

Jari itu terus turun ke selangkangan menyerong sedikit untuk melintas cepat di lepitan pertemuan antara paha dan pinggulnya lalu menyelinap di antara dua bibir kewanitaannya. Naik ke atas sampai ke lepitan yang menyembunyikan tombol asmaranya berputar sejenak di sana lalu turun lagi.

Mulut Santi terbuka sedikit, senyumnya menghilang. Gerakan ini sebetulnya di luar rencana. Wanita sensual ini tadinya hendak menghapuskan gerakan ini dari acting-nya. Tetapi entah kenapa kini ia ingin melakukannya. “Aku akan mencobanya!”, sergah Santi dalam hati. Mudah-mudahan bisa.

Nafas Sigit memburu keras. Ia sudah sangat terangsang oleh semua pertunjukkan Santi, tetapi kali ini benar-benar nyaris tak tertahankan karena tahu apa yang dilakukan istrinya. Wanita yang selalu menggiurkan baginya itu melakukan hal yang tak terduga, merangsang dirinya sendiri di hadapan suami.

Betapa erotiknya pemandangan itu.., melihat seseorang yang terkasih merangsang dirinya sendiri, terbuka tanpa tedeng aling-aling menikmati jarinya yang lentik turun naik menelusuri lembah cintanya.

Dan Santipun merasakan darahnya berdesir cepat ketika perlahan-lahan kenikmatan datang dari gerakannya sendiri. Ia sendiri tak kuasa lagi mencegah gerakan tangannya, yang seakan-akan secara otomatis naik turun sepanjang kanal senggamanya. Pelan-pelan kanal itu semakin basah, dan semakin lancarlah perjalanan sang jari yang lentik.

Untuk beberapa saat Sigit ragu-ragu, apakah aku harus membantu? pikirnya. Tetapi ia lalu memutuskan untuk duduk saja menonton gerakan-gerakan erotis itu. Wajah Santi kini merona merah, dan matanya meredup ssantip.

Mulutnya semakin terbuka, dan nafasnya mulai terdengar memburu. Berkali-kali ia kelihatan menggeliat tertahan, terutama jika ujung jarinya seperti tak sengaja menyentuh bagian atas kewanitaannya.

Santi tak bisa menahan sebuah erangan keluar dari mulutnya. Sejenak ia memejamkan mata, mengurut-urutkan jarinya agak lebih keras di kanal cintanya. Beberapa kali ia melakukannya. Lalu ia membuka mata kembali, memandang suaminya yang masih duduk dengan wajah terpesona. Ia tersenyum manis.

“Nah, apakah sekarang dia masih tidak mau ke kamar?”, pikir Santi sambil menghentikan kegiatannya. Sambil tetap tersenyum, cepat-cepat ia bangkit dan melangkah menuju kamar. Gerakan ini dilakukan tiba-tiba, karena memang dimaksudkan sebagai surprise.

Sigit tersentak ketika menyadari istrinya telah hampir sampai di kamar. Ia ragu-ragu, apakah sudah boleh berdiri dan ikut ke kamar? Ia baru saja hendak bertanya, ketika dilihatnya istrinya berhenti di ambang pintu dan menengok ke arahnya dengan gaya manja campur genit. Lalu istrinya berkata pelan nyaris berbisik, “Kalau mau masuk, ketok pintu dulu, ya!”.

Belum sempat Sigit mencerna ucapan itu, Santi sudah menghilang masuk kamar dan menutup pintu. Ketika terdengar suara kunci diputar, barulah Sigit terlonjak bangun. Cepat-cepat ia melangkah ke kamar, dan mengetuk.

Satu kali, tidak ada reaksi. Dua kali, hanya terdengar istrinya bergumam tak jelas. Tiga kali, terdengar langkah menuju pintu. Empat kali, terdengar suara Santi menggoda dari balik pintu, “Siapa itu?”.

“Buka, dong, Yang..”, ujar Sigit dengan gaya memelas.

“Nanti dulu, saya pakai baju dulu..” kata Santi sambil menahan tawa.

“Aku nyerah, Yang.., Please jangan pakai baju lagi..” kata Sigit betul-betul penuh dengan permohonan yang tulus.

Santi tertawa cekikikan mendengar ucapan suaminya. Tak tega, ia segera membuka pintu. Apa yang kemudian terjadi di kamar itu, tak usahlah diceritakan secara rinci. Pokoknya, kegairahan suami istri itu muncul berkali-lipat lebih besar daripada percumbuan pagi hari maupun siang hari. Sigit melumat habis istrinya, dan Santi megap-megap menikmati serbuan suaminya. Satu jam lebih mereka bergumul. Silakan bayangkan sendiri apa yang mereka lakukan!

Cerita Sex – Tega Memperkosa Wanita Hamil Muda..

Aku sudah menikah di umurku yang masih muda gini , sekarang umurku 18 tahun dan sudah mengandung anak beranjak ke 5 bulan, namaqu Emi wanita desa asal jawa aku kan bercerita kisah dewasa pemerkosaan yang terjadi pada diriku, banyak para tetanggaku bilang kalau aku harusnya berada di kota kota besar karena wajah cantikku berpotensi sebagai model disana, tapi mau bagaimana lagi di rumah juga masih ada ibu yang sudah tua dan sakit sakitan.

Suamiku juga hanya buruh dan masih mencati pekerjaan, sedangkan aku untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga aku berjualan jamu dan aku muter muter di desa desa, perutku yang sudah hamil 5 bulan belum terlihat membesar jadi aqu masih di perbolehkan suamiku untuk berjualan berkeliling, kami berdua sangat rukun meski keadaan ekonomi kami cukup sulit.

Seperti biasa, pagi-pagi aquberangkat ke pasar untuk membeli bahan-bahan daganganku. Semua tersusun rapi di dalam keranjang gendong di punggungku. Sampai rumah aqu racik semua bahan-bahan tadi dalam sebuah kuali besar dan aqumasukkan dalam botol-botol air mineral ukuran besar.

“Wah, rajin sekali istriku.” Yeyen menyapaqu dan memberikan sebuah kecupan hangat di keningku.

Aqu pun membalasnya dengan ciuman di pipinya sebelah kanan.

“Sudah mau berangkat ke ladang Pak Karjo?” Tanyaqu.

“Iya, mungkin sebentar lagi, hari ini ladangnya akan ditanam ulang setelah kemarin panen. Mungkin nanti aqu tdk bisa mengantarmu sampai ujung jalan karna Pak Karjo akan marah jika aqu sampai terlambat.” Jawab suamiku.

 “Tdk apa-apa, ini semua kan demi keluarga kita” Aqu meyakinkannya sambil mengelus pipinya.

“Tapi nanti hati-hati Ratna, ingat kamu sedang hamil. Aqu tdk mau terjadi apa-apa dengan anak kita.”

”Iya, suamiku.” Jawabku mengakhiri obrolan kami.

Sebentar saja suamiku minta pamit padaqu untuk segera berangkat ke ladang Pak Karjo. Tak lupa aqu memberikan rantang berisi makanan yg tadi telah aqu siapkan. Setelah sedikit berbenah, akhirnya semua jamu sudah aqu siapkan dan sudah aqu masukkan ke keranjangku.

Waktu juga sudah menunjuk pukul 09.00, berarti sudah saatnya aqu mulai menjajakan jamu. Sebelumnya aqu siap-siap dahulu dengan mengenakan kaos pendek warna putih dan rok selutut.

Aqu gendong keranjang berisi bermacam-macam jamu, aqu kaitkan dengan selendang dengan tumpuan diantara dua tokedqu. Sehingga dadaqu nampak menonjol sekali, belum lagi bawaan jamu yg cukup berat yg membuatku sedikit membusung hingga mencetak dengan jelas kedua dadaqu.

Setelah semuanya siap, aqu segera berangkat berkeliling menjajakan jamu, tak lupa aqu mengunci pintu depan dan belakang rumah warisan ayah Yeyen. Setiap hari rute perjalananku tdklah sama, aqu selalu mencari jalan baru sehingga orang-orang tdk akan bosan dengan jamu buatanku. Karna setiap hari aqu bertemu dengan orang yg berbeda. Kali ini aqu berjalan melewati bagian selatan desaqu.

Catatan dari Gadis SMP : Perawanku yang masih ranum di nikmati oleh laki bernafsu

“Jamu, Jamuuu.” Begitu teriakku setiap kali aqu melewati rumah penduduk.

“Mbakk, Mbakk, Jamunya satu.” Teriak seorang wanita.

“Mau jamu apa mbak?” tanyaqu.

“Kunir Asem satu gelas saja mbak.” Pintanya.

Segera aqu tuangkan segelas jamu kunir asem yg aqu tambahkan sedikit gula merah. http://www.tempatceritasex.com ,Setelah itu aqu berkeliling menjajakan jamu kembali.

Siang itu begitu terik, hingga kaosku basah oleh keringat. Tapi aqu tak peduli, toh penjualan hari ini cukup lumayan. Paling tdk sudah balik modal dari bahan-bahan tadi yg kubeli. Aqu melangkah menyisir hamparan sawah dengan tanaman padi yg sudah mulai menguning.

Memang mayoritas pekerjaan penduduk di Daerah tempatku tinggal adalah petani. Sehingga mulai dari anak-anak hingga dewasa sudah terbiasa dengan pekerjaan bercocok tanam.

Aqu melanjutkan perjalananku dan melewati sebuah gubuk sawah dimana para buruh tani sedang beristirahat karna sudah tengah hari. Belum sempat aqu menawarkan mereka jamu, salah satu dari mereka sudah memanggil.

”Mbak, mbakk, jualan apa mbak?” tanya salah seorang dari mereka.

“Anu, saya jualan jamu mas, ada jamu kunir asem, beras kencur, jamu pahitan, dan jamu pegel linu.”

Jawabku sambil menunjukkan isi keranjangku.

”Ohh, kalau begitu saya minta beras kencurnya satu mbak.” kata salah seorang dari mereka.

Segera kuturunkan keranjang bawaanku dan memberikan pesanannya.Mereka semua ada bertiga, salah satu dari mereka sepertinya masih smp.

Aqu duduk di pinggir gubuk tersebut. Sembari beristirahat dari teriknya siang hari. Mereka mengajakku berkenalan dan mengobrol sembari meminum jamu buatanku.

“Wahh, sudah berapa lama mbak jualan jamu?” Tanya Adi yg memiliki tubuh kekar dan hitam.

“Kurang lebih setahun mass, ya sedikit-sedikit buat bantu orang tua.” jawabku sekenanya.

“Wah sama dengan Bowo, dia juga rajin membantu orang tua.” Potong Abdul yg kurang lebih seumuran Adi, sedangkan Bowo adalah yg paling muda diantara mereka.

“Yaa, mau gimana lagi mas, kalau nggak begini nanti nggak bisa makan.” Jawabku lagi.

“Mbak tinggal di desa seberang ya?” tanya Bowo.

“Iya mas, tiap hari saya berkeliling sekitar desa jualan jamu.”

“Ooo, pantas kok saya belum pernah liat mbak.” Jawab Bowo lagi.

Lama kami mengobrol ternyata mereka hampir seumuran denganku, Adi dan Abdul mereka berumur sekitar 20 -an tahun, sedangkan Bowo masih 14-an tahun. Obrolan kami semakin lama hingga membuatku lupa waktu.

“Wah, mbak kalo jamu kuda liar ada nggak ya?” Tanya Adi.

“Wahh, mas ni ngaco, ya ndak ada to mas, adanya juga jamu pegel linu.” Jawabku sambil sedikit senyum.

“Waduhh, kok nggak ada mbak? Padahal kan asik klo ada.” Jawab Abdul sambil terkekeh-kekeh.

“Asik knapa to mas?” Tanyaqu heran.

“Ya supaya saya jadi liar kayak kuda to mbak.” Jawab Adi sembari meletakkan gelas di dekat keranjangku

kemudian duduk di sampingku.

Posisiku kini ada diantara Adi dan Abdul, sedangkan Bowo ada dibelakangku. Rupanya Bowo diam-diam memperhatikan tubuhku dari belakang, memang BH ku saat itu terlihat karna kaosku yg sedikit basah oleh keringat dan celana dalamku yg sedikit mengecap karna posisi dudukku di pinggir gubuk. Tapi aqu tdk tahu akan hal ini.

“Wah panasnya hari ini, bikin tambah lelah saja.” Abdul berkata sambil tiduran di lantai gubuk itu.

Saking keenakan tiduran tanpa terasa ia menggaruk-garuk bagian kemaluannya. Aqu pura-pura tdk melihat, dalam hati aqu berpikir,

”Dasar orang kampung tdk tahu malu.”

Saat itu Panas semakin terik, sedangkan di gubuk sungguh sangat nyaman dengan angin yg semilir,

tdk terasa aqu pun mulai mengantuk. Mungkin karna tadi aqu bangun pagi sekali sehingga aqu belum sempat untuk beristirahat.

Adi pun hanya bersandaran pada tiang kayu di sudut gubuk. Bowo juga sama seperti Abdul, tiduran di lantai dengan kepala menghadap ke arahku. Aqu menghela nafas, mengeluh karna panas tak juga usai. Bukannya aqu tdk mau berpanas-panasan berjualan, tapi mengingat kondisiku yg sedang hamil aqu taqut terjadi sesuatu dengan janinku.

”Wah, kok ngelamun aja to mbak? Cantik-cantik kok suka ngelamun, memang ngelamunin apa to mbak?” Kata Abdul mengagetkanku.

”A..anu mas saya cuma mikir kok panasnya tdk kunjung reda.” Jawabku.

”Wah, memangnya knapa to mbak… tinggal ditunggu saja kok nanti juga tdk terik lagi.” Kata Bowo dari belakangku.

“Ya gimana mas, kalau terus seperti ini nanti daganganku tdk laqu, aqu bisa rugi mas.” Jawabku sambil mengamati langit yg sangat terik.

“Sudah mbak, tenang saja, kalau rezeki nggak akan kemana kok.” Hibur mas Adi.

Tdk terasa aqu semakin mengantuk. Semilir angin yg ditambah dengan suasana ladang sawah memang sangat nyaman.

Tak terasa aqu pun mulai memejamkan mata sembari bersandaran pada keranjang dagangan yg aqu letakkan disampingku. Cukup lama aqu ketiduran, hingga aqu terbangun karna ada sesuatu yg menyentuh pantatku.

“aaaaw apa-apaan ini!!?” Aqu terbangun dan kaget ketika Abdul menciumi leherku yg putih, dibuatnya tubuhku merinding dan aqu hanya menggeleng-gelengkan kepalaqu menghindari jilatan liar lidah Abdul.

Ciuman Abdul semakin turun mengarah pada dua gunung kembar milikku. Aqu tak dapat mengan kasar.

“Sudah diam! Nanti aqu beli semua jamu milikmu dan sebagai bonusnya aqu minta jamu milikmu yg indah itu.” Kata Adi sambil meremas toked sebelah kiri milikku dan tertawa cenge-ngesan.

Aqu meronta-ronta minta tolong dan mencoba untuk melepaskan ikatan pada kaki dan tanganku. Tapi tenagaqu tdk cukup untuk menolongku dari situasi ini.

”Ampunn mass, saya sudah menikah, nanti suamiku bisa menceraikanku.” Aqu memelas dengan harapan mereka dapat berubah pikiran.

”Oh, ternyata kamu sudah tdk perawan toh, tapi tubuhmu masih sempurna.” Bisik abdul sambil meniup telingaqu.

Darahku serasa berdesir, dicampur rasa ketaqutan yg mendalam. Dalam hati aqu berpikir,

”bagaimana dengan Yeyen, aqu taqut, bagaimana dengan janinku, bagaimana kalau aqu diperkosa.” Berbagai pertanyaan terus menghantui pikiranku saat itu.

“Jangann mass, jangan, aqu sedang haid, jadi tubuhku kotor.” Aqu mencoba untuk mengelabui mereka.

Setelah itu mereka bertiga berhenti menggeraygiku dan saling memandang satu sama lain.

“Yg bener kamu sedang Haid? Wah Sial bener aqu hari ini!” Jawab Abdul kesal.

“iiya mas, sudah dua hari ini aqu haid, jadi sedang banyak-banyaknya, tolong biarkan aqu pergi.” Aqu

memohon pada mereka.

“Ya.. ya sudahlah, mungkin kita sedang apes.” Kata Adi.

Namun Bowo yg masih berumur 14 tahun ini tdk memperdulikan ucapanku, dia cukup senang meremas- remas pantatku.

“Sudah wo, dia lagi haid, kamu mau apa kena darah?” Kata Adi pada Bowo.

Bowo tetap tdk menghiraukannya. Justru ia semakin kencang meremas pantatku dan semakin kebawah menuju selangkanganku. Posisiku yg sambil tiduran membuat rok ku sedikit terangkat hingga celana dalam putihku terlihat. Bowo yg saat itu sedang meraba-raba pantatku rupanya tdk menyia-nyiakan hal ini, dibukanya rokku semakin keatas,

“Mana? Tdk ada darah kok.” Kata Bowo.

Sontak ucapan Bowo mendapat perhatian dari Adi dan Abdul.

“Mana woo, jangan bohong kamu.” Kata mereka serempak.

Kemudian Adi mengangkat rok dan menyentuh celana dalamku.

“Kamu bohong!” dan PLakkk! Sebuah tamparan tepat mengenai wajahku.

“Aaa Ampun mass, ampunn, Aqu sedang hamil mass.” Aqu semakin memelas dan ketaqutan.

“Ahh, mau pake alasan apa lagi kamu!” Abdul membentakku dan merobek bajuku, hingga aqu hanya mengenakan BH warna hitam dan rok putih selutut.

Artikel Terkait : Pemerkosaan Brutal yang terjadi pada Wanita Cantik

Adi melepaskan ikatan pada tangan dan kakiku.

“Sekarang mau lari kemana kamu?! Memangnya kamu sanggup melawan kami bertiga?” Bowo menantangku, dengan cepat ia membuka baju dan celana pendeknya hingga hanya tersisa celana dalam warna coklat.

Aqu tersentak dan kaget, juga kulihat kont*l Bowo yg sudah membesar hingga sedikit mencuat ke atas celana dalamnya. Aqu merangkak menuju sudut ruangan itu, aqu menggedor-gedornya dengan harapan ada seseorang yg mendengar. Tapi tindakanku justru membuat mereka semakin bernafsu untuk segera menikmati tubuhku.

“Mau kemana kamu, disini tdk ada orang lain kecuali kami bertiga hahaha.” Adi senang sekali melihatku hanya mengenakan BH dan Rok yg sedikit tersingkap.

“Mass ampunn, aqu sedang hamil, nanti suamiku bisa membunuhku.” Tubuhku merinding dan sesekali aqu berteriak minta tolong.

“Wahaha, aqu sudah tdk percaya lagi dengan ucapanmu! Kalau suamimu ingin membunuhmu, ceraikan saja! Setelah itu kamu bisa jadi WTS sepuasnya.” Kata abdul sambil mendekatiku.

Diraihnya kedua tanganku dan membuatku sedikit berdiri. Srakk, Abdul merobek rok ku dan melemparnya ke arah Bowo.

“Itu wo, buat kenang-kenangan.” Kata abdul.

“haha, iya mas, nanti aqu pajang di rumah.” Kata Bowo cengar-cengir.

Kini tubuhku sudah setengah bugil. Tanganku secara naluri menutup dada dan selangkanganku.

“Wah bener-bener, ini namanya rejeki nomplok.” Abdul menciumi leherku yg putih, dibuatnya tubuhku merinding dan aqu hanya menggeleng-gelengkan kepalaqu menghindari jilatan liar lidah Abdul.

Ciuman Abdul semakin turun mengarah pada dua gunung kembar milikku. Aqu tak dapat mengelak, tanganku di pegang abdul dan diangkatnya keatas.

Abdul semakin liar menjilati dadaqu yg masih terbungkus BH, ia berpindah-pindah dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Hingga ia kemudian menjilati ketiakku.

“Aaa, ampun mass, ampun, too.. tolong nghh.” Aqu tdk dapat berbohong kalau kelaquan Abdul membuat birahiku naik dan tubuhku menjadi sedikit lemas.

Dengan sedikit dorongan, Abdul menjatuhkanku di tengah ruangan dan kait BH ku terlepas. Aqu sudah tdk bisa lari dari mereka, kini yg ada di dalam pikiranku hanya janin di dalam perutku, aqu menyadari semakin aqu melawan maka mereka juga akan semakin kasar terhadapku.

Aqu terdiam, tak melaqukan perlawanan, bahkan berteriak pun tdk. Air mata mulai menetes membasahi pipiku. Isak tangisku beradu dengan tawa dari mereka bertiga. Tubuhku lemas, antara taqut dan pasrah menjadi satu.

Dengan kedua tangannya Abdul membalikkan badanku hingga kini terlentang memperlihatkan Paha dan Tokedqu yg sudah sedikit terbuka. Mereka bertiga berdiri diatasku sambil cengengesan, rupanya Adi juga sudah melepas celananya diikuti dengan Abdul.

Aqu sudah bisa membaygkan apa yg akan terjadi sebentar lagi. Bowo yg sudah siap dari tadi telungkup dari atasku, tangannya mulai bermain di telingaqu sedangkan kepalanya terus memburu bibirku.

“mmpff… mmpff.” Bowo menciumku dengan ganas, aqu hampir tdk bisa bernapas dibuatnya.

Sambil tetap berciuman dia menggapai tanganku dan mengarahkannya ke kont*lnya yg sudah membesar.

Dituntunnya aqu untuk meremas-remas buah pelirnya yg kini ia berganti posisi dengan sedikit nungging. Aqu pun menurut saja, aqu remas-remas bagian buah zakar sampai ke dekat bagian anus yg masih tertutup celana dalam yg sudah usang.

Tdk berapa lama Adi sudah berada di paha bagian kananku. Ia sudah telanjang, kini ia menindih pahaqu diantara selangkangannya, hingga dapat kurasakan kont*lnya yg besar dan berotot menggesek-gesek pada pahaqu yg mulus. Tangan Adi mulai bermain di dadaqu, sambil sesekali ia menjilat bagian perutku.

“nggghhh uaa mppff.” desahanku membuat mereka berdua semakin liar memainkan lidahnya di tubuhku.

“ngghh, ahhh, mmppff.” sambil tetap berciuman desahanku tak henti-hentinya keluar. Memang harus kuaqui meski dari rohani aqu menolak, tapi tubuhku tdk dapat menolaknya dan aqu rasakan mekiku mulai basah oleh lendir kewanitaanku.

“Heh! Minggir-Minggir!” Biar aqu yg pertama merasakan tubuhnya.” Teriak Abdul.

“Aqu kan yg mendapatkan ide ini, jadi aqu yg berhak untuk memulainya, awas-awas.” Tambahnya.

Adi dan Bowo segera menyingkir dari tubuhku. Bak seorang raja, Abdul menindihku, dan kini kont*lnya

yg sudah tdk dilapisi apapun tepat berada ditengah-tengah selangkanganku.

“Gimana nona manis, sepertinya kamu juga keenakan ya?” Kata Abdul di depan mukaqu.

“Yg tadi itu belum pemanasan, baru tahap uji coba.” Ia semakin mendekat di wajahku.

Seketika itu agus melepas BH ku, dan dengan liar putingku dimainkan.

“nggg ahhh, aah, ah.” nafasku semakin tdk teratur.

Bowo yg tdk bisa diam meraih tanganku dan mengarahkan ke kont*lnya lagi, lalu menyuruhku untuk mengocok-ocoknya. Adi pun tdk mau kalah, dari sisi yg lain ia memintaqu untuk melaqukan seperti apa yg kulaqukan pada Bowo.

Wajah Bowo menghilang dari hadapanku, rupanya ia turun dan kini ia tepat berada di atas daerah kemaluanku, dilebarkannya kakiku dan ia mulai menciumi mekiku yg masih dilapisi celana dalam sambil tangannya memainkan putingku.

Aqu semakin bernafsu, tanpa kusadari aqu mengangkat pinggulku agar ciuman Abdul pada mekiku lebih terasa. Abdul tampaknya tahu kalau aqu sudah sangat terangsang.

Segera ia melepas celana dalamku yg sudah banjir oleh lendir dari mekiku. Disibakkannya rambut kemaluanku dengan lidahnya. Kemudian Abdul mulai menjilati mekiku dan sesekali menghisap klitorisku dan tangannya semakin liar bermain di kedua tokedqu.

“nggghhh, ahhh, aaaa mmmh mass.” Aqu mengerang keenakan sambil menekuk kedua pahaqu sehingga abdul lebih leluasa memainkan mekiku.

Aqu benar-benar serasa melayg, dihadapanku kini ada 3 orang yg secara beringas memperkosaqu. Aqu sangat malu pada diriku, knapa aqu justru bisa menikmati keadaan ini, tapi tubuhku seolah-olah sudah menyatu dengan jiwa mereka.

“mass ahhh, terus mass, enn enak.” Aqu terus meracau tak karuan yg membuat mereka bertiga semakin bernafsu. Lidah Abdul Semakin liar menghisap-hisap mekiku diiringi kocokanku pada batang kemaluan Bowo dan Adi.

“ ahhhh ahhh, mass. lebih cepat mass.” aqu mengerang dan ketika itu juga aqu mengalami orgasme.

Cairanku membasahi wajah Abdul namun ia terus menjilatinya hingga aqu menggelinjang kekanan dan

kekiri.

Kini Abdul membangunkan tubuhku, dan memintaqu untuk menjilati ketiga kont*l mereka. Aqu seperti

dicekoki, didepanku kini ada 3 rudal yg siap menjejali mulutku.

Tanpa menunggu lama, aqu masukkan kont*l mereka bergantian di mulutku, sambil tanganku memainkan batang

kemaluan mereka. Mereka bertiga nampaknya merasa keenakan,

”oohh.” Adi melenguh keenakan.